Rumah Sakit di Gaza Dikelilingi Pertempuran Sengit Hamas-Israel
Berbagai rumah sakit di Gaza dikepung oleh Israel ataupun Hamas. Israel melancarkan serangan darat dan udara ke Gaza. Hamas membalas dengan menembakkan roket.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
GAZA, MINGGU — Rumah sakit-rumah sakit di Gaza terkepung oleh pertempuran sengit antara pasukan Hamas dan Israel. Tidak ada tanda-tanda pertempuran menyurut. Desakan internasional untuk gencatan senjata antara Israel dan Hamas masih sangat sulit dicapai.
Salah satu desakan tersebut muncul dari pertemuan puncak gabungan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Arab di Riyadh, Arab Saudi, Sabtu (11/11/2023). Pertemuan menghasilkan resolusi, antara lain, menyerukan penghentian segera agresi militer Israel ke Gaza.
Seruan ini juga dilontarkan Presiden Joko Widodo dalam pernyataannya pada pertemuan itu. ”Gencatan senjata harus segera dilakukan. Alasan Israel bahwa ini sebuah self-defence tak dapat diterima. Ini adalah collective punishment,” katanya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Minggu (12/11/2023) menerbitkan pernyataan bahwa 36 rumah sakit di Gaza tidak berfungsi. ”WHO sangat mengkhawatirkan keselamatan pasien, tenaga kesehatan, dan orang-orang yang mencari perlindungan di dalam rumah sakit,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Gebreyesus.
Berbagai rumah sakit di Gaza dikepung oleh Israel ataupun Hamas. Israel melancarkan serangan darat dan udara ke Gaza. Hamas membalas dengan menembakkan roket. Baik militer Israel maupun Hamas sama-sama menyangkal bahwa mereka sengaja menyerang rumah sakit.
Direktur Rumah Sakit Al-Shifa Mohammed Abu Salmiya mengatakan, kondisi pengepungan itu membuat para tenaga kesehatan tidak bisa bekerja. Di rumah sakit itu ada 600 pasien pascaoperasi, 40 bayi yang baru lahir, dan 17 pasien unit perawatan intensif.
RS Al-Shifa, lanjut Abu Salmiya, tidak memiliki aliran listrik, air bersih, dan makanan. Ada dua bayi yang meninggal gara-gara inkubator mereka padam akibat tidak ada listrik. Demikian pula satu pasien yang kehilangan nyawa akibat ventilator mati.
Mohammed Obeid, dokter bedah dari Dokter Lintas Batas (Medecines Sans Frontier/MSF) yang bertugas di RS Al-Shifa, mengungkapkan, petembak runduk menembaki empat pasien yang berada di lingkungan rumah sakit. Ada yang tertembak di leher dan ada yang di dada. Tidak diketahui siapa petembak runduk itu.
”Padahal, keempat pasien itu berusaha meninggalkan rumah sakit untuk mengungsi ke Gaza bagian selatan,” tutur Obeid. Situasi di selatan juga tidak aman karena serangan juga terjadi di dekat Rafah.
Bulan Sabit Merah Palestina menyebarkan permintaan bantuan untuk Rumah Sakit Al-Quds. Di sana ada 500 pasien dan 14.000 orang yang mengungsi. Selain obat-obatan, bantuan penting adalah susu formula karena bayi-bayi mengalami dehidrasi akibat tidak ada asupan pengganti air susu ibu. Demikian pula di Rumah Sakit Indonesia yang, menurut keterangan, hanya berfungsi 40 persen dari kapasitas penuh.
Aturan perang
Di dalam aturan perang, tempat-tempat umum, antara lain rumah sakit, tempat ibadah, dan sekolah, sejatinya tidak boleh diserang. Akan tetapi, Israel sengaja menyerang rumah sakit-rumah sakit di Gaza dengan alasan Hamas memiliki gudang senjata di bawah tanah fasilitas kesehatan tersebut.
Israel belum bisa memberi bukti yang konkret atas tuduhan tersebut, tetapi peta ataupun ilustrasi yang menggambarkan tuduhan itu beredar luas di media sosial. Hamas menyangkal tuduhan tersebut.
Di dalam aturan perang, tempat-tempat umum, antara lain rumah sakit, tempat ibadah, dan sekolah, sejatinya tidak boleh diserang.
Sejumlah pengelola rumah sakit, termasuk Rumah Sakit Indonesia, mengadakan jumpa pers daring guna mengklarifikasi bahwa mereka tidak memiliki ruang rahasia ataupun terowongan untuk menyimpan persenjataan Hamas.
Juru Bicara Militer Israel Kolonel Richard Hecht mengatakan, apabila Hamas meyerang dari rumah sakit, Israel akan membalas. Pekan lalu, Israel menembakkan rudal ke konvoi ambulans Palestina dengan dalih mereka menerima informasi bahwa anggota Hamas berusaha bergerak di Gaza dengan menyusupi konvoi tersebut.
Akibat serangan tersebut, ada 12 orang tewas. Pejabat Hamas menyatakan informasi yang dituduhkan Israel itu ”tidak berdasar”.
Tidak lama setelah pernyataan Hecht, Kepala Juru Bicara Militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari memberi pengumuman baru. ”Kami akan membantu mengevakuasi bayi-bayi di rumah sakit Gaza menuju lokasi yang lebih aman,” ujarnya.
Sementara itu, pengamat etika militer di Universitas Case Western Reserve di Amerika Serikat, Jessica Wolfendale, menjelaskan bahwa peraturan perang internasional sangat jelas. ”Jika tuduhan Israel bahwa di bawah rumah sakit ada gudang senjata Hamas terbukti sekalipun, rumah sakit tidak boleh diserang. Harus ada proses pemberitahuan dan evakuasi yang menyeluruh sebelum fasilitas kesehatan bisa dirazia,” ucapnya.
Tekanan internasional terus diarahkan kepada Israel ataupun Hamas. Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan, dua per tiga penduduk Gaza kehilangan tempat tinggal, 11.000 orang tewas, dan 190 di antaranya adalah tenaga kesehatan.
Dari pihak Israel, 1.400 orang tewas dalam serangan Hamas, 7 Oktober 2023. Sebanyak 240 warga Israel ataupun warga asing masih disandera. Lokasi penyekapan mereka belum diketahui sehingga ini pula menjadi alasan Israel memorak-porandakan Gaza.
”Sudah 35 hari berlalu dan sama sekali tidak ada kabar ataupun perkembangan mengenai kedua orangtua saya yang disandera Hamas,” kata warga Israel, Yair Mozes.
Di Barat, terjadi perbedaan sikap. Presiden Perancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez menyerukan gencatan senjata. Sebaliknya, Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Kanselir Jerman Olaf Scholz, dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak hanya meminta jeda kemanusiaan. Di berbagai kota di dunia, unjuk rasa terus dilakukan mendesak percepatan gencatan senjata.
Dilansir surat kabar Guardian, Jaksa Penuntut Umum Mahkamah Internasional Karim Khan mengeluarkan peringatan kepada semua pihak yang bertempur. ”Siapa pun yang terbukti menyerang warga sipil dan merusak fasilitas umum di bawah perlindungan hukum internasional pasti akan kami proses,” katanya. (AP/AFP/REUTERS)