Parlemen AS: Perusahaan Media Sosial Lalai Lindungi Anak-anak
Lima CEO perusahaan media sosial dicecar soal upaya pencegahan eksploitasi anak di pelantar mereka.
Oleh
LUKI AULIA
·5 menit baca
Predator seksual. Fitur adiktif. Bunuh diri dan gangguan makan. Perundungan. Standar kecantikan yang tidak realistis. Penindasan. Semua itu hanya sebagian kecil dari permasalahan yang dihadapi generasi muda di media sosial. Para aktivis hak anak dan anggota parlemen Amerika Serikat satu ide dan satu rasa, bersama-sama menyerang perusahaan-perusahaan pengelola media sosial karena lalai melindungi anak-anak.
Lima direktur utama atau CEO perusahaan media sosial, yakni CEO Meta Mark Zuckerberg, CEO X Linda Yaccarino, CEO Snap Inc Evan Spiegel, CEO Tiktok Shou Zi Chew, dan CEO Discord Jason Citron, menghadap Komite Kehakiman Senat AS, Rabu (31/1/2024). Mereka dicecar gugatan, tudingan, dan pertanyaan dari para senator tentang upaya mereka mencegah eksploitasi seksual anak secara daring.
Kelima CEO itu memberikan kesaksian terkait isu risiko dan dampak media sosial terhadap kehidupan anak-anak dan remaja. Mereka menghadapi gelombang kemarahan publik karena dianggap tidak berupaya keras melindungi anak-anak dari predator seksual dan dari isu bunuh diri remaja.
”Mereka yang harus bertanggung jawab karena menempatkan anak-anak pada ancaman bahaya saat daring. Pilihan desain mereka, kegagalan mereka dalam berinvestasi untuk urusan keamanan dan kepercayaan, serta upaya terus mencari untung dibandingkan keselamatan, telah menempatkan anak dan cucu kita dalam bahaya,” kata Ketua Komite Kehakiman dari Partai Demokrat Dick Durbin.
Sebelum sidang dibuka, Durbin mengutip statistik dari Pusat Nasional untuk Anak Hilang dan Tereksploitasi yang menunjukkan lonjakan kasus predator yang menipu anak di bawah umur agar mengirimkan foto dan video mereka. Fenomena meresahkan ini didorong oleh perubahan teknologi, termasuk media sosial.
Sidang dimulai dengan rekaman kesaksian anak-anak dan orangtua yang menyatakan, mereka atau anak-anak mereka dieksploitasi di media sosial. ”Saya dieksploitasi secara seksual di Facebook,” kata seorang anak yang muncul dalam bentuk bayangan di video itu.
Mereka yang harus bertanggung jawab karena menempatkan anak-anak pada ancaman bahaya saat daring.
Dalam sesi tanya jawab yang tegang, Senator Josh Hawley dari Partai Republik menantang Zuckerberg untuk minta maaf secara langsung kepada keluarga korban yang hadir di persidangan. Zuckerberg kemudian meminta maaf dan menyatakan penyesalannya di hadapan keluarga korban atas apa yang telah mereka alami.
Dia berjanji akan berupaya lebih keras mencegah hal itu terjadi pada orang lain. ”Saya minta maaf atas semua yang telah Anda lalui. Tidak seorang pun boleh dibiarkan mengalami penderitaan yang dialami keluarga Anda,” ujarnya.
Bagi orangtua, perusahaan-perusahaan media sosial tidak berupaya keras melindungi anak-anak. Salah satu orang tua yang hadir di sidang, Neveen Radwan, menceritakan putrinya terjebak ke dalam ”lubang hitam berisi konten berbahaya” di Tiktok dan Instagram setelah mulai melihat video tentang pola makan sehat dan olahraga pada awal pandemi Covid-19.
Yang terjadi kemudian, anak itu malah menderita anoreksia dalam beberapa bulan dan hampir meninggal. ”Banyak janjinya dan permintaan maafnya juga sudah terlambat,” ujarnya.
Kelima CEO sama-sama membela dan mempertahankan opini bahwa fitur keselamatan yang dipasang dalam pelantar mereka sudah bekerja dengan baik karena dilakukan bersama dengan organisasi nirlaba dan penegak hukum demi melindungi anak di bawah umur. Tiktok menegaskan tetap menerapkan kebijakan yang melarang anak-anak di bawah 13 tahun menggunakan aplikasi ini.
Sementara X menegaskan tidak melayani anak-anak. ”Kami tidak memiliki lini bisnis yang didedikasikan untuk anak-anak,” kata Yaccarino.
Tiktok pun menyatakan akan mendukung undang-undang federal yang memudahkan korban eksploitasi anak untuk menuntut perusahaan teknologi atau disebut Stop CSAM Act.
Fitur keamanan
Pada persidangan tersebut, Partai Demokrat dan Republikan sependapat dan sesuara untuk menyelesaikan perkara ini. Mereka sepakat bahwa media sosial yang dirancang dan dioperasikan saat ini adalah produk yang berbahaya.
Meski kompak, belum jelas apakah upaya ini akan cukup kuat untuk meloloskan rancangan Undang-Undang Keamanan Daring Anak yang diusulkan pada 2022 oleh Senator Richard Blumenthal dari Connecticut dan Marsha Blackburn dari Tennessee. Kelima CEO perusahaan media sosial itu dipanggil bersaksi juga terkait dengan RUU ini.
Chew mengatakan, paham perasaan para orangtua karena dia pun memiliki tiga anak yang masih kecil. Dia menyadari masalah itu mengerikan dan menjadi mimpi buruk setiap orangtua. ”Saya akan menginvestasikan 2 miliar dollar AS untuk fitur keselamatan dan kepercayaan. Tahun ini saja, kami punya 40.000 profesional bidang keselamatan yang menangani isu ini,” ujarnya.
Meta juga mengatakan, terdapat 40.000 karyawan yang menangani bagian keamanan daring. Mereka pun sudah menginvestasikan dana 20 miliar dollar AS sejak 2016 untuk membuat pelantar lebih aman. ”Kami bekerja keras mengurangi potensi bahaya. Menjaga generasi muda tetap aman saat daring menjadi tantangan sejak internet muncul. Seiring dengan berkembangnya taktik para penjahat, kita juga harus meningkatkan pertahanan kita,” kata Zuckerberg.
Meta sudah mengumumkan langkah-langkah baru untuk melindungi generasi muda, yakni dengan memblokir pesan langsung yang dikirim ke anak dan remaja oleh orang asing. Pada pengaturan standarnya, anak di bawah usia 16 tahun kini hanya dapat dikirimi pesan atau ditambahkan ke obrolan grup oleh orang yang sudah mereka ikuti atau terhubung dengannya.
Meta juga memperkuat pembatasan konten bagi remaja di Facebook dan Instragram. Mereka akan sulit melihat unggahan yang membahas tentang bunuh diri, menyakiti diri sendiri, atau gangguan pola makan.
Namun, kalangan aktivis kesehatan anak menuding perusahaan media sosial gagal terus melindungi anak. Mereka menuding, perusahaan-perusahaan itu hanya mengutamakan keuntungan.
Meta digugat 40 negara bagian atas dugaan kegagalan dalam melindungi anak. Mereka menuding Meta sengaja merancang fitur di Instagram dan Facebook yang membuat anak-anak ketagihan. Para senator juga merujuk dokumen internal perusahaan yang menunjukkan Zuckerberg menolak memperkuat tim yang bekerja khusus melacak bahaya daring terhadap anak dan remaja.
Dokumen-dokumen yang terdiri dari salinan surat elektronik internal yang dirilis harian The Wall Street Journal, September 2021, itu menjadi dasar tuntutan hukum puluhan negara bagian itu. Berdasarkan UU AS, sebagian besar pelantar internet dilindungi dari tanggung jawab hukum sehubungan dengan konten yang dibagikan di situs mereka.
”Mereka tahu seberapa besar dampak buruk yang dialami remaja, tetapi tidak berkomitmen menguranginya atau setidaknya transparan soal itu. Mereka punya infrastrukturnya untuk melakukannya, punya sumber daya manusianya, punya anggaran untuk penelitiannya. Ini soal prioritas saja,” kata mantan Direktur Teknik di Facebook Arturo Béjar. (REUTERS/AFP/AP)