Kerja Keras Mewujudkan Palestina Merdeka
Berbagai negara dan organisasi mengupayakan Solusi Dua Negara. Masalahnya, Israel menolak solusi itu.
Sudah 76 tahun berlalu sejak Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui pembentukan negara Israel dan Palestina. Israel telah berdiri dan menduduki sebagian Palestina. Sementara Palestina masih terus berjuang, meski semakin banyak yang tidak yakin pada gagasan itu.
Keyakinan itu antara lain masih dimiliki 49 dari 51 senator Demokrat di Senat Amerika Serikat. Bagi mereka, kemerdekaan Palestina adalah bagian dari Solusi Dua Negara. Solusi itu diyakini bisa menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Dalam pernyataan pada Kamis (25/1/2024), mereka menyebut bahwa ada harapan perdamaian jika Solusi Dua Negara terwujud.
Baca juga: Negosiator Terus Upayakan Gencatan Senjata Israel-Hamas
Mereka tetap yakin solusi itu di tengah serbuan Israel ke Gaza. Mereka juga memandang dukungan pada solusi itu bisa membantu Partai Demokrat dalam pemilu AS pada November 2024.
Sokongan pada satu-satunya calon Demokrat di pemilihan Presiden AS, Joe Biden, terus merosot. Salah satu penyebabnya karena Biden kokoh menyokong Israel dalam Perang Gaza 2023.
Bahkan, Biden pernah mengaku tidak percaya korban serangan Israel di Gaza berjumlah ribuan orang. Pemerintahan Biden, juga berbagai negara lain, juga menolak mengakui Israel melakukan genosida.
Rakyat Palestina mampu menentukan masa depan mereka dan mengatur urusan dalam negeri mereka.
Tidak hanya itu, AS dan sekutunya menghentikan sumbangan ke badan PBB yang mengurus fungsi Palestina, UNRWA. Keputusan diambil sehari setelah Mahkamah Internasional (ICJ), lewat putusan sela pada Jumat (26/1/2024), menegaskan gugatan dugaan genosida oleh Israel bisa disidangkan.
Baca juga: Perjuangan Palestina dari Perang 1948 hingga 2021
Di sisi lain, Biden tetap yakin pada Solusi Dua Negara. Para pejabat AS juga terus mendorong solusi itu diwujudkan.
Para mitra dan sekutu AS di Timur Tengah juga percaya pada solusi itu. Mereka setuju berdamai dengan Israel hanya jika Palestina merdeka terwujud.
Sementara dalam Konferensi Tingkat Tinggi di Uganda, 19-20 Februari 2024, Gerakan Non-Blok (GNB) kembali menegaskan dukungan pada kemerdekaan Palestina. Seluruh 120 anggota GNB mendorong PBB menerima Palestina sebagai anggota penuh. Kini, Palestina berstatus anggota peninjau.
Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi mengatakan, penerimaan itu akan sekaligus mendorong perwujudan Solusi Dua Negara. Penerimaan itu juga untuk mencegah kekejaman lebih jauh oleh Israel.
Upaya lain
Bukan hanya di AS dan Indonesia, keyakinan pada Solusi Dua Negara juga ditunjukkan berbagai pihak lain. Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell menyebut, upaya Israel menghancurkan Hamas jelas tidak kunjung berhasil.
Baca juga: Jejak Hitam Israel dari Tel Aviv hingga Gaza
Hamas sebagai organisasi mungkin bisa dihancurkan. Walakin, Hamas sebagai ideologi perlawanan terhadap pihak lain akan selalu bertahan. Jika Hamas dikalahkan, maka akan segera hadir kelompok perlawanan lain terhadap Israel.
Dampaknya, perang akan terus terjadi. Karena itu, sudah saatnya Israel lebih serius memikirkan Solusi Dua Negara. Menurut dia, tidak ada alternatif lain untuk mencapai perdamaian.
Borrell menekankan, perwujudan Solusi Dua Negara selaras dengan kepentingan Israel. Karena itu, ia menganjurkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan para pejabat Israel memikirkan perwujudan solusi tersebut.
Keunggulan ini membuat para pemimpin politik Israel merasa bahwa mereka bisa mewujudkan mimpinya menduduki sisa wilayah yang saat ini dihuni oleh rakyat Palestina. Mereka berpikir bahwa sebentar lagi mimpi mereka terwujud.
Menlu Jerman Annalena Baerbock menegaskan sokongan Berlin pada solusi itu. Tidak ada lagi solusi yang bisa menyediakan perdamaian langgeng di Israel-Palestina selain perwujudan Solusi Dua Negara.
Baca juga: Palestina Terabaikan dalam ”Pesta” antara Dunia Arab dan Israel
UE telah menawarkan 10 Langkah Perdamaian untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Tawaran itu tetap berbasis pada Solusi Dua Negara. Dalam usulan UE, keamanan Israel dan Palestina perlu sama-sama dijamin.
UE juga mengusulkan seluruh wilayah Palestina dikendalikan pemerintahan persatuan Palestina. Kini, Tepi Barat dikendalikan Otoritas Palestina. Sementara Gaza dikontrol Hamas.
UE menggagas konferensi internasional untuk mendorong perdamaian Israel-Palestina. UE mengajak Liga Arab dan PBB menyelenggarakan konferensi itu.
Syarat perdamaian
Sementara di Palestina, berbagai pihak terus berusaha mendirikan negara merdeka dan berdaulat. Kemerdekaan Palestina adalah syarat perdamaian yang tidak bisa ditawar.
Baca juga: Kemanusiaan Sedang Berlibur dari Sekitar Gaza
Hal itu antara lain disampaikan anggota Biro Politik Hamas, Osama Hamdan, Jumat (26/1/2024). Dalam pernyataan sebelumnya, Hamas menolak usulan damai apa pun yang menyokong gagasan Israel mengendalikan Gaza atau Tepi Barat.
”Kami menekankan rakyat Palestina mampu menentukan masa depan mereka dan mengatur urusan dalam negeri mereka. Dengan demikian, tidak ada pihak di dunia ini berhak memaksakan segala bentuk perwalian terhadap rakyat Palestina atau mengambil keputusan atas nama mereka,” demikian pernyataan Hamas.
Tidak tertarik
Masalahnya, Israel sebagai pihak utama konflik malah tidak mau berdamai dan tidak berminat pada Solusi Dua Negara. Menlu Israel Israel Katz tidak tertarik pada gagasan dari UE.
Ia malah kembali menunjukkan hasrat Israel mencaplok seluruh Palestina. Ia bukan pejabat Israel pertama dan satu-satunya yang melontarkan gagasan itu. Netanyahu malah mengaku akan terus menghalangi pembentukan negara Palestina.
Retno menyebut pernyataan Netanyahu itu berbahaya. ”Mengonfirmasikan tujuan Israel sesungguhnya, yaitu menghilangkan Palestina dari peta dunia,” kata Retno.
Baca juga: Desakan Percepatan Pemilu Israel Menguat
Bahkan, Netanyahu secara terbuka menyanggah pernyataan Biden soal solusi itu. Menurut Biden, dalam percakapan telepon, Netanyahu menerima gagasan soal Solusi Dua Negara. Selepas Biden menyatakan itu, Netanyahu menyangkalnya.
Netanyahu dan para pejabat Israel juga terus mengusulkan pengusiran total warga Palestina dari Gaza. Sebagian mengusulkan berbagai negara menerima orang-orang yang kini berada di Gaza. Sebagian lagi mengusulkan dibuat pulau khusus untuk menampung penduduk Gaza sekarang.
Alasan penolakan
Adnan Abu Odeh menyebut, setidaknya dua alasan Israel menolak Solusi Dua Negara. Mantan Wakil Tetap Jordania di PBB itu menyebut, Israel proyek ideologis nasionalis Yahudi beberapa dekade lalu. Tujuan proyek itu mencari lokasi yang bisa diklaim sebagai tanah air dan didiami anggota kelompok itu.
Mantan penasihat Raja Jordania itu juga mengatakan, penolakan juga dipicu dukungan tanpa syarat AS pada Israel. Para pengambil keputusan penting di AS berhubungan dekat dengan Israel.
Akibatnya, mereka menutup mata pada apa pun ulah Israel. AS konsisten menolak upaya Dewan Keamanan PBB menghentikan ulah Israel. Sokongan itu hasil lobi kelompok Yahudi dan sejumlah fundamentalis Kristen AS.
Baca juga: Givat Eitam, Pelanggaran Norma Internasional dan Apartheid Baru
Sokongan AS berkaitan dengan alasan ketiga penolakan Israel. Sokongan AS membuat Israel unggul dibandingkan dengan berbagai negara lain di kawasan. ”Keunggulan ini membuat para pemimpin politik Israel merasa bahwa mereka bisa mewujudkan mimpinya menduduki sisa wilayah yang saat ini dihuni oleh rakyat Palestina. Mereka berpikir bahwa sebentar lagi mimpi mereka terwujud,” katanya.
Bagi Direktur Program Timur Tengah pada CSIS Washington DC Jon B Alterman, situasi itu wujud dukungan rendah pada perdamaian. Sebagian pihak di Israel terus memupuk kebencian pada Palestina.
Bahkan, Netanyahu mengindikasikan tidak hanya akan mencaplok seluruh Palestina. Ia juga mau menduduki Lebanon, Suriah, dan Jordania. ”Ini bukan dasar untuk membangun kemitraan,” kata Alterman.
Mantan Menlu Jordania Marwan Muasher mengatakan, perubahan tidak hanya diperlukan di Israel. Pemerintahan di Palestina juga perlu diganti jika mau membawa situasi berbeda dalam konflik.
Pemerintahan baru Israel diharapkan siap membatalkan permukiman ilegal di Tepi Barat dan Dataran Tinggi Golan. Sementara pemerintahan baru Palestina diharapkan bisa diterima dan mengendalikan seluruh wilayah Palestina.
Otoritas Palestina, menurut Muasher, dalam posisi terlemah sejak berdiri. Otoritas Palestina praktis tidak bisa berbuat banyak dan sulit dianggap mewakili Palestina. Adapun Hamas semakin aktif dan sulit diabaikan. (AFP/REUTERS)