Jalan Panjang Penuh Rahasia Menuju Jeda Pertempuran Hamas-Israel
Kesepakatan terwujud melalui serangkaian negosiasi rahasia selama 1,5 bulan di antara kedua pihak dengan mediasi Qatar dan Mesir serta melibatkan Amerika Serikat.
GAZA, KAMIS — Jeda pertempuran dan pembebasan sandera yang disepakati Israel dan Hamas belum dimulai secara resmi. Israel, Kamis (23/11/2023), menyebut, negosiasi tentang hal itu masih berjalan.
Sebelumnya, menurut sumber keamanan Mesir, para mediator dalam perundingan jeda pertempuran mengatakan, pembebasan sandera dimulai pada Kamis pukul 10.00 waktu setempat atau pukul 15.00 WIB. Namun, Israel menundanya.
”Pembebasan sandera dimulai berdasarkan kesepakatan awal para pihak dan tidak akan terjadi sebelum Jumat,” kata Penasihat Keamanan Nasional Israel Tzachi Hanegbi dalam pernyataan yang dikeluarkan kantor Perdana Menteri Israel.
Baca juga: Hamas-Israel Sepakat Hentikan Perang 4 Hari, 50 Sandera Ditukar 150 Tawanan Palestina
Israel dan Hamas menyepakati jeda pertempuran selama empat hari untuk pertukaran sandera dan aliran bantuan kemanusiaan, Rabu (22/11/2023). Tak mudah mencapai kesepakatan itu.
Kesepakatan terwujud melalui serangkaian negosiasi rahasia selama 1,5 bulan di antara kedua pihak dengan mediasi Qatar dan Mesir serta melibatkan Amerika Serikat. Enam pekan lalu, tak lama setelah Hamas menyerang wilayah selatan Israel, Qatar diam-diam menghubungi Gedung Putih. Mereka membahas bagaimana membebaskan setidaknya 240 orang yang disandera Hamas.
Misi itu menuntut kerahasiaan tinggi. Saking rahasianya, para pejabat AS membentuk sel atau tim kecil untuk berkomunikasi dengan Hamas secara langsung. Negosiasi hanya diketahui segelintir orang di kalangan pemerintahan AS.
Tim untuk berkomunikasi dengan Hamas melibatkan Koordinator Timur Tengah pada Dewan Keamanan Nasional (NSA), Brett McGurk, dan penasihat hukum pada NSA, Joshua Geltzer. Setiap pagi McGurk berbicara melalui telepon dengan PM Qatar Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani. Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan berkomunikasi dengan pihak Israel. Adapun Direktur Badan Intelijen Pusat (CIA) Bill Burns berbicara dengan Direktur Mossad David Barnea.
Selama berminggu-minggu, tim negosiator mencari cara untuk membebaskan sandera. Gedung Putih menilai itu satu-satunya cara realistis untuk menghentikan pertempuran berdarah yang menghancurkan kawasan tersebut. AS terus menekan Hamas. Qatar dan Mesir sebagai perantara komunikasi dengan Hamas.
Presiden AS Joe Biden bahkan masih membahas kesepakatan tersebut hingga Rabu melalui telepon dengan PM Israel Benjamin Netanyahu dan para pemimpin dunia lainnya. Ia menelepon Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamam Al-Thani.
Baca juga: Netanyahu Bersumpah Tak Berniat Hentikan Perang
Pada 12 Oktober, sudah ada proposal awal pembebasan sandera oleh Hamas dengan pertukaran pembebasan warga Palestina yang ditawan Israel. Namun, Israel menolak. Netanyahu berulang kali menyatakan, pertempuran akan berhenti jika sandera dibebaskan.
Pada 20 Oktober, mediasi Qatar dan Mesir membuahkan pembebasan dua perempuan warga AS, Natalie Raanan (17) dan ibunya, Judith (59), dilepaskan. Dua sandera kembali dibebaskan pada 23 Oktober, Yocheved Lifshitz dan Nurit Cooper.
Saat Israel melancarkan serangan darat ke Gaza pada 24 Oktober 2023, AS mendapat kabar Hamas menyetujui parameter kesepakatan untuk membebaskan sandera perempuan dan anak-anak. Itu diartikan akan ada jeda dan penundaan atas serangan darat Israel.
Namun, Israel berpandangan syarat-syarat yang ada tidak cukup untuk menunda karena tidak ada bukti kehidupan dari para sandera. Sementara itu, Hamas mengatakan tidak bisa menentukan siapa saja yang ditahan sampai jeda pertempuran dimulai.
Pembebasan sandera dimulai berdasarkan kesepakatan awal para pihak dan tidak akan terjadi sebelum Jumat.
Selama tiga minggu berikutnya, Biden terlibat dalam pembicaraan detail tentang potensi pembebasan tawanan. Hamas dituntut memberikan daftar nama para sandera, informasi tentang sandera, dan jaminan pembebasan.
Menurut seorang pejabat, proses itu lama dan komunikasi pun sulit. Pesan-pesan harus diteruskan dari Doha atau Kairo ke Gaza. Dari Gaza, informasi dikirim kembali ke Doha atau Kairo sebelum diteruskan ke Israel dan AS.
Baca juga: Gempuran Israel ke Gaza Makin Intensif, Hamas Ancam Bunuh Sandera
Tahapan untuk melepas sandera terbentuk saat Biden menelepon PM Qatar. Dalam kesepakatan yang disusun, perempuan dan anak-anak akan dilepaskan terlebih dulu oleh Hamas. Bersamaan dengan itu, Israel akan melepaskan warga Palestina yang menjadi tahanan. Israel menuntut Hamas memastikan semua wanita dan anak-anak dibebaskan di tahap awal.
AS melalui Qatar minta bukti bahwa para sandera hidup atau informasi yang mengidentifikasi para wanita dan anak-anak yang disandera Hamas. Hamas menjamin 50 sandera akan dilepaskan di tahap awal, tetapi tidak bersedia memberikan daftar detail tentang mereka.
Pada 9 November, Burns bertemu Emir Qatar dan Barnea di Doha membahas pengaturan pelepasan sandera. Hambatan terbesarnya, Hamas tidak secara jelas mengidentifikasi para sandera. Tiga hari kemudian Biden kemudian menelepon Emir Qatar untuk meminta nama dan informasi jelas terkait 50 sandera itu.
Tak lama, Hamas mengeluarkan detail dari 50 sandera yang akan dibebaskan di tahap pertama. Menurut pejabat, informasi itu menjadi dasar untuk bergerak.
Biden lantas menelepon Netanyahu dan mendesaknya untuk menyetujui kesepakatan. Netanyahu setuju.
Pada 19 November, McGurk bertemu Kepala Intelijen Mesir Abbas Kamel di Kairo. Saat itu datang kabar dari para pemimpin Hamas di Gaza, mereka menyetujui kesepakatan yang disusun di Doha. Setelah serangkaian pertemuan, kesepakatan pun tercapai pada 22 November.
Kesepakatan jeda pertempuran itu jelas-jelas memberikan harapan. Selain pembebasan sandera oleh Hamas dan tawanan Palestina oleh Israel secara bertahap, jeda pertempuran memberi kesempatan untuk membawa masuk lebih banyak lagi bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Lembaga bantuan kemanusiaan internasional sudah siap mengirimkan ribuan truk bermuatan makanan, air, dan pasokan penting lainnya ke Jalur Gaza.
Namun, banyak yang mengatakan, jeda pertempuran empat hari itu tidak cukup memenuhi kebutuhan warga Palestina setelah tujuh minggu hidup dalam pengungsian. Kondisi mereka menyedihkan.
Juru Bicara Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Tommaso Della Longa mengatakan, seluruh sektor kemanusiaan akan ditingkatkan begitu semua siap. (AP/REUTERS/AFP)