Mesir-Israel-UEA Bergandengan Tangan Hadapi Isu Ukraina dan Nuklir Iran
Mesir, Israel, dan UEA kini sama-sama berada dalam posisi sulit terkait isu perang Ukraina. Ketiga negara itu harus memikul beban risiko terganggunya hubungan dengan AS akibat sikap netral mereka dalam perang Ukraina.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·4 menit baca
Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett, dan Putra Mahkota Abu Dhabi Pangeran Sheikh Mohammed bin Zayed dari Uni Emirat Arab secara mendadak menggelar pertemuan puncak segitiga di kota wisata Sharm el-Sheikh, Mesir, Selasa (22/3/2022). Mesir, Israel, dan Uni Emirat Arab dikenal sebagai pemain utama di kawasan Timur Tengah dan sahabat dekat Amerika Serikat.
Terselenggaranya pertemuan segitiga tersebut, yang merupakan pertama kali, menunjukkan ada dinamika perkembangan internasional dan regional yang cukup serius. Harian Asharq al-Awsat edisi Rabu (23/3) menurunkan judul berita: ”Mesir, Israel, dan UEA membahas dampak perang Ukraina atas kawasan Timur Tengah”.
Harian terkemuka Mesir, Al Ahram, pada hari yang sama menurunkan berita berjudul ”Presiden El-Sisi, Putra Mahkota Abu Dhabi, dan PM Israel membahas perkembangan regional, internasional, isu energi, dan stabilitas pasar dunia”. Adapun laman harian Israel, The Jerusalem Post, Selasa (22/3) lalu, menurunkan dua artikel. Satu artikel berjudul ”Bennett, Sisi, dan MBZ mendiskusikan isu Iran dan kerja sama pertahanan”. Artikel yang lain berjudul ”Bennett, Sisi, dan MBZ kirim pesan kepada AS soal isu Iran”.
Tekanan judul media Arab dan Israel berbeda dalam mengupas pertemuan puncak di Sharm el-Sheikh itu. Media Arab, seperti Al Ahram dan Asharq al-Awsat, lebih menekankan isu internasional Ukraina daripada Iran. Adapun media Israel, The Jerusalem Post, memberi fokus pada isu Iran.
Perbedaan fokus media Arab dan Israel terkait isu pertemuan puncak segitiga itu suatu hal yang wajar. Israel lebih memberi fokus pada isu Iran karena bagi Israel, Iran merupakan tantangan dan sekaligus ancaman utama terhadap keamanan Israel saat ini dan mendatang. Adapun dunia Arab lebih panik oleh dampak dari perang Ukraina atas pasokan gandum, terhentinya wisatawan Rusia dan Ukraina ke sejumlah negara Arab, serta isu energi.
Posisi sulit
Dua isu, yakni isu Ukraina dan nuklir Iran, memang menjadi agenda utama dalam pembahasan pertemuan segitiga Mesir-Israel-UEA tersebut. Mesir, Israel, dan UEA kini sama-sama berada dalam posisi sulit terkait dengan isu perang Ukraina. Ketiga negara itu harus memikul beban risiko terganggunya hubungan dengan AS akibat sikap netral mereka dalam isu perang Ukraina.
UEA telah menerima kritik keras dua kali dari AS. Pertama, saat UEA memilih abstain dalam sidang Dewan Keamanan (DK) PBB pada 26 Februari lalu dalam voting suara untuk mengecam keras invasi Rusia ke Ukraina.
Kedua, kritik dilontarkan Washington kepada Abu Dhabi ketika UEA menerima kunjungan Presiden Suriah Bashar al-Assad pada 18 Maret lalu. Suriah saat ini adalah bagian dari payung Rusia di Timur Tengah. Presiden Assad secara tegas juga mendukung invasi Rusia ke Ukraina.
Adapun hubungan AS-Mesir juga sedang gamang menyusul keputusan AS menunda pencairan dana bantuan senilai 130 juta dollar AS ke Mesir, terkait dengan isu HAM di Mesir. Padahal, Mesir sangat butuh dana tersebut untuk meringankan beban ekonomi Mesir yang terpukul akibat naiknya harga gandum dunia serta terhentinya arus wisatawan Rusia dan Ukraina ke Mesir saat ini. Dampak dari perang Ukraina bagi Mesir terlihat dari turunnya nilai mata uang lokal, pound Mesir, hingga 14 persen pada Selasa (22/3).
Israel pun berani bersikap netral dalam isu perang Ukraina karena kepentingan besar Israel atas Rusia di Suriah. Maka, Israel berkali-kali menolak permintaan Ukraina agar memasok sistem antiserangan rudal canggih buatan Israel, Iron Dome, ke Ukraina.
Posisi yang sama-sama sulit terkait isu perang Ukraina itu mendorong pemimpin ketiga negara tersebut menggelar pertemuan puncak untuk bergandengan tangan menghadapi tantangan bersama, khususnya tekanan dari AS.
Mesir, Israel, dan UEA juga berkoordinasi soal isu gas sebagai antisipasi menghadapi krisis gas dunia akibat sanksi Barat atas Rusia, khususnya larangan impor gas dari Rusia. Mesir dan Israel adalah anggota East Med, forum gas Laut Tengah bagian Timur. East Med diharapkan menjadi salah satu alternatif pengganti Rusia untuk pasokan gas dunia.
Isu nuklir Iran
Isu strategis lain adalah isu nuklir Iran. Sebagaimana dilansir belakangan ini, kesepakatan baru nuklir antara Iran dan negara-negara yang tergabung dalam kelompok ”P5+1”, yakni AS, China, Inggris, Perancis, Rusia, plus Jerman, akan dicapai dalam waktu dekat.
Israel dan UEA, yang sama-sama menghadapi ancaman Iran dan loyalisnya, merapatkan barisan untuk mengantisipasi era pasca-tercapainya kesepakatan nuklir Iran. Israel dan UEA menegaskan menolak salah satu klausul dalam draf kesepakatan nuklir Iran. Klausul yang dimaksud adalah penegasan soal pencabutan Garda Revolusi Iran dari daftar organisasi teroris.
Israel dan UEA menuduh Garda Revolusi Iran berada di balik aksi para loyalis Iran di Yaman, Lebanon, Suriah, dan Irak melancarkan serangan atas sasaran Israel, UEA, dan Arab Saudi.