Putin ke Timur Tengah Bawa Agenda Tengahi Konflik Gaza
Rusia berminat jadi penengah konflik Israel-Hamas. Isu tersebut dibahas Putin saat bertemu pemimpin Arab Saudi dan UEA.
DUBAI, KAMIS – Selain agenda utama, yaitu membahas minyak dalam kerja sama OPEC+, dalam lawatannya ke Timur Tengah, Presiden Rusia Vladimir Putin juga memberi perhatian pada konflik di Gaza. Putin mendarat di Abu Dhabi, ibu kota Uni Emirat Arab lalu melanjutkan lawatannya ke Riyadh, Saudi Arabia, Kamis (7/12/2023). Lawatan ini adalah perjalanan pertamanya ke Timur Tengah sejak Rusia menyerang Ukraina pada tahun 2022.
Baca juga : Saudi di Antara AS dan Rusia
Di Riyadh, Putin bertemu dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS). Putin memuji hubungan Rusia-Saudi dengan mengatakan hubungan kedua negara itu telah mencapai tingkat lanjut. Terkait itu, Putin menambahkan, sangat penting bagi mereka untuk bertukar informasi dan penilaian mengenai apa yang terjadi di kawasan.
Pertemuan empat mata itu untuk membahas perang Israel-Hamas selain masalah sensitif lainnya dalam agenda internasional.
Menanggapi Putin, MBS mengatakan bahwa kerja sama Rusia-Saudi telah membantu memperkuat keamanan di Timur Tengah. “Interaksi dan kerja sama politik kita di masa depan pasti akan berdampak positif pada situasi global,” katanya.
Setelah pembicaraan yang melibatkan para pejabat dari kedua negara, Putin dan MBS melanjutkan menggelar pembicaraan empat mata saat acara makan malam. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, pertemuan empat mata itu untuk membahas perang Israel-Hamas selain masalah sensitif lainnya dalam agenda internasional.
Di Abu Dhabi, Putin juga menawarkan pembahasan mengenai konflik Timur Tengah dalam pertemuan awal dengan Presiden UEA Mohammed bin Zayed Al Nahyan. Selain itu, ia juga menawarkan untuk membahas kerja sama energi dan krisis Ukraina. Ia juga mengapresiasi UEA yang tahun ini menjadi tuan rumah perundingan iklim COP28. Dalam pertemuan tahunan tersebut, sejumlah pemimpin dunia hadir.
Dalam perspektif Rusia, Arab Saudi dan UEA memiliki peran penting dalam rangkaian perundingan internasional untuk menyelesaikan perang Israel-Hamas. Di sisi lain, kunjungan Putin ke Uni Emirat Arab dan Arab Saudi disambut dengan hangat. Dalam upacara penyambutan di Istana Qasr al-Watan di Abu Dhabi, sejumlah pesawat tempur UEA melintas dengan asap berwarna bendera Rusia. Sebelumnya, Menteri Luar Negeri UEA, Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan, menyambut Putin dengan tersenyum hangat saat Putin menuruni tangga pesawat kepresidenan Rusia.
Baca juga : Ambisi Putin di Balik ”Drone” Beraroma Roti
Sementara itu, saat menyambut Putin di Istana, Presiden UEA Mohammed bin Zayed Al Nahyan menyapanya dengan ramah. “Saya senang bertemu Anda lagi,” kata Sheikh Mohammed sambil duduk bersama Putin. Dalam pertemuannya dengan Putin, Al Nahyan mengatakan mereka membahas pentingnya memperkuat dialog dan kerja sama untuk menjamin stabilitas dan kemajuan.
Usai bertandang ke UEA dan Arab Saudi, Putin akan melanjutkan diplomasinya dengan menjamu Presiden Iran Ebrahim Raisi di Kremlin pada Kamis.
Posisi Rusia
Minat Rusia untuk menjadi penengah dalam perang Israel-Hamas itu terlihat dalam pernyataan Putin di Rusia pada Oktober 2023 lalu. Ia mengatakan, Moskwa dapat memainkan peran sebagai mediator dalam konflik di Gaza, berkat hubungan persahabatannya dengan Israel dan Palestina. “Tidak ada yang bisa mencurigai kami bermain-main dengan satu pihak,” katanya.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengeluarkan pernyataan resmi mengecam keras serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober. Namun pada saat yang sama, ia memperingatkan Israel agar tidak memblokade Jalur Gaza. Putin juga menyamakan pengepungan Israel terhadap Gaza dengan pengepungan Leningrad yang dilakukan pasukan Nazi Jerman selama Perang Dunia II.
Baca juga : Mesir-Israel-UEA Bergandengan Tangan Hadapi Isu Ukraina dan Nuklir Iran
Ia menyebut perang Israel itu sebagai kegagalan diplomasi AS. Dalam pernyataan itu, ia juga menuduh Washington memilih memberikan bantuan ekonomi kepada Palestina namun mengabaikan upaya membantu pembentukan negara Palestina. Seiring itu, Putin menyampaikan belasungkawa kepada Netanyahu namun juga menekankan perlunya penyelesaian damai melalui cara-cara politik dan diplomatik.
Posisi sebagai penengah dalam konflik di Gaza membuka peluang bagi Putin untuk menaikkan statusnya dan meningkatkan profilnya di dunia internasional.
Sikap Moskwa ini sempat mendapat pujian dari Hamas yang mengatakan mereka menghargai seruan Rusia untuk melakukan gencatan senjata. Sebagai imbalannya, pada 29 Oktober lalu, Hamas membebaskan sandera dua warga Rusia sebagai penghargaan terhadap Putin.
Pernyataan Rusia itu juga disambut positif di dunia Arab. Sebagian dunia Arab menuduh AS dan sekutunya mendukung Israel serta menutup mata terhadap korban sipil di Gaza.
Baca juga : Rusia Tingkatkan Serangan ke Ukraina, Moskwa Semakin Terisolasi
Izabella Tabarovsky, Penasihat Senior di Kennan Institute mengatakan, posisi sebagai penengah dalam konflik di Gaza membuka peluang bagi Putin untuk menaikkan statusnya dan meningkatkan profilnya di dunia internasional.
Agenda Opec+
Agenda utama lawatan Putin di Timur Tengah adalah membahas kerja sama mengenai harga minyak sebagai anggota OPEC+. Dikutip dari kantor berita Rusia, kerja sama akan berlanjut di dalam OPEC+, yang mencakup Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan negara-negara pengekspor minyak yang dipimpin Rusia. Pertemuan tersebut terjadi setelah jatuhnya harga minyak.
“Kami berbicara lagi tentang kerja sama dalam OPEC+,” kantor berita Interfax mengutip pernyataan Juru Bicara Kremlin Peskov. “Para pihak sepakat bahwa negara kita memikul tanggung jawab besar untuk berinteraksi guna menjaga pasar energi internasional pada tingkat yang tepat, dalam keadaan stabil dan dapat diprediksi,” katanya.
Putin mengatakan Rusia dan UEA bekerja sama sebagai bagian dari OPEC+ yang anggotanya memproduksi lebih dari 40 persen minyak dunia. Baik MBS maupun Putin membutuhkan harga minyak yang tinggi sebagai sumber utama untuk ekonomi kedua wilayah tersebut.
Baca juga : Rusia Alokasikan 40 Persen Anggaran Nasional untuk Perang
Kunjungan Putin ke Timur Tengah ini merupakan kunjungan langka. Sejak melancarkan serangan militer ke Ukraina, Pemimpin Rusia itu jarang melakukan lawatan ke luar negeri. Putin tidak datang ke pertemuan puncak BRICS di Afrika Selatan di tengah spekulasi bahwa dia mungkin ditangkap pada saat kedatangannya.
Spekulasi penangkapan ini terkait Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) yang menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Putin atas tuduhan bertanggung jawab secara pribadi atas penculikan anak-anak dari Ukraina selama perang. Baik UEA maupun Arab Saudi belum menandatangani perjanjian pendirian ICC yang berarti mereka tidak berkewajiban menahan Putin. (AP/REUTERS)