Konflik, Kudeta, hingga Terorisme Jadi ”Koktail Mematikan” di Benua Afrika
Afrika tidak kunjung membaik. Konflik yang terus terjadi, kelompok teror yang semakin menebar ketakutan hingga kudeta membuat rakyat nyaris tak mendapat jeda untuk merasakan damai.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
NAIROBI, JUMAT — Benua Afrika kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi mereka menuai keuntungan ekonomi dari populasi muda dan reformasi ekonomi, tetapi di sisi lain benua ini juga harus menghadapi maraknya konflik internal dan merebaknya kelompok teror yang menghambat pertumbuhan.
Fenomena dan potret terkini di Afrika itu disampaikan oleh Presiden Kenya Uhuru Kenyatta dan Presiden Ghana Nana Akufo-Addo dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB tentang kerja sama Uni Afrika, Kamis (28/10/2021). Pertemuan ini dilakukan secara virtual.
Selain menyoroti peluang dan tantangan 54 negara di benua Afrika, pertemuan tersebut juga menyoroti soal masih rendahnya tingkat vaksinasi Covid-19. Hingga kini, kurang dari 5 persen dari penduduk di Afrika yang sudah mendapat vaksinasi Covid-19.
Presiden Ghana Akufo-Addo mengatakan, sebagian negara Afrika masih terus menghadapi aneka ancaman, mulai dari ancaman terhadap integritas teritorial hingga ancaman serius pada warga sipil mereka. Instabilitas di negara-negara itu diperparah oleh pertarungan kepentingan tidak hanya di kalangan aktor-aktor internal di wilayah konflik, tetapi juga aktor-aktor dari luar benua.
Tren yang mengkhawatirkan di Afrika. Demikian kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam paparannya yang dibacakan oleh Wakil Sekjen PBB Amina Mohammed. Masih terlalu banyak negara di benua itu dilanda kudeta militer. Bulan ini, misalnya, kudeta militer tersebut melanda Sudan.
Kenyatta mengatakan, jatuhnya Pemimpin Libya Moammar Khadafi pada 2011 dalam gerakan massa, yang didukung oleh pasukan sekutu NATO, telah membuat situasi di kawasan berubah setidaknya dalam satu dekade terakhir. Libya terpecah. Kelompok-kelompok teror, semisal Al Qaeda dan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), bangkit. Tak ketinggalan, kelompok-kelompok teror domestik yang dibiayai oleh aktor terorisme internasional semakin mengacaukan situasi
”Semua ini menimbulkan tantangan sosial dan ekonomi yang berat bagi rakyat Afrika,” ujar Kenyatta.
Afrika semakin terbenam dalam kemiskinan. Kenaikan gelombang kudeta di sejumlah negara semakin memperburuk keadaan. Situasi ini diperburuk dengan gelombang kudeta di sejumlah negara Afrika.
”Situasi sekarang ini telah menjerumuskan kembali sejumlah negara di Afrika ke dalam jurang kemiskinan, yang telah mereka coba tinggalkan selama dua dekade terakhir akibat pertumbuhan ekonomi,” ujar Kenyatta.
Selain itu, Kenyatta menambahkan, dampak perubahan iklim juga sangat terasa di Afrika. Dampaknya semakin memperburuk situasi sosial-ekonomi. Tidak jarang meletup gesekan akibat perebutan sumber daya.
Menurut Kenyatta, seperti Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet, ”kekosongan” yang ditimbulkan oleh berbagai kekacauan itu memancing aktor-aktor baru dari luar untuk ikut bermain di Afrika. Krisis semakin dalam, menyeret benua itu ke tengah pertarungan geopolitik. ”Disayangkan, persaingan itu mengorbankan nyawa rakyat Afrika dan stabilitas kami,” katanya.
Bak koktail mematikan
Akufo-Addo, Presiden Ghana, memberikan gambaran kekacauan situasi lebih detail di Afrika. Ia merujuk apa yang saat ini tengah terjadi di Sahel, kawasan Danau Chad, serta di sebagian wilayah timur, utara, dan tengah Afrika. Di kawasan-kawasan tersebut konflik terus berlangsung. Upaya destabilisasi oleh kelompok-kelompok teror dan kelompok-kelompok yang mencari keuntungan seolah tak pernah berhenti.
Seluruh situasi tersebut, menurut Akufo-Addo, bagaikan minuman koktail yang mematikan dan menyengsarakan secara sosial, ekonomi, politik, dan keamanan. Perebutan kekuasaan pemerintahan itu, misalnya, melanda Mali, Chad, Guinea, dan terakhir ini Sudan.
Sekjen PBB Guterres mencatat hal yang sama. Fenomena yang terjadi di Afrika benar-benar mengkhawatirkan. Kudeta yang silih berganti, konflik berkepanjangan, seperti terjadi di wilayah Tigray dan banyak wilayah lain di Afrika, serta pertumbuhan milisi bersenjata serta ancaman dari kelompok teror, seperti Al Qaeda, NIIS, dan Boko Haram, seolah terus mencengkeram Afrika.
Akufo-Addo mencatat, lebih dari 70 persen isu konflik yang diangkat sebagai agenda sidang Dewan Keamanan PBB terkait dengan Afrika.
Meski demikian, di tengah keterpurukan saat ini, Guterres juga melihat ada perkembangan positif dan melegakan di sejumlah kawasan. Dia merujuk, misalnya, berjalannya pemilu yang relatif damai di Burkina Faso serta peralihan kekuasaan secara damai di Nigeria dan Zambia pasca-pemilihan presiden.
Guterres menyatakan, masih banyak individu di Afrika yang bertekad kuat tanpa henti untuk mewujudkan Afrika yang lebih makmur, damai, dan berkelanjutan. Dia menyebut kerja Uni Afrika dan PBB dalam proses perjanjian gencatan senjata di Libya dan proses perundingan Bendungan Renaissance yang melibatkan tiga negara, yaitu Mesir, Sudan, dan Etiopia.
Pencegahan konflik
Kenyatta dan Akufo-Addo mengatakan, Uni Afrika telah berinisiatif beberapa program untuk mencegah konflik, menciptakan perdamaian, dan melawan kelompok teror. Salah satunya adalah pelaksanaan kampanye Silence The Guns untuk mencegah konflik diperpanjang dari tahun 2020 menjadi hingga tahun 2030.
Menurut Akufo-Addo, kekurangannya adalah minimnya solidaritas global dan kemauan berbagi beban. Ia mengusulkan peningkatan konsultasi antara PBB dan Uni Afrika. Dalam konsultasi ini, diharapkan akar-akar pemicu konflik, seperti sedikitnya lapangan pekerjaan bagi anak-anak muda dan terkucilnya perempuan, bisa lebih diperhatikan.
Selain itu, Uni Afrika juga perlu lebih mempromosikan diplomasi pencegahan (preventive diplomacy) konflik. ”Upaya pencegahan ini kurang dihargai, padahal mengeluarkan biaya 1 dollar untuk mencegah konflik, nilainya bisa 10 kali lipat dari biaya yang harus dikeluarkan untuk memadamkan konflik saat konflik meledak,” ujar Akufo-Addo.
Kenyatta menambahkan, perlu ada tindakan berani oleh PBB, AU, dan kelompok-kelompok regional untuk memperbarui ”arsitektur keamanan” Afrika. ”Bersama-sama, kita dapat membantu negara-negara dan wilayah Afrika mengatasi ketidakamanan di Sahel, Tanduk Afrika, Afrika bagian tengah, dan di negara-negara yang menghadapi kelompok-kelompok pemberontak dan teroris yang berbahaya,” katanya. (AP)