Paus Fransiskus: Kultur Kematian Berkembang Tak Terkendali
Paus Fransiskus prihatin atas munculnya konflik dan perpecahan baru di banyak wilayah di dunia.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
VATIKAN, SELASA — Pemimpin umat Katolik dunia, Paus Fransiskus, prihatin atas makin meluasnya konflik dan perpecahan. Situasi itu digambarkan sebagai meluasnya kultur kematian. Dia juga mengatakan, secara tak sadar, sedikit demi sedikit manusia telah memasuki Perang Dunia III.
Keprihatinan mendalam itu disampaikan Paus dalam pidatonya di hadapan korps diplomatik yang bertugas untuk Takhta Suci Vatikan, Senin (8/1/2024). Dalam pertemuan yang digelar di Aula Benediktus itu, hadir pula Duta Besar Indonesia untuk Takhta Suci Michael Trias Kuncahyono.
Dalam pidatonya yang mengambil tema sentral perdamaian, Paus menegaskan bahwa setiap individu dan negara bertanggung jawab untuk memupuk dan mengupayakan perdamaian. ”Perdamaian pada dasarnya adalah anugerah Tuhan karena Dia-lah yang mewariskan kedamaian-Nya kepada kita. Karena itu, tanggung jawab kita sekalian untuk memelihara dan memupuknya,” kata Paus, dikutip dari laman Vatican News.
Paus menyoroti berbagai konflik dan perang yang terjadi di banyak bagian bumi, di antaranya perang di Gaza, Ukraina, hingga Myanmar. Paus mengatakan, perang telah membawa banyak korban dan kehancuran.
Di Gaza, perang antara Israel dan Hamas telah menewaskan lebih dari 22.000 warga Palestina. Sementara itu, di Ukraina setidaknya 10.000 warga sipil tewas. Untuk itu, Paus mendesak diterapkannya gencatan senjata, pembebasan semua sandera, dibukanya akses bantuan kemanusiaan tanpa syarat bagi rakyat Palestina.
Paus pun kembali menegaskan dukungannya pada ”solusi dua negara” dengan status atas kota Jerusalem yang mendapat jaminan internasional demi terciptanya perdamaian dan keamanan abadi.
Situasi di Ukraina juga tak kunjung membaik setelah Rusia menginvasi negara kecil tersebut, Februari 2022. Selain menyebabkan korban jiwa, perang di Ukraina juga menyebabkan 6,2 juta mengungsi ke luar Ukraina.
Paus juga mengatakan, dalam konflik itu, pelanggaran hukum humaniter terus terjadi. Di lapangan, para pihak yang berkonflik, dalam pandangannya, tak lagi bisa membedakan antara tujuan militer dan sipil. Dia menyesalkan tindakan para pihak berkonflik yang menyerang penduduk sipil tanpa pandang bulu. Paus mengingatkan, setiap pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional adalah kejahatan perang. ”Peristiwa di Ukraina dan Gaza adalah bukti nyata,” katanya.
Dia juga mengingatkan bahwa setiap warga sipil yang menjadi korban bukanlah semata kerusakan tambahan. Mereka adalah manusia, laki-laki, perempuan, anak-anak, yang memiliki nama dan menyandang nama keluarga.
Selain menyoroti dua perang tersebut, dalam pidatonya, Paus secara khusus menyebut krisis di Myanmar, Suriah, Lebanon, serta sejumlah negara Afrika. Paus mengatakan, penderitaan yang dialami warga Rohingya perlu segera dihentikan. Dia meminta agar setiap upaya yang dilakukan diarahkan untuk memberi harapan bagi masa depan generasi muda Rohingya.
Terkait meluasnya perang, Paus lantas menekankan pentingnya perlucutan senjata. Menurut dia, perang, secara tidak langsung, adalah bagian dari industri senjata. Perang menjadi palagan untuk menguji senjata-senjata yang tengah dikembangkan. Karena itu, Paus menyarankan agar dana untuk pengembangan persenjataan dialihkan pada hal lain yang lebih berguna bagi kemanusiaan.
”Berapa banyak nyawa yang bisa diselamatkan dengan sumber daya yang saat ini disalahgunakan untuk persenjataan. Di sini saya mengulangi usulan saya agar dana global dibentuk untuk menghilangkan kelaparan dan mendorong pembangunan berkelanjutan di seluruh planet ini,” katanya.
Pernyataan Paus menguatkan pernyataan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres pada akhir September 2023. Dalam pernyataan pada Hari Penghapusan Total Senjata Nuklir Internasional, Guterres mengatakan, perlombaan senjata makin mengkhawatirkan. ”Arsitektur perlucutan senjata dan nonproliferasi global sedang terkikis. Persenjataan nuklir sedang dimodernisasi untuk menjadikan senjata ini lebih cepat, lebih akurat, dan lebih sulit dilacak. Pedang nuklir kembali diasah. Ini hal yang buruk. Kita harus membalikkan situasi ini,” katanya.
Saat ini, total hulu ledak nuklir yang dimiliki Inggris, China, Perancis, India, Israel, Korea Utara, Pakistan, Rusia, dan Amerika Serikat berjumlah 12.512 buah, turun 1,6 persen ketimbang tahun sebelumnya. Meski begitu, persaingan dan potensi konflik antarnegara pemilik hulu ledak nuklir tidak berkurang, bahkan semakin menjadi-jadi.
Jalan damai
Seusai mengikuti pertemuan dengan Paus Fransiskus, Trias mengatakan, setidaknya ada enam jalan yang disampaikan Paus untuk menciptakan dan memupuk perdamaian. Pertama, menghormati kehidupan. Kedua, menghormati hak-hak asasi manusia, dan ketiga adalah dialog harus menjiwai komunitas internasional.
”Selanjutnya, keempat, adalah melalui dialog politik dan sosial. Sebab, dialog merupakan dasar bagi hidup berdampingan secara damai dalam komunitas politik modern saat ini. Kelima, jalan perdamaian juga harus melalui dialog antar-agama, termasuk perlindungan terhadap kebebasan beragama dan penghormatan terhadap kelompok minoritas,” tulis Trias dalam pesan pendeknya.
”Yang terakhir atau keenam, jalan menuju perdamaian adalah melalui pendidikan, yang merupakan sarana utama untuk investasi masa depan dan generasi muda.” (AFP/REUTERS)