Direktur CIA-Mossad ke Qatar, Jajaki Jeda Kemanusiaan di Gaza Lebih Lama
Para pejabat intelijen dari AS dan Israel tiba di Doha, Qatar, untuk membahas peluang perpanjangan jeda kemanusiaan di Gaza. Hamas mengindikasikan ingin mengizinkan pertukaran tawanan lebih banyak dengan Israel.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
KOTA GAZA, SELASA — Kesepakatan jeda kemanusiaan di Jalur Gaza diumumkan diperpanjang dua hari hingga Rabu (29/11/ 2023) guna memberi kesempatan lebih banyak sandera dan tahanan dibebaskan. Qatar, mediator utama antara kelompok Hamas dan Israel, menyatakan akan memanfaatkan dua hari perpanjangan itu untuk mendorong jeda berkelanjutan.
”Fokus utama kami saat ini, dan harapan kami, adalah mencapai jeda berkelanjutan yang akan mendorong negosiasi lebih lanjut dan pada akhirnya berujung penghentian... perang ini,” kata Majed al-Ansari, Jubir Kementerian Luar Negeri Qatar, dalam konferensi pers di Doha, Qatar, Selasa (28/11/2023).
”Akan tetapi, kami bekerja sesuai dengan apa yang kita miliki. Yang kita miliki saat ini adalah ketentuan kesepakatan yang bisa diperpanjang selama Hamas dapat memastikan pembebasan sedikitnya 10 sandera,” lanjutnya.
Terkait upaya perpanjangan jeda kemanusiaan itu, Direktur Badan Pusat Intelijen AS (CIA) William Burns dan Direktur Mossad Israel David Barnea tiba di Doha. Seorang diplomat yang tak mau disebut identitasnya mengatakan, mereka akan membahas upaya ”membangun kemajuan langkah perpanjangan jeda kemanusiaan dan memulai pembahasan lanjutan tentang fase berikutnya terkait potensi kesepakatan”.
Pekan ini, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dijadwalkan berkunjung ke kawasan Timur Tengah dengan sasaran untuk memperpanjang jeda kemanusiaan.
Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan tertulis menyebutkan, Blinken akan membahas upaya untuk ”melindungi kehidupan warga sipil selama operasi Israel di Gaza” sekaligus mempercepat pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza selatan.
AS, sekutu utama Israel, tetap memberi dukungan penuh atas serangan ke Gaza. Ini bertolak belakang dengan seruan masyarakat global yang ingin menghentikan perang karena jumlah rakyat Palestina yang menjadi korban.
Jeda kemanusiaan disepakati oleh Hamas dan Israel, dengan mediasi Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, sejak Jumat. Hamas telah membebaskan 50 warga Israel dan 19 warga asing. Adapun Israel membebaskan 150 tahanan Palestina.
Tawaran Hamas
Hamas menyatakan, pihaknya tengah mengupayakan perpanjangan jeda pertempuran dengan Israel dengan, salah satunya, membebaskan warga Israel selain perempuan dan anak-anak. Tawaran ini disampaikan salah satu pejabat Hamas, Khalil al-Hayya, Senin.
”Kami berharap Israel mematuhi perjanjian dalam dua hari ke depan karena kami tengah mengupayakan perjanjian baru, selain perempuan dan anak-anak, dengan kategori lain yang kami miliki yang bisa dipertukarkan,” kata Hayya kepada televisi Al Jazeera.
Dia menyebut, untuk mengusulkan nama-nama tahanan yang bisa dibebaskan, kedua belah pihak memerlukan tambahan waktu lagi.
Hamas dan faksi-faksi perlawanan di Gaza masih menahan sekitar 160 dari 240 orang yang disandera dalam serangan ke Israel, 7 Oktober lalu. Andai semua sandera itu dibebaskan, ada potensi perpanjangan jeda kemanusiaan hingga dua pekan ke depan. Diperkirakan, Hamas akan meminta pertukaran jumlah lebih besar bagi sandera tentara.
Pemerintah Israel dilaporkan mulai menyisir sekitar 300 nama tahanan perempuan dan remaja laki-laki Palestina yang berpotensi untuk dibebaskan. Senin malam, menurut sejumlah pejabat yang membantu mediasi, daftar itu bertambah sekitar 50 nama menjadi total 350 nama yang akan diserahkan pada Hamas.
Rapuh
Meski ada upaya memperpanjang jeda kemanusiaan, Israel berkeras untuk menghancurkan Hamas sampai ke akar. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menegaskan akan menggempur Hamas setelah jeda kemanusiaan selesai.
”Segera setelah berakhirnya kesepakatan pertukaran tawaran, pertempuran dimulai lagi,” kata Gideon Saar, Menteri Keamanan Kabinet Israel kepada Radio Tentara Israel.
Secara terpisah 42 delegasi negara-negara Timur Tengah, Afrika Utara, dan Uni Eropa menggelar pertemuan di Barcelona, Spanyol. Tujuan utama pertemuan ini adalah untuk mendorong terjadinya gencatan senjata permanen.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Joseph Borrell mengatakan, di satu sisi dia mengecam serangan Hamas, tetapi di sisi lain dia juga menyerukan kepada Israel agar menghentikan operasi militer di Gaza. ”Satu peristiwa mengerikan tidak bisa dijadikan alasan untuk melakukan tindakan mengerikan lain,” kata Borrell.
”Perdamaian Israel dan Palestina telah menjadi keharusan strategis bagi seluruh komunitas Euro-Mediterania dan sekitarnya,” lanjut Borrell.
Perdamaian Israel dan Palestina telah menjadi keharusan strategis bagi seluruh komunitas Euro-Mediterania dan sekitarnya. (Joseph Borrell)
Data terakhir Kementerian Kesehatan di Gaza menyebut jumlah korban tewas di kalangan warga Palestina mencapai 13.300 jiwa per 11 November. Dua pertiga dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.
Jumlah korban diperkirakan lebih besar. Ribuan jenazah korban lainnya diyakini masih terkubur di bawah reruntuhan bangunan yang hancur akibat gempuran Israel di Gaza.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan al-Saud menyatakan, eskalasi kekerasan dan perang hanya akan membawa kehancuran yang lebih buruk, radikalisasi, dan konflik berkepanjangan, serta berdampak terhadap keamanan kawasan. Dia menegaskan kembali bahwa Arab Saudi mengecam semua tindakan yang menjadikan warga sipil sebagai korban, baik oleh Hamas maupun Israel.
Adapun Menlu Jordania Ayman Safadi mendorong Uni Eropa untuk memainkan peran lebih besar dalam mendorong terciptanya gencatan senjata permanen serta perdamaian di Palestina dan Israel. ”Solusi dua negara tidak bisa terus hanya jadi bahan diskusi,” katanya.
Borrell menyatakan, dia ingin pertemuan itu fokus pada penanganan krisis kemanusiaan di Gaza seusai perang. Menurut seorang pejabat senior UE yang tidak mau disebutkan namanya, Uni Eropa (UE) ingin agar Perserikatan Bangsa-Bangsa memainkan peran utama untuk menetapkan cara terbaik mengisi kekosongan keamanan di Gaza jika Israel bisa menghancurkan Hamas.
Tuan rumah Spanyol adalah salah satu negara UE yang menyerukan Israel menghentikan serangannya, selain juga mengecam keras serangan Hamas. Perdana Menteri Spanyol Pedro Sánchez pekan lalu di Rafah, Mesir, menyatakan, sudah tiba waktunya bagi komunitas internasional dan UE untuk mengakui negara Palestina.
Hal senada juga disampaikan pemerintah Belgia. Ini membuat Israel berang dan mendorong Tel Aviv memanggil duta besar Belgia dan Spanyol.
Iran, yang juga turut mendorong jeda kemanusiaan di Gaza melalui Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), mendorong penghentian operasi militer Israel. ”Sebagai Republik Islam Iran, kami ingin dan berharap agar kejahatan rezim Israel pada rakyat Palestina berhenti sepenuhnya,” kata Nasser Kanani, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran. (AP/AFP/REUTERS)