Sejumlah negara Arab mulai berani ambil sikap. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab yang dulu dekat dengan Amerika Serikat, belakangan semakin mesra dengan Rusia. Mereka bahkan berani melawan aspirasi Amerika Serikat.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·4 menit baca
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dikenal sebagai sahabat strategis Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah. Kedua negara itu pun selama ini merupakan kepanjangan tangan kebijakan Amerika Serikat di kawasan tersebut.
Namun, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) secara mengejutkan berani melawan AS dalam isu perang Rusia-Ukraina ini. Sikap Arab Saudi dan UEA lebih menguntungkan Rusia daripada AS soal isu perang Ukraina itu.
Baru pertama kali terjadi sejak berakhirnya Perang Dunia II pada 1945, sikap Arab Saudi dan UEA berseberangan dengan AS dan cenderung mendukung Rusia. Padahal, pada era Perang Dingin, Arab Saudi dan UEA berada di blok AS dan Barat.
Kepentingan ekonomi dan perubahan geopolitik di Timur Tengah membuat sikap Arab Saudi dan UEA tidak harus sinkron dengan AS, seperti yang terjadi dalam kasus perang Ukraina.
Hal itu disebabkan Arab Saudi dan UEA memiliki hubungan yang cukup kuat dengan Rusia dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, Arab Saudi dan UEA tidak ingin terlibat dalam konflik kepentingan pada perang di Ukraina untuk tidak mengatakan memilih bersikap netral.
Ini yang membuat Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohamed bin Salman (MBS) dan Putra Mahkota Abu Dhabi Pangeran Mohamed bin Zayed (MBZ) menolak menerima telepon dari Presiden AS Joe Biden pada hari pertama invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022.
Beberapa hari kemudian, Arab Saudi dan UEA sama-sama menolak permintaan AS agar kedua negara menambah produksi minyak untuk menekan harga minyak dunia yang sudah tembus 100 dollar AS per barel.
Arab Saudi dan UEA sampai saat ini masih menghadapi tekanan AS agar menambah produksi minyaknya untuk menggantikan produksi minyak Rusia yang telah mendapat sanksi dari AS dan Barat.
Arab Saudi merupakan satu-satunya negara produsen minyak yang memiliki cadangan yang mampu menutupi kekosongan pasokan minyak Rusia di pasar dunia sekaligus menjaga stabilitas harga minyak dunia.
Menurut pengamat energi Arab, seperti dikutip harian Al-Quds Al-Arabi, Minggu (20/3/2022), Arab Saudi dan UEA akan terus menolak tekanan AS agar menambah produksi minyaknya. Sebab, kepentingan ekonomi Arab Saudi dan UEA adalah membiarkan harga minyak dunia membubung tinggi untuk menambah pendapatan negara guna membantu pembiayaan megaproyek di kedua negara itu.
MBS per 3 Maret menerima telepon dari Presiden Rusia Vladimir Putin. Sebelumnya, MBS menolak menerima telepon Biden.
Harian Al-Quds Al-Arabi menyebutkan, kedekatan MBS dan Presiden Rusia Vladimir Putin juga menyebabkan Arab Saudi mengambil kebijakan yang lebih imbang antara AS dan Rusia. MBS per 3 Maret menerima telepon dari Presiden Rusia Vladimir Putin. Sebelumnya, MBS menolak menerima telepon Biden.
Sikap tersebut tentu punya alasan. Biden, misalnya, membatasi pasokan senjata AS ke Arab Saudi menyusul operasi militer Arab Saudi di Yaman sejak 2015. Pemerintahan Biden juga sering mengkritik kasus pembunuhan wartawan senior asal Arab Saudi, Jamal Khashoggi, pada 2 Oktober 2018. Kasus itu diduga melibatkan aparat keamanan Arab Saudi.
UEA, seperti halnya Arab Saudi, juga menolak tekanan AS menambah produksi minyaknya. UEA dalam sidang DK PBB pada 25 Februari memilih abstain dalam voting suara membahas resolusi Dewan Keamanan PBB hasil usulan AS dan Albania.
Tiga hari kemudian, Rusia dalam sidang DK PBB memberikan suara mendukung penetapan kelompok Al-Houthi di Yaman sebagai organisasi teroris. Kelompok Al-Houthi di Yaman terlibat perang dengan Arab Saudi dan UEA sejak 2015. Al-Houthi juga melancarkan serangan dengan rudal balistik dan pesawat tanpa awak ke berbagai sasaran di Arab Saudi dan UEA.
Sikap abstain UEA itu mendapat kritik keras dari AS. Muncul tuduhan kemudian, telah terjadi transaksi antara Rusia dan UEA. UEA abstain dalam isu Ukraina di DK PBB. Timbal baliknya, Rusia mendukung resolusi DK PBB yang menetapkan Al-Houthi sebagai organisasi teroris.
Gangguan hubungan AS dengan Arab Saudi dan UEA itu mendorong PM Inggris Boris Johnson mengunjungi Arab Saudi dan UEA, 16 Maret. Tujuannya, membujuk kedua negara Arab kaya itu menerima permintaan AS, menambah produksi minyak. Namun, permintaan PM Inggris itu juga ditolak Arab Saudi dan UEA.