Balon cuaca itu masih diselidiki jika ada hubungan dengan niat China menggiring pemilu Taiwan tahun depan.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
TAIPEI, JUMAT — Balon pengawas dari China terdeteksi terbang memasuki wilayah Taiwan pada Kamis (7/12/2023). Wahana angkasa ini kemudian disusul dengan intrusi pesawat-pesawat militer China ke wilayah pertahanan udara Taiwan. Wilayah otonom ini akan menyelenggarakan pemilihan presiden pada Januari 2024 dan mereka menuduh Beijing berusaha mengganggu jalannya pesta demokrasi tersebut.
Keberadaan balon itu diumumkan Kementerian Pertahanan Taiwan di Taipei, Jumat (8/12/2023). Dilansir oleh kantor berita Central News Agency, balon itu ditangkap radar melintasi garis tengah Selat Taiwan pada Kamis pukul 11.52 waktu setempat dan melayang di bagian timur laut Taiwan di ketinggian 6.400 meter di atas permukaan laut.
”Setelah terbang ke arah timur selama satu jam, balon itu menghilang dari pandangan pada pukul 12.55,” demikian bunyi pernyataan Kemhan Taiwan.
Menhan Chiu Kuo-cheng mengatakan, Kemhan masih menyelidiki kegunaan balon tersebut. Ada kemungkinan itu balon pemantau cuaca yang melayang ke Taiwan karena terembus angin monsun. Balon jenis itu dipakai untuk menghimpun data meteorologi untuk penelitian, misalnya mengenai arah dan kecepatan angin.
Pada Kamis hingga Jumat pagi, Kemhan Taiwan juga mendeteksi 26 unit pesawat militer China melintasi garis tengah Selat Taiwan. Sebanyak 15 unit di antaranya bahkan memasuki wilayah identifikasi pertahanan udara Taiwan. Pesawat-pesawat itu, antara lain, terdiri dari jet tempur Sukhoi 30, J-10, dan pesawat pengangkut Shaanxi Y-9. Angkatan Udara Taiwan mengerahkan pesawat untuk menghalau pesawat-pesawat China tersebut.
Setelah terbang ke arah timur selama satu jam, balon itu menghilang dari pandangan pada pukul 12.55.
Pakar dari Pusat Penelitian Pertahanan dan Keamanan Nasional Taiwan, Su Tzu-yun, menuturkan, sebelumnya sempat ada beberapa kejadian balon cuaca China masuk ke wilayah Taiwan. Otoritas Taiwan menyimpulkan balon-balon itu tidak mengancam Taiwan. Namun, belakangan ini, masuknya balon-balon cuaca China itu tidak boleh diremehkan. Menurut Su, Taiwan sekarang meningkatkan kewaspadaan karena ada risiko bahwa balon itu memang disengaja agar memasuki wilayah Taiwan.
”Ada kemungkinan balon itu kiriman dari Palagan Timur Tentara Pembebasan Rakyat China yang dipakai untuk melakukan pelecehan politik terhadap Taiwan,” ujar Su.
Ia menyitir kejadian pada Februari 2023 ketika balon serupa memasuki wilayah Amerika Serikat. Balon itu mengangkut peralatan elektronik yang berat dan melayang di atas salah satu pangkalan militer AS. Washington kemudian mengerahkan jet tempur F-16 untuk menembak balon tersebut.
Gara-gara kejadian itu, terjadi kerusuhan diplomatik AS dengan China. Beijing bersikeras itu balon cuaca dan menuduh Washington bertindak berlebihan dan memperkeruh suasana. Padahal, hubungan kedua negara sedang berada di titik rendah dan berdampak kepada perekonomian dunia. Pada Juni 2023, Departemen Pertahanan AS (Pentagon) mengeluarkan pernyataan bahwa balon itu tidak mengumpulkan data intelijen AS.
Campuri pemilu
Sementara itu, kantor berita Reuters menerima salinan berkas dari intelijen Taiwan mengenai rapat khusus yang diadakan oleh para pejabat senior China. Tujuan rapat untuk menggiring pemilihan presiden dan legislatif Taiwan yang akan berlangsung pada 13 Januari 2024. Reuters menghubungi Pemerintah China untuk memverifikasi laporan, tetapi tidak ditanggapi.
Menurut laporan tersebut, Beijing berusaha menggiring rakyat Taiwan agar memilih para kandidat yang memiliki kedekatan dengan China. Rapat dipimpin oleh Wang Huning, Wakil Ketua Komisi Pusat Urusan Taiwan di Partai Komunis China. Secara struktur, Wang adalah orang nomor empat di pemerintahan China. Turut hadir dalam rapat itu perwakilan dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keamanan Publik.
Strategi penggiringan opini publik ini dilakukan melalui kampanye di media sosial dan media arus utama. Unit perang psikologis dari Tentara Pembebasan Rakyat yang dikenal dengan sebutan ”Basis 311” dilibatkan dalam merumuskan isi serta cara kampanye. Selain itu, juga digenjot program pertukaran lokakarya dengan para politikus Taiwan. Hal ini didukung dengan pemberian korting untuk tiket pesawat.
Narasi yang digaungkan oleh China adalah apabila Partai Demokratik Progresif (DPP)—otoritas Taiwan sekarang yang prokemerdekaan—menang, Taiwan akan berperang dengan China. Taktik ini bertujuan menciptakan ketakutan di kalangan rakyat Taiwan sehingga mereka memilih calon-calon yang lebih ramah terhadap China guna menghindari pertempuran.
Sejauh ini, calon presiden dari DPP, Lai Ching-te, yang juga menjabat sebagai Wakil Presiden Taiwan, masih memimpin dalam jajak pendapat pilpres dibandingkan dengan dua calon lain. Beijing memasukkan Lai beserta Presiden Taiwan Tsai Ing Wen dan Menteri Luar Negeri Joseph Wu ke dalam daftar hitam atas tuduhan separatisme dan penghasutan masyarakat.
Beijing menganggap perilaku para politikus DPP membahayakan Prinsip Satu China yang menyebutkan Taiwan merupakan provinsi otonomi China, terlepas Taiwan memiliki pemerintahan eksekutif, yudikatif, dan legislatif tersendiri. Selama dua periode pemerintahan Tsai, Taiwan memperbanyak kerja sama militer dengan Amerika Serikat dan negara-negara Barat yang membuat China marah. Sebagai balasan, intrusi di Selat Taiwan kian sering terjadi.
Menlu Wu dalam wawancara dengan majalah Time edisi 6 Desember 2023 mengatakan, satu-satunya cara menjaga perdamaian adalah dengan memiliki kemampuan dan kesiapan berperang. Ambisi Presiden China Xi Jinping untuk menyatukan Taiwan kembali ke China adalah pemicu Taiwan untuk meningkatkan kapasitas membela diri. (AFP/Reuters)