Perusahaan Boeing didera krisis kepercayaan. Ini buah dari etos kerja yang ditinggalkan.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·5 menit baca
SEATAC, RABU — Sejumlah maskapai penerbangan di Amerika Serikat mengutarakan kekecewaan terhadap perusahaan pembuat pesawat Boeing. Setidaknya, selama enam tahun terakhir, pesawat-pesawat Boeing mengalami masalah yang beberapa di antaranya mengakibatkan kecelakaan fatal. Merugi, maskapai-maskapai itu mempertimbangkan kembali membeli unit pesawat baru dari Boeing.
Kekecewaan diungkapkan Direktur Utama Alaska Airlines Ben Minicucci dalam wawancara dengan stasiun berita NBC yang ditayangkan pada Selasa (23/1/2024) malam waktu setempat atau Rabu (24/1/2024) pagi waktu Indonesia. ”Saya kecewa dan marah karena Boeing tidak kunjung memperbaiki kualitas mereka secara internal,” tutur Minicucci.
Sementara Direktur Utama United Airlines Scott Kirby mengatakan semakin menyangsikan mutu Boeing. Baik United maupun Alaska terpaksa mengandangkan seluruh pesawat Boeing 737 Max 9 mereka dengan jumlah total 140 unit. Apabila digabung dengan Max 9 dari maskapai-maskapai lain, ada 171 pesawat yang dilarang terbang.
Penyebabnya ialah kejadian pada 5 Januari 2024 ketika salah satu panel pesawat Alaska Airlines jebol di ketinggian 4.900 meter. Beberapa penumpang hampir tersedot keluar. Beruntung pilot bisa segera mendarat darurat. Gara-gara itu, maskapai-maskapai penerbangan di AS yang menggunakan 737 Max 9 mengandangkan pesawat mereka sampai ada pemeriksaan menyeluruh. Praktis mereka mengalami kerugian karena tidak bisa beroperasi.
”Setidaknya, selama tiga bulan pertama tahun ini kami merugi. Kami juga mengadakan rapat internal untuk mempertimbangkan apakah masih perlu melanjutkan pemesanan unit-unit pesawat Boeing terbaru,” kata Kirby kepada CNBC.
Ia menjelaskan, pengubahan atau pembatalan pesanan itu akan berdampak besar terhadap maskapai United. Ukuran pesawat menentukan jarak dan rute yang bisa ditempuh maskapai. Misalnya, dengan Boeing Max 10 yang berukuran besar, United berharap bisa terbang ke tujuan yang lebih jauh dan mengangkut lebih banyak penumpang. Apabila mereka membatalkan pesanan atau mengalihkannya ke perusahaan lain, ada risiko perusahaan itu harus mengubah jalur penerbangan yang direncanakan jika pesawat yang sesuai tidak didapatkan.
Kami juga mengadakan rapat internal untuk mempertimbangkan apakah masih perlu melanjutkan pemesanan unit-unit pesawat Boeing terbaru.
Max adalah pemutakhiran Boeing atas pesawat 737 yang sangat populer dipakai berbagai maskapai di dunia. Akan tetapi, Max memiliki sejarah kinerja yang buruk. Max 8 mengalami dua kecelakaan fatal, di Indonesia dan Etiopia, yang mengakibatkan seluruh penumpang dan awak yang berjumlah 346 orang tewas. Operasi dan produksi seri Max 8 pun dihentikan.
Direktur Pesawat Komersial Boeing Stan Deal meminta maaf kepada Alaska, United, dan maskapai-maskapai lain yang mempertimbangkan kembali pembelian pesawat mereka. Di pabrik Boeing di Renton, Negara Bagian Washington, seluruh produksi berhenti karena fokus kepada evaluasi, mulai dari teknis hingga sistem kerja.
Selain Boeing, Badan Pengelola Penerbangan AS (FAA) juga menginstruksikan agar Spirit AeroSystem berhenti produksi sementara. Ini perusahaan pemasok onderdil ke Boeing. Panel yang jebol itu merupakan buatan Spirit AeroSystem.
Pada Rabu ini, Direktur Utama Boeing Dave Calhoun direncanakan berada di Washington DC. Ia akan menghadapi sidang pemeriksaan oleh Senat AS di Gedung Capitol. Senat ingin menanyakan penyebab jebolnya panel Alaska Airlines dan mutu kinerja Boeing dalam penjaminan keselamatan. Sejauh ini, Calhoun mengatakan, insiden pesawat Alaska itu kasuistis.
Laba versus mutu
Pengamat penerbangan AS, Bill Saporito, menulis di kolom opini surat kabar New York Times edisi 23 Januari 2024 bahwa kejatuhan Boeing ini karena perusahaan yang dulu mengedepankan mutu sekarang mengutamakan laba. Ia menjelaskan, semua berubah ketika Boeing bergabung dengan perusahaan pesawat lain, McDonnell-Douglas, pada akhir tahun 1990-an. Kedua perusahaan itu memiliki nilai dan budaya kerja yang berbeda.
Boeing sejak didirikan oleh William Boeing pada 1916 dikenal sangat ketat dalam mengutamakan mutu. Para insinyur dan karyawannya memiliki etos kerja yang mengedepankan keselamatan dan kenyamanan. Inovasi tanpa jaminan keselamatan tidak dilakukan di perusahaan tersebut. Ini yang membuat Boeing, setelah Perang Vietnam berakhir pada 1975, bisa beralih dari pembuat pesawat tempur menjadi pesawat komersial dengan mulus dan mendominasi pasar.
Sebaliknya, McDonnell-Douglas terkenal sebagai perusahaan yang irit dan minim inovasi. Menurut Saporito, McDonnell-Douglas mementingkan laba dan kenaikan harga saham. Perusahaan ini mau mengurangi berbagai aspek kenyamanan ataupun teknis demi menghemat biaya operasional, asal meningkatkan pendapatan. Akan tetapi, justru karena kinerja seperti ini McDonnell-Douglas akhirnya mengalami kepailitan.
”Kesalahan dalam merger Boeing dengan McDonnell-Douglas (MD) ialah mengizinkan orang-orang MD memegang jabatan struktural di Boeing. Ini benar-benar merombak etos kerja di Boeing karena sekarang semua mengedepankan uang,” papar Saporito.
Berdasarkan berbagai media penerbangan, pesawat Boeing 777 adalah generasi terakhir yang asli diproduksi oleh Boeing sebelum bergabung dengan MD.
Merger itu memperkenalkan sistem baru kepada Boeing, yakni menggunakan pihak luar sebagai pemasok onderdil ataupun bagian-bagian pesawat. Alasannya agar para insinyur dan teknisi di Boeing fokus kepada inovasi. Suku cadang atau bagian pesawat yang dianggap tidak terlalu canggih tidak perlu diproduksi sendiri oleh Boeing.
Namun, dalam laporan surat kabar Wall Street Journal, pada 2001 dan 2005, para insinyur Boeing mengeluarkan buku putih keamanan pesawat. Mereka memperingatkan bahwa menggunakan pihak luar untuk memproduksi bagian pesawat Boeing sangat berisiko, bahkan berbahaya.
”Perusahaan-perusahaan luar ini tidak bekerja dengan nilai-nilai Boeing. Penjaminan mutu akan sulit dilakukan” demikian isi buku putih tersebut.
Saporito menjelaskan, dalam aspek pengelolaan perusahaan, di Boeing juga banyak gejolak internal. Perusahaan ini sudah dua kali mengganti kantor utamanya dalam dua dasawarsa. Pabrik mereka juga berpindah. Ini berpengaruh kepada kelancaran produksi.
Kesalahan terbesar Boeing, lanjut dia, ialah ketika pada 2011 Direktur Utama W James McNerney mempercepat produksi 737 Max, padahal uji inovasi belum selesai. Alasannya, McNerney tidak mau Boeing ketinggalan dari Airbus yang di ambang peluncuran pesawat bertipe serupa.
”Pemaksaan percepatan peluncuran Max ini membuka pintu berbagai bencana yang sekarang harus dibayar oleh Boeing,” kata Saporito. (AP/Reuters)