Australia dan Papua Niugini akan menandatangani kerja sama keamanan, termasuk merekrut polisi Australia untuk bertugas di PNG. Langkah itu diduga bagian dari perebutan pengaruh China-Australia di Pasifik Selatan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
Port Moresby, Selasa Papua Niugini akan merekrut polisi dari Australia untuk posisi penting dalam struktur kepolisian negara. Langkah itu mengacu pada perjanjian keamanan bilateral yang akan ditandatangani oleh pemimpin kedua negara, Kamis (7/12/2023).
”Perjanjian keamanan ini untuk kepentingan terbaik Papua Niugini dan Australia, serta kepentingan regionalnya,” kata Perdana Menteri PNG James Marape dalam pernyataan yang dikeluarkan kantornya pada Selasa (5/12).
Menurut rencana, perjanjian akan ditandatangani di Canberra, Kamis mendatang saat Marape bertemu PM Antony Albanese. Selain isu keamanan, mereka juga akan menandatangani perjanjian ketahanan pangan.
Dikutip dari laman media Australia, ABC, penandatangan perjanjian keamanan itu diperlukan karena PNG tengah bergulat dengan kekerasan antarsuku yang kini telah menggunakan senjata api modern. Bulan Agustus lalu, konflik antarsuku di wilayah dataran tinggi PNG mengakibatkan puluhan warga tewas.
Wakil PM Papua Niugini John Rosso mengatakan, bantuan Australia penting bagi peningkatan kapabilitas polisi dan tentara Papua Niugini. ”Keamanan dalam negeri masih jadi salah satu masalah terbesar di negara kami,” kata Rosso.
Detail perjanjian itu, menurut Marape, masih akan dibicarakan hingga kunjungannya ke Canberra. Akan tetapi, Marape menyebut bahwa Pemerintah Australia akan mendukung pengembangan kemampuan di Akademi Pelatihan Polisi di Bomana dan beberapa kota lain di Papua Niugini.
Rekrutmen polisi dari Australia nantinya, menurut Marape, akan berada di bawah kendali Kepolisian Papua Niugini. Selanjutnya, hingga beberapa tahun ke depan, mereka akan menjaring 20.000 anggota baru. Pemerintah Papua Niugini berharap mereka akan mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk dilatih dan nantinya mampu menangani masalah internal di negara itu.
Perjanjian keamanan dengan Australia yang telah dibicarakan sejak akhir tahun 2022 lalu sempat mengalami penundaan setelah mendapat reaksi balik dari politisi oposisi. Reaksi menguat setelah penandatanganan kerja sama keamanan dengan Amerika Serikat yang ditandatangani Mei lalu. Menurut oposisi, perjanjian itu melanggar kedaulatan Papua Niugini, terutama karena terbukanya akses militer AS ke pelabuhan dan bandara di Papua Niugini.
Kerja sama itu dipicu kekhawatiran pemerintahan Marape bahwa investor asing enggan berinvestasi di Papua Niugini karena alasan keamanan. Menteri Luar Negeri Justin Tkachenko mengatakan, masalah perlindungan investasi dan keamanan adalah persoalan besar bagi Papua Niugini. Australia, dalam pandangan pemerintah, bisa membantu.
Penguatan peran
Sebenarnya, personel polisi Australia sudah ada di negara itu sejak tahun 2005. Akan tetapi, karena sifatnya perbantuan, mereka tidak memiliki kewenangan apa pun dalam kegiatan penyelidikan dan penyidikan layaknya polisi setempat. Mereka lebih banyak bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan menggunakan senjata.
Dengan perjanjian keamanan ini, menurut Tkachenko, sekitar 50 personel dengan kemampuan tinggi akan ditempatkan di berbagai posisi di pusat ataupun daerah, termasuk jabatan penting sekelas komandan kepolisian hingga memimpin unit penyelidikan tindak pidana yang bisa menangani kasus tertentu.
”Polisi rekrutan dari Australia ini nantinya akan mengenakan seragam PNG. Mereka dikontrak, bertanggung jawab, dan melapor langsung kepada komisaris polisi PNG. Mereka juga harus patuh pada semua hukum yang berlaku di negara ini,” katanya.
Persaingan geopolitik
Menurut laman ABC, perjanjian keamanan bilateral yang dipersoalkan oleh oposisi kini belum berlaku secara efektif dan masih terbuka peluang untuk diuji di Mahkamah Agung Papua Niugini. Oposisi menuding keputusan pemerintah Marape membawa Papua Niugini terjebak dalam persaingan geopolitik yang lebih luas, yang terjadi antara China dan Australia di Pasifik Selatan.
Kepada ABC, Marape mengakui bahwa dalam wacana keamanan Indo-Pasifik, negaranya terjebak dalam benturan kepentingan. Akan tetapi, dia meyakini bahwa hubungan bilateral dengan Australia tak tergoyahkan.
”Kami tahu siapa prioritas hubungan kami, dan Australia menduduki peringkat nomor satu. Apa yang perlu kita lakukan bersama-sama tidak melemahkan hubungan bilateral Papua Niugini dengan negara-negara lain yang juga memiliki hubungan baik dengan kami,” katanya.
Finalisasi perjanjian keamanan itu terjadi setelah China menandatangani perjanjian kerja sama kepolisian dengan Kepulauan Solomon. AS dan sekutunya merasa kecolongan dengan kesepakatan itu.
Lantas AS pun mengambil langkah strategis dengan meneken perjanjian keamanan dengan Papua Niugini. Kesepakatan itu memungkinkan Penjaga Pantai AS berpatroli di perairan Papua Niugini. Kewenangan yang diberikan berdasarkan perjanjian tersebut adalah kewenangan untuk menggeledah setiap kapal yang berlayar di dekat Papua Niugini dengan menggunakan hukum AS dan Papua Niugini.
Sementara itu, Australia telah memeteraikan kerja sama militer, khususnya untuk pengamanan wilayah laut sejak beberapa dekade lalu. Angkatan Laut Australia melalui Program Keamanan Maritim Pasifik (PMSP) memberikan dukungan pendidikan dan peralatan bagi Papua Niugini. Canberra, antara lain, menghibahkan kapal patroli kelas Guardian dan senjata mesin 12,7 milimeter.