Cerita di Balik Sukses Qatar Jembatani Konflik Hamas-Israel
Qatar mengukuhkan posisi pentingnya sebagai spesialis mediator situasi rumit, seperti penyanderaan, di penjuru dunia.
Sejak perang Hamas-Israel meletus pada 7 Oktober 2023, selain tertuju ke Jalur Gaza, yang menjadi medan pertempuran, perhatian dunia juga tertuju ke Doha, Qatar. Dari ibu kota negara kecil di Teluk Arab ini, negosiasi rahasia bergulir. Doha menjadi penghubung berbagai pihak, khususnya antara Hamas dan Israel.
Kemampuan Qatar bersahabat dengan banyak pihak menjadi modal utama kesuksesan diplomasinya, termasuk dalam memediasi kesepakatan Hamas dan Israel. Doha semakin mengukuhkan posisi pentingnya sebagai spesialis mediator dalam situasi-situasi rumit, seperti penyanderaan.
Baca juga : Gencatan Senjata di Gaza Dimulai Jumat, 13 Sandera Akan Dibebaskan
Posisi itu diperoleh Qatar lantaran kepentingan-kepentingan para pihak yang saling bermusuhan bisa hidup berdampingan di negara tersebut. Di sana, Amerika Serikat (AS) membangun basis militernya, Hamas mempunyai markas politik, dan Taliban mempunyai kantor cabang.
Butuh kemampuan dan kegesitan dalam menjaga kesetimbangan dalam menjalin hubungan hangat dengan negara-negara Barat di satu sisi, sementara tetap merawat kedekatan dengan kelompok-kelompok yang dianggap sebagai musuh oleh Barat. Posisi Qatar inilah yang menjadi modal utama suksesnya mediasi.
Jubir Kementerian Luar Negeri Qatar Majid bin Mohammed al-Ansari mengatakan, terobosan kesepakatan gencatan senjata sementara antara Hamas dan Israel menegaskan posisi diplomatik negaranya. ”Inilah yang bisa kami lakukan, yang pihak lain tak bisa melakukannya. Kami mengerahkan seluruh kemampuan kami,” katanya, Kamis (23/11/2023).
Baca juga : Perang Israel-Hamas dan Krisis Sandera di Gaza
Ansari menambahkan, pihaknya telah mengarahkan seluruh negara untuk terlibat dalam negosiasi itu. ”Jika kami tidak berhasil, neraka akan pecah,” ujarnya.
Rabu pekan ini, proses mediasi yang sudah berlangsung berminggu-minggu akhirnya menghasilkan kesepakatan. Dengan pengaruhnya, Qatar membantu sebagai penjamin pembebasan 50 sandera Hamas dengan imbalan gencatan senjata selama empat hari di Gaza. Sebagai bagian kesepakatan, Israel akan membebaskan 150 warga Palestina yang ditahan Israel. Kesepakatan ini direncanakan dilakukan pada Jumat (24/11/2023) ini.
Pembebasan setiap sepuluh sandera tambahan akan dikompensasi jeda satu hari tambahan. Selain itu, jumlah truk pengangkut bantuan kemanusiaan yang bisa masuk Gaza juga akan ditambah, dari saat ini sekitar 40 truk menjadi 300 truk per hari.
Baca juga : Jalan Panjang Penuh Rahasia Menuju Jeda Pertempuran Hamas-Israel
Tercapainya kesepakatan Israel dan Hamas itu mendatangkan kelegaan, terutama bagi warga Gaza dan keluarga para sandera sebagai korban tak bersalah dalam konflik ini. Warga Gaza bisa terlepas dari teror kematian selama enam pekan sejak Israel menyerang tanpa henti. Selain itu, kesepakatan tersebut juga akan meningkatkan pasokan obat dan makanan bagi warga Gaza.
Awal keberhasilan Qatar mulai terlihat pada 20 Oktober 2023. Saat itu, secercah harapan pertama muncul ketika sandera warga negara AS, Judith Tai Raanan, dan putrinya, Natalie Shoshana Raanan, dibebaskan.
Awal keberhasilan Qatar mulai terlihat pada 20 Oktober 2023. Saat itu, secercah harapan pertama muncul ketika sandera warga negara AS, Judith Tai Raanan, dan putrinya, Natalie Shoshana Raanan, dibebaskan.
Setelah pembebasan itu, Presiden Perancis Emmanuel Macron pun memuji peran Qatar yang sangat penting. Tiga hari kemudian, Hamas juga membebaskan dua warga Israel.
Baca juga : Negosiasi Sandera Hamas Buka Harapan
Qatar telah menyediakan tempat untuk kantor politik Hamas selama lebih dari 10 tahun. Pada saat yang sama, negara itu juga memberi tempat untuk pangkalan militer AS terbesar di Timur Tengah.
”Qatar memiliki keuntungan yang tidak dimiliki oleh pihak lain, yaitu Qatar telah menampung kepemimpinan politik Hamas selama satu dekade terakhir,” kata Hasni Abidi, Direktur Pusat Studi dan Penelitian Dunia Arab dan Mediterania, yang berkantor di Geneva, Swiss.
Kekuatan dana
Dana dari Qatar juga turut membantu Hamas membayar gaji pegawai negerinya. Ayah Emir saat ini, Hamad bin Khalifa al-Thani, bahkan pernah mengunjungi Gaza pada 2012. Dengan keunikan ini, Qatar menjadi satu-satunya entitas yang berwenang untuk bernegosiasi atas nama Hamas dan Brigade Ezzedine al-Qassam, sayap militernya.
Selain memberi tempat kepada Hamas, Qatar juga mengundang Taliban untuk membuka kantornya di Doha. Negara itu juga memediasi perundingan antara AS dan Taliban, yang berujung penarikan pasukan AS dari Afghanistan pada 2021.
Prestasi Qatar telah tercatat dalam mediasi-mediasi rumit, seperti kasus-kasus penyanderaan. Negara itu berperan penting dalam pembebasan seorang guru Swiss yang diculik di Yaman dan pembebasan sandera di Mali pada 2013.
Qatar juga memediasi pembebasan lima warga negara AS yang ditahan Iran pada September 2023. Baru-baru ini, pada 16 Oktober, saat semua mata tertuju ke Gaza, Qatar mengumumkan bahwa mereka telah memulangkan anak-anak Ukraina yang diculik Rusia selama invasi.
Untuk mencapai posisi saat ini, sebagai pemain utama mediator konflik, Qatar harus menanggung banyak tantangan internasional. Dua pekan setelah konflik di Gaza meletus, misalnya, AS memperingatkan sekutunya bahwa tidak ada lagi hubungan seperti biasa dengan Hamas. Peringatan ini semacam cubitan pada Qatar, yang menampung beberapa tokoh Hamas.
Pada tahun 2017, negara tetangga Qatar yang digalang Arab Saudi memberlakukan blokade diplomatik dan ekonomi selama tiga tahun untuk menuntut agar Qatar memutuskan hubungan dengan Hamas dan gerakan Ikhwanul Muslimin, serta membekukan hubungan dengan Iran.
Pada Rabu (22/11/2023), untuk pertama kalinya, Gedung Putih juga mengungkapkan peran Presiden AS Joe Biden dalam proses mediasi sandera yang rumit tersebut. Biden mengatakan, ia terus menjalin komunikasi dengan para pemimpin Qatar, Mesir, dan Israel.
Baca juga : Gempuran Israel ke Gaza Makin Intensif, Hamas Ancam Bunuh Sandera
Biden dan pemerintahannya melakukan negosiasi melalui Qatar dan Mesir untuk mengatur kesepakatan dengan Hamas. Ketiga pemimpin tersebut mewakili kubu yang berbeda, sementara Qatar bertindak sebagai saluran diplomatik utama.
Komitmen Doha-Washington
Dalam percakapan melalui telepon, Biden dan Emir Qatar berkomitmen untuk tetap berhubungan erat guna memastikan kesepakatan Hamas-Israel dilaksanakan sepenuhnya. ”Mereka menegaskan kembali pentingnya melindungi nyawa warga sipil, menghormati hukum kemanusiaan internasional, dan meningkatkan serta mempertahankan bantuan kemanusiaan kepada warga Palestina di Gaza,” demikian pernyataan Gedung Putih.
Biden berbicara melalui telepon terpisah dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi. Dalam pembicaraan teleponnya dengan Netanyahu, Biden terus meyakinkan bahwa ia akan terus berupaya menjamin pembebasan semua sandera yang tersisa.
Sementara itu, Biden mengatakan kepada Sisi bahwa AS tidak akan mengizinkan pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza atau Tepi Barat. Biden juga menegaskan bahwa Gaza tidak bisa ”tetap menjadi tempat perlindungan bagi Hamas”.
”Presiden Biden menegaskan komitmennya terhadap pembentukan negara Palestina dan mengakui peran penting Mesir dalam menentukan kondisi untuk mencapai tujuan tersebut,” kata pernyataan Gedung Putih itu.
Presiden Kongres Yahudi Dunia Ronald Lauder pada hari Rabu menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Doha atas peran penting mereka dalam memfasilitasi pembebasan yang akan datang. (AP/AFP/REUTERS)