PBB Gagal Jawab Kebutuhan Gaza, AS Semakin Terisolasi
Banyak pihak menilai AS menerapkan standar ganda. Sebab, AS mendukung Israel tanpa syarat apa pun. Serangan Israel yang didukung AS menyebabkan kematian dan penderitaan massal warga sipil Palestina.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
NEW YORK, SABTU — Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa soal Gaza, yang ditolak Hamas dan Israel, nyaris tidak bermakna. Resolusi dinilai wujud terbaru kegagalan menjawab kebutuhan Gaza saat ini.
Lewat pemungutan suara pada Jumat (22/12/2023) sore waktu New York atau Sabtu pagi WIB, DK PBB akhirnya menyepakati resolusi soal Gaza. Anggota tetap DK PBB, Amerika Serikat dan Rusia, abstain dalam pemungutan suara itu. Sebelumnya, DK PBB berulang kali gagal mengesahkan resolusi soal Gaza karena terus diveto AS.
Direktur Eksekutif Dokter Lintas Batas (MSF) Biro AS Avril Benoit menyebut, resolusi itu nyaris tidak bermakna. ”Resolusi gagal menjawab kebutuhan Gaza saat ini: gencatan senjata segera. Resolusi ini dilemahkan hingga ke tahap nyawa warga Gaza nyaris dianggap tidak bermakna,” ujarnya.
Ia menyebut, serangan Israel yang didukung AS menyebabkan kematian dan penderitaan massal warga sipil Palestina. Serangan itu tidak sesuai hukum dan norma internasional. Ironisnya, DK PBB amat lamban bertindak.
”Sulit dipahami di tengah bencana kemanusiaan yang terelakkan, DK PBB menghabiskan berhari-hari untuk berbeda pendapat soal sesuatu yang seharusnya tersedia sejak awal krisis: memastikan kelancaran bantuan kemanusiaan ke Gaza,” ujarnya.
Lingkungan kondusif
Ia mengingatkan, pasokan bantuan kemanusiaan ke Gaza bukan sekadar menambah jumlah truk pengangkut. Persoalan itu bukan pula membuat mekanisme distribusi baru. ”Hal terpenting adalah menghadirkan lingkungan kondisif untuk pasokan,” ujarnya.
Hamas juga menyebut resolusi itu tidak cukup bermakna. Sebab, resolusi itu tidak mendorong penghentian perang. ”Selama lima hari ini, Pemerintah AS bekerja keras mengosongkan inti resolusi dan menghasilkan formula lemah,” demikian pernyataan tertulis Hamas.
Sementara Wakil Tetap Israel di PBB Gilad Erdan menyebut, PBB terlalu fokus pada pengiriman bantuan ke Gaza. PBB dinilai tidak perhatian pada sandera yang ditawan Hamas sejak 7 Oktober 2023.
Ada pun Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen mengatakan, negaranya akan tetap menyerang Gaza. Israel berkeras setiap truk pengangkut bantuan kemanusiaan di Gaza harus diperiksa pasukan Israel.
Sementara Wakil Tetap AS di PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan, resolusi itu hal mendesak. ”Resolusi ini memperlihatkan betapa parahnya krisis ini dan menyerukan kita semua untuk berbuat lebih banyak,” katanya.
Perubahan naskah
Pemungutan suara terjadi setelah beberapa perubahan signifikan dalam rancangan naskah resolusi. Oleh banyak pihak, resolusi yang akhirnya disahkan itu terlalu lunak.
Resolusi itu, antara lain, tidak membahas soal penghentian kekerasan. Resolusi juga tidak membahas hal-hal lain untuk penghentian pertempuran dalam jangka panjang. Padahal, berbagai pihak memandang penghentian pertempuran amat diperlukan untuk kelancaran pasokan bantuan kemanusiaan.
Dalam naskah resolusi hanya ada seruan untuk kelancaran pasokan bantuan. Walakin, tidak dijelaskan bagaimana langkah nyata untuk mencapai itu. Sejumlah diplomat menyebut resolusi itu rujukan pertama dari DK PBB untuk penghentian pertempuran.
Wakil Tetap Palestina di PBB Riyad Mansour menyebut, PBB terlalu lama untuk mengeluarkan pernyataan soal penghentian kekerasan. Butuh hampir tiga bulan bagi PBB untuk mengeluarkan pernyataan tidak langsung soal penghentian perang.
Meski demikian, ia memandang resolusi itu awal dari arah yang tepat. Selanjutnya, perlu pelaksanaan segera dan tekanan besar untuk menerapkan gencatan senjata.
Isi naskah
Resolusi itu menyesalkan semua serangan terhadap warga dan fasilitas sipil oleh siapa pun. Resolusi juga menyesalkan segala jenis kekerasan terhadap warga sipil. Ada juga tuntutan pembebasan semua orang yang ditahan Israel dan Hamas, apa pun sebutannya.
Soal bantuan, resolusi menolak agar pengiriman pasokan dipantau pihak ketiga. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres diminta menunjuk koordinator PBB untuk memverifikasi bantuan. Koordinator diharapkan segera menyusun mekanisme untuk mempercepat penyaluran bantuan.
AS tidak merintangi resolusi DK PBB setelah kini, menurut sejumlah pihak, semakin terisolasi di panggung internasional. Koran The New York Times melaporkan, sejumlah pejabat AS mengakui ada kemarahan global atas pembelaan AS pada Israel. ”Tidak ada pejabat AS yang menyukai situasi ini,” kata peneliti senior International Crisis Group kantor New York, Richard Gowan.
Mantan Duta Besar AS di Yaman Barbara Bodine menyebut negaranya terisolasi. Direktur Institut Kajian Diplomasi di Universitas Georgetown itu menyebut, AS kini seperti Rusia kala menyerbu Ukraina. ”Bagi banyak teman dan sekutu, hal ini sangat kontras dengan tanggapan kami terhadap Ukraina,” katanya.
Bodine mengatakan, banyak negara sisi selatan Bumi menilai AS telah menerapkan standar ganda. Sebab, AS mendukung Israel tanpa syarat apa pun.
Gowan mengingatkan, kondisi itu menguntungkan Rusia. ”Mereka (Rusia) memakai setiap kesempatan untuk membicarakan standar ganda AS,” ujarnya.
Bagi banyak orang, kini Rusia dipandang pembela hukum internasional. Sementara AS menjadi pelanggarnya. Hal itu dipicu penolakan Rusia mendukung Israel secara membabi buta. (AFP/REUTERS)