Dari Teheran ke Doha, Liku-liku Thailand Bebaskan Warganya dari Hamas
Sepuluh warga Thailand mendapat prioritas dalam gelombang pertama sandera yang dibebaskan Hamas pada pertukaran tawanan dengan Israel saat jeda kemanusiaan. Ini buah dari negosiasi berliku dan taktis Thailand.
BANGKOK, SABTU — Sebanyak 10 dari 24 sandera yang dibebaskan kelompok Hamas pada hari pertama dari empat hari jeda kemanusiaan di Jalur Gaza, Jumat (24/11/2023), adalah warga Thailand. Selain mereka, satu warga Filipina dan 13 warga Israel juga dilepas.
Kementerian Luar Negeri Thailand, Sabtu (25/11/2023), mengatakan, masih ada 20 warga Thailand lainnya dalam sandera Hamas saat ini. Thailand adalah negara di luar Israel yang warganya paling banyak disandera Hamas.
Dalam serangan Hamas ke Israel, 7 Oktober 2023, yang kemudian memantik perang di Gaza, menurut Kementerian Luar Negeri Thailand, sebanyak 39 warga Thailand tewas dan 26 orang lainnya disandera oleh Hamas. Jika 10 orang telah dibebaskan, seharusnya tinggal 16 warga negara Thailand yang masih dalam penyanderaan Hamas.
Namun, Kemenlu Thailand menyatakan, setelah diidentifikasi, empat dari 10 warga Thailand yang telah dibebaskan ternyata tidak masuk dalam daftar resmi awal sandera. Artinya, keempat orang itu semula tidak diketahui bahwa mereka ternyata juga disandera Hamas. Itu sebabnya masih ada 20 warga Thailand yang disandera Hamas.
Baca Juga: Hamas Lepas 13 Sandera Israel, 10 Thailand dan 1 Filipina, Ditukar 39 Tahanan Palestina
Terlepas dari kesimpangsiuran tentang jumlah sandera itu, Bangkok menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Qatar, Iran, Mesir, Israel, dan Malaysia, serta Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dan ”pihak-pihak lain yang terlibat dalam upaya luas hingga berbuah pembebasan (warganya) baru-baru ini”.
Setelah dibebaskan Hamas melalui ICRC, ke-10 warga Thailand itu dikirim ke Pusat Medis Shamir di Israel. Kemenlu Thailand mengatakan, mereka akan dijemput untuk dipulangkan ke Thailand setelah 48 jam menjalani pemeriksaan kesehatan.
Di antara warga Thailand yang dibebaskan, terdapat seorang perempuan. Dalam foto yang dirilis Kemenlu Thailand, ia terlihat memakai jaket hijau di sebuah pusat medis di Thailand bersama seorang dokter.
Jalur negosiasi terpisah
Bagaimana warga Thailand bisa terpilih dalam gelombang pertama sandera yang dibebaskan Hamas selama jeda kemanusiaan empat hari ini?
Seperti diberitakan, sesuai dengan kesepakatan gencatan senjata sementara, Hamas akan melepas 50 sandera. Imbalannya, Israel membebaskan 150 tahanan Palestina, kebanyakan anak-anak, dari penjara mereka. Total ada sekitar 240 sandera di tangan Hamas dan faksi-faksi perlawanan Palestina lainnya.
Baca Juga: Jalan Panjang Penuh Rahasia Menuju Jeda Pertempuran Hamas-Israel
Pilihan Hamas untuk membebaskan terlebih dahulu sandera asal Thailand merupakan buah dari upaya diplomasi penuh liku oleh Pemerintah Thailand. Seorang sumber yang diberi tahu tentang negosiasi pertukaran sandera dan tahanan mengungkapkan, pembebasan warga Thailand tidak terkait dengan negosiasi jeda kemanusiaan yang disepakati oleh Hamas dan Israel dengan mediasi Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat.
Pembebasan warga Thailand tidak terkait dengan negosiasi jeda kemanusiaan yang disepakati oleh Hamas dan Israel dengan mediasi Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat.
Dengan kata lain, ada jalur negosiasi terpisah dalam perundingan dengan Hamas, dimediasi oleh Mesir dan Qatar. Masih menjadi pertanyaan, apakah sandera asal Thailand dan Filipina yang sudah dibebaskan itu ikut dihitung dalam daftar 50 sandera yang akan dilepas Hamas selama empat hari jeda kemanusiaan saat ini.
Dalam serangan Hamas ke Israel, 7 Oktober 2023, yang kemudian memantik perang di Gaza, Thailand adalah negara di luar Israel yang membukukan jumlah korban besar. Sebelum perang, sekitar 30.000 warga Thailand bekerja di Israel, terutama di sektor pertanian.
Kementerian Tenaga Kerja Thailand mengatakan, setelah perang, lebih dari 8.600 pekerja dari negaranya di Israel pulang kampung secara sukarela.
Perundingan di Teheran
Dalam upaya membebaskan warga yang disandera, Thailand mengirimkan Menteri Luar Negeri Parnpree Bahiddha-Nukara Pranpree untuk tur ke negara-negara Timur Tengah, termasuk Qatar dan Mesir. Bangkok membentuk tim negosiator, yang sebagian besar adalah Muslim, dipimpin Ketua Parlemen Wan Muhamad Noor Matha.
Di tingkat kepala pemerintahan, Perdana Menteri (PM) Thailand Srettha Tavisin menghubungi PM Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani dan PM Israel Benjamin Netanyahu. Kemenlu Thailand mengatakan, pihaknya mendapat bantuan berbagai pihak melalui saluran multijalur.
Baca Juga: Cerita di Balik Sukses Qatar Jembatani Konflik Hamas-Israel
Bangkok menyebutkan, Qatar, Iran, dan Mesir sepakat menyampaikan secara resmi permintaan Thailand kepada Hamas soal pembebasan warga Thailand. ”Saya ingin mereka menyampaikan hal itu kepada Hamas karena saya khawatir Hamas tidak tahu mereka (para sandera asal Thailand) itu hanyalah para pekerja pertanian,” kata Menlu Parnpree.
Secara simultan, tim negosiator bertemu langsung dengan beberapa pejabat senior Hamas di Teheran, Iran, 26 Oktober 2023. Kantor berita AFP, 2 November 2023, memberitakan bahwa tim negosiator Thailand itu beranggotakan tiga orang, salah satunya adalah Areepen Uttarasin (72), politisi veteran dan mantan menteri pendidikan.
”Saya sampaikan kepada mereka, saya datang ke sini tidak untuk bernegosiasi, tetapi hanya untuk meminta agar (warga Thailand) dibebaskan,” ujar Areepen kepada Reuters, 2 November 2023.
Pertemuan itu berlangsung sekitar dua jam. ”Saya meminta mereka (Hamas) agar mau membebaskan mereka (sandera asal Thailand) karena mereka tidak bersalah,” ujar Areepen Uttarasin, ketua tim negosiasi, kepada wartawan setiba kembali di Bangkok.
”Mereka memastikan kepada saya bahwa mereka (Hamas) menjaga mereka (warga Thailand) dengan baik, tetapi mereka belum bisa menyampaikan soal tanggal pembebasannya. Mereka menanti waktu yang tepat,” tutur Areepen.
Tak ketinggalan, seusai pertemuan, tim negosiator Thailand itu menggelar shalat berjamaah dengan para pejabat Hamas.
Tak ketinggalan, seusai pertemuan, tim negosiator Thailand itu menggelar shalat berjamaah dengan para pejabat Hamas.
”Mereka memahami persoalan kami karena mereka tahu Thailand memberikan keramahan dan manfaat bagi komunitas Muslim. Mereka respek kepada Thailand,” ujar Areepan.
Ia mengungkapkan, pertemuan di Teheran itu bisa digelar bukan melalui saluran antar-pemerintahan, melainkan terjalin berkat hubungan khusus secara personal. Tak banyak diketahui, Ketua Parlemen Thailand Wan Muhamad Noor Matha dan komunitas Muslim menjalin hubungan baik dengan Iran, sementara Iran memiliki kedekatan dengan Hamas.
Baca Juga: Posisi Iran dan Proksinya dalam Perang Gaza
Seperti halnya Areepen, Wan Noor berasal dari komunitas Muslim di Thailand selatan. Anggota tim negosiator lainnya adalah Syed Lepong, politisi yang juga menjadi Ketua Asosiasi Alumni Iran-Thailand. Thailand adalah negara berpenduduk mayoritas pemeluk Budhha. Sekitar 90 persen dari 70 juta penduduknya beragama Buddha.
Areepen menekankan dalam pertemuan dengan pejabat Hamas bahwa Thailand tidak menjadi bagian dari konflik antara Hamas dan Israel.
”Mereka menemui kami dengan semangat persahabatan,” ucap Areepen. ”Mereka kagum, bagaimana kami, para Muslim, bisa menduduki hingga jabatan-jabatan tinggi di Thailand meski jumlah kami sedikit.”
Lawatan ke Doha
Pada akhir Oktober 2023, Menlu Parnpree bertandang ke Doha, Qatar, untuk bertemu dengan Menlu Iran Hossein Amir-Abdollahian. Dalam pertemuan itu, Parnpree kembali menyampaikan permintaan agar Teheran memanfaatkan jaringannya dengan Hamas untuk membantu pembebasan warga Thailand.
”Saya berbicara dengan menlu Thailand dan menyampaikan bahwa para pekerja Thailand (di Israel) tidak terkait dengan politik dan konflik,” kata Parnpree. ”Saya meminta beliau untuk mengirimkan pesan kepada kelompok Hamas bahwa mereka hanyalah para pekerja.”
Parnpree mengungkapkan, ketiga negara (Qatar, Iran, dan Mesir) berkomitmen untuk membantu negosiasi dengan Hamas. Mesir, misalnya, sepakat untuk mengizinkan para pejabat Thailand melewati gerbang perbatasan Rafah saat para sandera asal Thailand dibebaskan.
”Mereka menyampaikan pandangan, semakin cepat gencatan senjata terwujud, semakin cepat pula sandera akan dibebaskan,” ujar Parnpree.
Titik terang
Seperti dikutip Reuters (Kamis, 16/11/2023), pada pertengahan November lalu mulai ada titik terang soal pembebasan warga Thailand. Politisi Thailand, Lepong Syed, pada Kamis (16/11/2023) mengatakan, pihaknya kembali mengontak Hamas dan mendapat jaminan Hamas mengenai nasib 25 warga Thailand.
Para pejabat di Bangkok lega, Hamas memastikan sandera warga Thailand dalam kondisi baik.
Baca Juga: Ruang Rahasia di Doha Monitor Langsung Jeda Kemanusiaan Gaza
Dari pembicaraan sekitar satu jam itu, Lepong diberi tahu bahwa sandera asal Thailand akan dibebaskan jika tercapai kesepakatan jeda kemanusiaan antara Hamas dan Israel. ”Saya berharap kemungkinan itu akan terjadi kurang dari 10 hari atau kurang beberapa hari saja,” ujar Lepong saat itu.
Pada Rabu (22/11/2023), Hamas dan Israel menyepakati jeda kemanusiaan selama empat hari, berlaku mulai Jumat (24/11/2023). Kedutaan Besar Thailand di Tel Aviv mendapat kabar bahwa sandera warga Thailand akan dibebaskan Hamas di hari pertama jeda kemanusiaan.
PM Srettha Thavisin melalui media sosial X semula menyebutkan, ada 12 warga Thailand yang dibebaskan hari itu. Namun, Jubir Kementerian Luar Negeri Qatar Majed al-Ansari menyebut ada 10 warga Thailand, 1 warga Filipina, dan 13 warga Israel yang dibebaskan Hamas.
”Sangat besar harapan kami semua sandera yang masih ditahan betul-betul dijaga dan akan segera dibebaskan dengan selamat,” sebut pernyataan Kemenlu Thailand. (AP/AFP/REUTERS)