Apakah akan terjadi perang regional di Timur Tengah, buah eskalasi perang Hamas-Israel? Kuncinya ada di Tel Aviv dan Teheran.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN
·5 menit baca
Kemampuan Hamas menembus perbatasan Israel dan beberapa jam menduduki wilayah Israel selatan pada 7 Oktober 2023 adalah sebuah kejutan besar. Kemampuan Hamas melancarkan serangan dadakan itu meletupkan perang besar Hamas-Israel saat ini. Israel pun melancarkan serangan balasan yang mematikan pula.
Perang Hamas-Israel berlangsung hampir tiga pekan, tanpa ada tanda-tanda akan terjadi gencatan senjata dalam waktu dekat. Selalu ada kekhawatiran tentang kemungkinan berkobarnya perang lebih luas atau perang regional dengan melibatkan milisi-milisi bersenjata pro-Iran yang tersebar di Irak, Suriah, Lebanon, dan Yaman. Bahkan, ada kecemasan pula kemungkinan Iran terseret ke dalam perang Gaza.
Kecemasan itu cukup beralasan. Hamas dan Jihad Islami di Jalur Gaza dikenal sebagai faksi bersenjata pro-Iran. Dua kelompok itu sejak lama mendapat dukungan Iran, baik langsung maupun tidak langsung. Cukup santer pula berita bahwa kemampuan Hamas mengembangkan rudal yang semakin lama semakin canggih tidak lepas dari peran Iran dan faksi-faksi loyalisnya.
Kecemasan tersebut yang mendorong AS segera mengirim kapal induk ke Timur Tengah segera setelah meletus perang Gaza. Washington mengantisipasi meluasnya perang Gaza menjadi perang regional yang melibatkan Iran dan loyalisnya. Jika perang regional meletus, tidak ada pilihan bagi AS kecuali melakukan intervensi militer membantu Israel.
Hal itu sangat tergantung pada keputusan Israel, apakah benar melancarkan serangan darat secara luas ke Jalur Gaza atau tidak. Jika Israel tidak melakukan serangan darat secara luas ke Jalur Gaza untuk membasmi Hamas, kemungkinan besar tidak akan terjadi perang regional.
Namun, sebaliknya, bila Israel memutuskan menghabisi Hamas dengan melancarkan serangan darat besar-besaran ke Jalur Gaza, akan terjadi perang kota cukup lama dan sengit antara pasukan Israel dan gerilyawan Hamas. Ini tidak mudah bagi Israel dan akan membawa korban cukup besar baik dari pasukan Israel maupun gerilyawan Hamas.
Jika skenario ini yang terjadi, kemungkinan besar Iran akan menggerakkan Hezbollah untuk melancarkan serangan besar dari Lebanon selatan terhadap Israel dalam upaya mencegah ambruknya Hamas di Jalur Gaza.
Iran juga akan memberi lampu hijau kepada faksi-faksi bersenjata pro-Iran di Irak untuk menyeberang ke Suriah, lalu ke Lebanon untuk membantu Hezbollah atau ke Dataran Tinggi Golan untuk mengobarkan perang dari Suriah.
Tiga atau empat front
Bila skenario ini terjadi, akan meletus tiga front perang sekaligus melawan Israel, yakni Jalur Gaza, Lebanon, dan Dataran Tinggi Suriah. Ini belum memperhitungkan jika pemuda-pemuda Palestina di Tepi Barat juga ikut mengobarkan intifadah melawan Israel. Maka, akan ada empat front jika Tepi Barat ikut angkat senjata.
Apakah akan terjadi perang regional di Timur Tengah? Kuncinya ada di Tel Aviv dan Teheran.
Bila skenario ini terjadi, akan meletus tiga front perang sekaligus melawan Israel, yakni Jalur Gaza, Lebanon, dan Dataran Tinggi Suriah.
Lawatan Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian ke Baghdad, Damaskus, dan Beirut, pekan lalu, menunjukkan bahwa Teheran memegang peran besar di tiga ibu kota negara Arab tersebut.
Ini salah satu alasan utama di balik Israel menunda terus perang darat di Jalur Gaza. Padahal, sudah banyak diprediksi bahwa Israel akan melancarkan serangan darat ke Jalur Gaza pada 15 Oktober 2023 atau sepekan setelah serangan mendadak Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.
Namun, sampai saat ini Israel belum berani melancarkan serangan darat ke Jalur Gaza. Kalkulasi Israel dan Barat, termasuk AS, bukan hanya menghadapi Hamas, tetapi juga Iran dan loyalisnya.
Meletusnya perang regional ini ditolak keras oleh negara-negara sahabat AS di Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Mesir, Jordania, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, Bahrain, Oman, dan Turki. Negara-negara itu juga dikenal punya hubungan baik dengan Israel. Inilah dilema AS dan Israel sehingga Israel menunda terus perang darat di Jalur Gaza.
Mengapa kekuatan Iran dan loyalisnya kini sangat diperhitungkan oleh Israel ataupun AS dan juga negara-negara sahabat AS?
Sudah jelas para loyalis Iran kini menjelma menjadi kekuatan militer yang tidak dapat diabaikan karena mereka menguasai teknologi rudal balistik dan pesawat tanpa awak (drone) dan menguasai negara di mana mereka berada. Loyalis Iran di Yaman, yakni kelompok Houthi, sejak tahun 2014 menguasai negara Yaman. Arab Saudi yang melancarkan perang melawan Houthi sejak tahun 2015 sampai saat ini tidak berhasil mengalahkannya.
Loyalis Iran di Irak praktis menguasai negara Irak sejak ambruknya rezim Saddam Hussein tahun 2003. Di antara faksi bersenjata loyalis Iran di Irak adalah Asa’ib Ahl al-Haq pimpinan Qais al-Khazali, Brigade Badr pimpinan Hadi al-Amiri, Kata’ib Hezbollah pimpinan Abu Mahdi al-Muhandis, dan Harakat al-Nujaba pimpinan Akram al-Kaabi.
Faksi-faksi bersenjata pro-Iran di Irak tersebut menyatakan bersedia terlibat perang Gaza melawan Israel. Mereka juga siap menyerang kepentingan AS di Irak jika AS terlibat dalam perang Gaza. Mereka telah melakukan komunikasi dengan Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniya.
Di Lebanon, ada Hezbollah yang juga mengontrol negara dan pemerintah Lebanon. Hezbollah sudah terlibat perang besar dengan Israel pada tahun 2006.
Di Suriah, rezim Presiden Bashar al-Assad bisa bertahan sampai sekarang berkat bantuan Iran plus Rusia. Assad sangat berutang budi kepada Iran. Karena itu, rezim Assad akan pasti membantu Iran dan loyalisnya bila perang regional meletus di Timur Tengah. Sejauh ini Iran dan loyalisnya masih menahan diri karena Israel belum melancarkan serangan darat besar-besaran ke Jalur Gaza.
Namun, serangan peringatan terhadap pangkalan militer AS di Irak dan Suriah sudah dilancarkan faksi-faksi bersenjata loyalis Iran. Saat ini ada sekitar 2.500 anggota pasukan AS di Irak dan 900 personel pasukan AS di Suriah.
Departemen Pertahanan AS (Pentagon) pada Selasa (24/10/2023) mengungkapkan, telah terjadi 13 kali serangan dengan rudal dan pesawat nirawak atas pangkalan militer AS di Irak dan Suriah. Rinciannya, 10 serangan atas pangkalan militer AS di Irak dan 3 serangan atas pangkalan militer AS di Suriah.
Sebelumnya, Pentagon juga mengklaim bahwa kapal perang perusak AS, USS Karnes, telah menembak jatuh beberapa rudal dan pesawat nirawak yang ditembakkan kelompok Houthi di Yaman ke arah yang diduga menuju Israel.
Di Lebanon pun, Hezbollah dan Israel saling gempur. Hezbollah mengakui sebanyak 37 anggotanya tewas akibat gempuran Israel sejak 7 Oktober 2023.
Meski mengalami kerugian cukup besar dengan 37 anggotanya tewas, Hezbollah masih menahan diri dengan tidak melancarkan serangan besar-besaran ke Israel karena belum ada lampu hijau dari Teheran. Maka, sekali lagi, keputusan besar terkait perang regional itu berada di tangan Tel Aviv dan Teheran.