Pembebasan sandera itu hanya akan dikompensasi dengan gencatan senjata sementara di Jalur Gaza. Serangan akan dilanjutkan segera setelah gencatan senjata selesai.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·4 menit baca
TEL AVIV, RABU — Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tak berniat menghentikan perang. Ia hanya menyetujui gencatan senjata dengan imbalan pembebasan sebagian sandera.
Netanyahu menyatakan hal itu dalam rapat kabinet, Rabu (22/11/2023), di Jerusalem. Pembebasan sandera hanya akan dikompensasi dengan gencatan senjata sementara di Jalur Gaza. Militer Israel, IDF, akan meneruskan serangan ke Gaza.
Agenda rapat kabinet itu untuk memutuskan menerima atau menolak gencatan senjata dengan Hamas. Lewat pemungutan suara, kabinet memutuskan menerima gencatan senjata beberapa hari di Gaza.
Sebanyak 50 dari 240 orang yang disandera Hamas sejak 7 Oktober 2023 akan dibebaskan lewat kesepakatan itu. Belum ada perincian lebih lanjut soal kesepakatan tersebut.
Sejumlah media Israel menyebut, tidak hanya menyetujui gencatan senjata lima hari. Israel juga akan membebaskan 150 warga Palestina di sejumlah penjara Israel.
Kepada kabinet, Netanyahu berjanji kembali menyerang Hamas setelah gencatan senjata berakhir. Perang akan terus berlanjut sampai menghancurkan kemampuan militer Hamas dan mengembalikan semua sandera. ”Kami sedang berperang, dan kami akan melanjutkan perang. Kami akan melanjutkannya sampai kami mencapai semua tujuan kami,” katanya.
Gencatan senjata sementara itu semata-mata merupakan strategi taktis untuk melanjutkan serangan. Selama masa tenang gencatan, intelijen Israel akan terus bekerja. Dengan demikian, IDF akan punya bekal informasi lebih lengkap untuk melanjutkan perang.
Hal ini dikatakan PM Israel itu dalam rangka meyakinkan para menteri di kabinetnya untuk mengambil pilihan gencatan senjata selama beberapa hari untuk pembebasan sandera. Pilihan ini, katanya, memang sulit tetapi tepat.
Di kabinet Netanyahu, terdapat beberapa menteri garis keras yang selama ini menyatakan menolak penghentian serangan ke Hamas meskipun hanya sementara. Dia mengatakan, pertempuran akan berlanjut. ”Sampai Gaza tidak lagi mengancam Israel,” ujarnya.
Mediasi panjang
Pembebasan sandera bagian dari hasil mediasi oleh Qatar. Mediasi dimulai beberapa hari setelah Hamas menyerbu Israel 1,5 bulan lalu. Selasa kemarin, Hamas mengaku ada kesepakatan dengan Israel. Hal itu disampaikan oleh pemimpin Hamas Ismail Haniyyeh.
Hingga saat ini, Hamas hanya membebaskan empat tawanan, di antaranya warga AS, Judith Raanan (59), dan putrinya, Natalie Raanan (17), pada 20 Oktober dengan alasan kemanusiaan. Kemudian, pada 23 Oktober, Hamas membebaskan warga Israel, Nurit Cooper (79) dan Yocheved Lifshitz (85). Belum diketahui keberadaan ataupun kabar 240 sandera lainnya.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyambut baik kesepakatan lanjutan itu. ”Kami bisa segera membawa pulang beberapa sandera ini,” katanya.
Optimisme serupa disuarakan juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed al-Ansari. ”Kita berada pada titik terdekat dalam mencapai kesepakatan,” ujarnya kepada para wartawan.
Kepala Komisi Urusan Tahanan di Otoritas Palestina Qadura Fares mengatakan belum melihat daftar tahanan Palestina yang termasuk dalam kesepakatan itu. Saat ini, kata Fares, lebih dari 7.800 warga Palestina dipenjara oleh Israel.
Dari jumlah itu, terdapat 85 perempuan dan 350 anak di bawah umur. Sebagian besar ditahan tanpa tuduhan atau karena insiden kecil, seperti pelemparan batu ke arah tentara Israel, bukan karena melancarkan serangan militan.
Sementara itu, juru bicara Layanan Penjara Israel mengatakan, mereka tidak mengetahui adanya kesepakatan untuk membebaskan tahanan Palestina. Mereka juga mengatakan tak memiliki informasi berapa banyak perempuan dan anak-anak Palestina yang berada dalam tahanan Israel ataupun rincian mengenai jenis pelanggaran mereka.
Desakan warga
Ribuan kerabat para sandera dan pendukung Israel berbaris di sepanjang jalan raya dari Tel Aviv ke Jerusalem untuk menekan pemerintah agar menjamin pembebasan para tawanan. Pada Selasa, puluhan warga Israel berkumpul di luar kampus Kementerian Pertahanan di Tel Aviv.
Mereka menabuh genderang sambil berteriak ”Waktu hampir habis, bawa mereka semua kembali!” dan membawa spanduk bertuliskan ”Kesepakatan Sekarang!”.
Kamelia Hoter Ishay, nenek dari Gali Tarshansky yang berusia 13 tahun, yang diyakini ditahan di Gaza, mengatakan, dia berusaha untuk tidak mengikuti semua laporan kesepakatan karena takut kecewa. ”Satu-satunya hal yang saya tunggu adalah panggilan telepon dari putri saya, Reuma, yang menyatakan bahwa ini benar-benar sudah berakhir,” katanya.
Sementara di Gaza, tempat penampungan pengungsi Jabaliya kembali diserang Israel. Sejumlah lokasi di Gaza juga masih terus digempur Israel.
Serangan itu membuat Kementerian Kesehatan Palestina kesulitan mendata jumlah korban. Akibatnya, mulai Selasa, tidak ada lagi pembaruan data jumlah korban serangan Israel di Gaza. (AFP/REUTERS)