Korupsi Memfasilitasi Perdagangan Manusia di Asia Tenggara
Riset Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan menemukan, korupsi memperlancar dan mempermudah perdagangan orang dan penyelundupan manusia di Asia Tenggara. Mustahil kejahatan ini terjadi tanpa korupsi.
Oleh
KHAERUDIN, DARI BANGKOK. THAILAND
·4 menit baca
BANGKOK, KOMPAS — Riset terbaru dari Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Narkoba dan Kejahatan wilayah Asia Pasifik menemukan, korupsi telah banyak memfasilitasi dan memperlancar perdagangan orang dan penyelundupan manusia di Asia Tenggara. Korupsi bahkan terjadi di semua level aktivitas perdagangan manusia, dari interaksi awal pelaku dengan korban hingga ke tahap penegakan hukum dan perlindungan korban.
Riset dikerjakan Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) bekerja sama dengan The Bali Process, organisasi multilateral yang mendukung upaya global dalam memerangi perdagangan manusia. Meski kejahatan besar dan banyak terjadi di negara-negara anggota Bali Process, penelitian soal perdagangan orang dan penyelundupan manusia di kawasan ini dianggap sangat sedikit. Anggota Bali Process kebanyakan merupakan negara Asia-Pasifik.
Riset juga dilatarbelakangi oleh pengabaian dan kurangnya pendokumentasian soal korupsi. Padahal kejahatan ini banyak memfasilitasi dan memperlancar terjadinya perdagangan orang dan penyelundupan manusia.
”Kami sadar, para pelaku kejahatan ini sering kali dimungkinkan dan dipermudah oleh masyarakat dan korupsi di sektor swasta. Namun, membicarakan korupsi sering kali dianggap sesuatu yang tidak penting, sangat terstigmatisasi, tidak populer, serta sulit didiskusikan, didokumentasikan, dan ditangani,” ujar Koordinator Regional UNODC untuk Perdagangan Manusia dan Penyelundupan Migran Rebecca Miller dalam Konferensi Regional tentang Korupsi sebagai Fasilitator Perdagangan Manusia dan Penyelundupan Migran di Bangkok, Thailand, Rabu (22/11/2023).
Konferensi selama dua hari tersebut secara khusus membahas hasil riset UNODC. Beberapa temuan penting riset mengonfirmasi temuan soal bagaimana korupsi memfasilitasi sekaligus mempermudah terjadinya kejahatan perdagangan orang dan penyelundupan manusia.
Terdapat setidaknya sembilan konteks korupsi yang kerap terjadi dalam perdagangan orang dan penyelundupan manusia. Konteksnya mulai dari rekrutmen pekerja migran dan korban perdagangan manusia; pengadaan dan manipulasi dokumen; lintas batas negara, transportasi; pergerakan korban di bandara; akomodasi; penegakan hukum dan investigasi terkait perdagangan manusia; penuntutan dan persidangan para pelaku; hingga interaksi penyelenggara layanan dengan pelaku dan korban.
Kebanyakan bukti korupsi yang tersedia dari riset ini terkait dengan tugas-tugas pemerintahan di bidang rekrutmen pekerja migran, pembuatan dokumen perjalanan, penjaga lintas batas negara, dan proses investigasi pidana. Pegawai pemerintah di bidang-bidang tersebut yang rentan menerima suap, antara lain, penegak hukum (polisi, jaksa, dan hakim), petugas imigrasi, pegawai di bidang perekrutan pekerja migran, dan petugas yang bertanggung jawab terhadap penerbitan semua dokumen perjalanan.
Semua negara terkena dampak perdagangan manusia, penyelundupan migran, dan korupsi. Kami juga tahu bahwa kejahatan ini tidak akan berhenti dalam waktu dekat.
Hasil riset menunjukkan, 22 persen dari 3.977 orang yang disurvei menyinggung soal penyuapan dan pemerasan. Sebanyak 28 persen atau 1.120 orang korban yang disurvei mengakui bahwa para pelaku membantu mereka dalam berhubungan dengan otoritas terkait.
Temuan riset lainnya menunjukan, ada 40 persen pelaku perdagangan orang dan penyelundupan migran berkontak secara langsung maupun tidak langsung dengan petugas pemerintahan. Dari jumlah tersebut, 60 persen di antaranya mengaku memberikan hadiah kepada pegawai pemerintah terkait, sebagai pemberian tambahan dari biaya resmi yang harus dikeluarkan.
”Beberapa orang yang kami wawancari mengatakan, penyelundupan migran dan perdagangan orang hampir tidak mungkin terjadi tanpa keterlibatan pegawai resmi di perbatasan dan pemberian suap. Beberapa pos pemeriksaan mungkin digunakan oleh para pelaku penyelundupan migran dan perdagangan manusia karena ada petugas yang bisa disuap,” ujar Penasihat Antikorupsi Kantor Regional UNODC Annika Wythes.
Riset juga menemukan, pegawai pemerintah di level terendahlah yang biasanya menerima konsekuensi hukuman jika menyangkut korupsi terkait perdagangan orang dan penyelundupan manusia. Menurut Miller, kerap kali ditemukan kasus korupsi yang menyangkut upaya menghalangi penyelidikan pidana atas kasus-kasus perdagangan orang dan penyelundupan manusia.
”Kerap terjadi kasus korupsi yang tujuannya menghalangi penyelidikan dari situasi eksploitatif terhadap korban. Selain itu, korupsi juga menciptakan impunitas bagi para pelaku kejahatan ini,” katanya.
Wythes menambahkan, salah satu temuan penting dari riset ini adalah penyuapan dilakukan terhadap jaksa dan hakim. ”Uang (suap) menjadi ganti dari penarikan tuntutan dan upaya agar pelaku divonis tak bersalah atau mendapatkan hukuman yang minimal,” katanya.
Poin terakhir membuat kejahatan perdagangan manusia masih sering terjadi dan jumlahnya meningkat, terutama setelah pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19, menurut Miller, membuat banyak orang kehilangan pekerjaan dan berusaha mencari penghidupan lebih baik di negara lain. Namun, situasi ini justru menjadi celah bagi pelaku untuk mengeksploitasi calon korban.
”Semua negara terkena dampak perdagangan manusia, penyelundupan migran, dan korupsi. Kami juga tahu kejahatan ini tidak akan berhenti dalam waktu dekat. Kesenjangan ekonomi dan kesenjangan sosial semakin parah akibat dampak pandemi Covid-19, konflik, dan perubahan iklim. Ini menciptakan kondisi di mana individu terus terdorong untuk bergerak mencari peluang yang lebih baik, tetapi juga bergerak melarikan diri dari penganiayaan dan kekerasan. Pelaku perdagangan manusia dan penyelundup mengeksploitasi kerentanan ini,” papar Miller yang juga mantan pejabat imigrasi Selandia Baru.
Lebih jauh, riset UNODC menemukan, terdapat keuntungan cukup besar yang dihasilkan oleh penyelundupan migran dan perdagangan manusia. ”Ini menyebabkan korupsi mungkin terjadi dalam skala besar dan memberikan jalan bagi pencucian uang dan penyembunyian keuntungan yang diperoleh secara haram. Korupsi sekaligus menjadi fasilitator penyelundupan migran dan manusia perdagangan manusia. Kejahatan ini merupakan pendorong utama kedua kejahatan tersebut,” katanya.