Wajah Kontras Bank Darah di Gaza dan Israel, Penolong Vital di Tengah Perang
Dalam situasi perang, bank darah menjadi sarana penolong yang penting. Menghadapi serangan Israel, Gaza tak punya fasilitas bank darah semewah di Israel. Kementerian Kesehatan Palestina meminta donasi darah untuk Gaza.
Di tengah perang Hamas-Israel yang berkecamuk saat ini, salah satu sarana penolong yang penting adalah bank darah. Ketersediaan darah vital untuk menolong para korban yang membutuhkan transfusi darah.
Namun, sebagaimana terlihat mencolok pada hal-hal lain, seperti persenjataan, personel militer, dana, dan perlengkapan pendukungnya, daya dukung bank darah di Gaza dan Israel bak bumi dan langit.
Jangankan dalam daya dukung bank darah, layanan dasar kesehatan di Gaza sudah lumpuh. Rumah Sakit (RS) Al-Quds, misalnya, mulai kehabisan daya listrik dan terpaksa mengurangi layanan bagi para pasien. Gempuran artileri dan bom Israel menghujani wilayah sekitar rumah sakit tersebut. Konvoi pengangkut perlengkapan medis dihadang serangan Israel sehingga gagal mencapai rumah sakit tersebut.
RS Al Quds menangani 14.000 pasien dan pengungsi yang berjejalan di sana. Oleh karena kehabisan bahan bakar, pengelola rumah sakit itu terpaksa mematikan generator listrik utama.
Emily Callahan, perawat asal Amerika Serikat, dalam wawancara dengan televisi CNN selepas 26 hari bertugas di Gaza, melukiskan sulitnya memberikan layanan kesehatan di Gaza. ”(Di tempat penampungan Khan Younis) Sekitar 35.000 pengungsi, anak-anak dengan luka bakar di wajah, leher, dan lengan—karena (pasien) rumah sakit membeludak—langsung dipulangkan ke kamp pengungsi yang tak punya akses pada air bersih,” tutur Callahan kepada Anderson Cooper, presenter CNN, Selasa (7/11/2023).
Callahan bekerja untuk organisasi Dokter Lintas Batas (Medicins Sans Frontiers/MSF). Setelah bertahan 26 hari di Gaza setelah meletusnya perang Hamas-Israel, ia dievakuasi keluar dari Gaza melalui gerbang perbatasan dengan Mesir di Rafah.
Baca juga : Menyelamatkan Nyawa Warga di Gaza
Kebutuhan darah di Jalur Gaza dan operasi medis berjalan dalam keadaan serba darurat. Kamar bedah di RS Al Quds dan fasilitas penyedia oksigen sudah tutup karena ketiadaan listrik dan logistik pendukung.
Untuk memenuhi kebutuhan darah bagi para korban perang di Gaza, beberapa pihak menggalang donor darah. Kementerian Kesehatan Palestina meminta warga segera menyumbangkan darah ke Rumah Sakit Shifa dan rumah sakit-rumah sakit lain di Jalur Gaza.
Permintaan tersebut disampaikan di tengah gempuran militer Israel yang membabi buta di sejumlah area pemukiman padat di Gaza. Media Jordania, The Jordan Times, pada 22 Oktober 2023 melaporkan, warga Jordania sesuai perintah Raja Abdullah II beramai-ramai menyumbangkan darah bagi warga Palestina di Jalur Gaza.
”Satu labu darah bisa menyelamatkan hingga tiga nyawa. Labu darah dari Jordania dikumpulkan untuk segera dikirim ke Palestina,” kata Duaa Al Tahat, Direktur Bank Darah Wilayah Utara.
Satu labu darah bisa menyelamatkan hingga tiga nyawa. Labu darah dari Jordania dikumpulkan untuk segera dikirim ke Palestina.
Pemerintah Mesir, seperti dilaporkan Al Jazeera, membuka pusat penerimaan bantuan barang dan donor darah untuk Palestina di semua provinsi. Asosiasi pegawai negeri Mesir menggelar aksi donor darah di negara itu secara masif. Aksi donor darah dipimpin Yayasan Orman dan Life Makers bersama Kementerian Kesehatan dan Masyarakat Mesir.
Ambulans juga berkeliling di kampus-kampus Mesir untuk mengumpulkan bantuan medis, makanan, dan sukarelawan kesehatan. Bandar Udara El Arish, sekitar 40 kilometer dari perbatasan Rafah-Gaza, dibuka untuk menerima bantuan internasional bagi rakyat Palestina di Jalur Gaza.
Fasilitas mewah di Israel
Sementara rumah sakit-rumah sakit di Gaza terpaksa menutup kamar-kamar bedah mereka akibat ketiadaan pasokan listrik, bank darah Israel beroperasi dengan kapasitas penuh dengan fasilitas aman dan nyaman di balik tembok beton puluhan meter di bawah tanah.
Pusat Layanan Darah Nasional Marcus Magen David Adom, di kota Ramla dekat Tel Aviv, direncanakan akan dibuka dalam beberapa hari ke depan. Namun, karena perang Israel-Hamas mulai pecah tanggal 7 Oktober 2023, semua rencana pun berubah.
”Kami harus menyesuaikan diri dengan rencana perang. Kami harus beroperasi sesuai fungsi bank darah ini dibuat,” kata Eilat Shinar, Direktur Pusat Layanan Darah Magen David Adom, lembaga tanggap darurat dan bank darah Israel.
Bank darah bawah tanah Israel itu berada di kedalaman 15 meter dari permukaan tanah dengan bangunan enam lantai. Bangunan tersebut dibangun dengan biaya 135 juta dollar AS atau setara Rp 21 triliun.
Bank darah Israel tersebut dibangun dengan kemampuan menahan guncangan gempa bumi, tembakan roket, peluru kendali, hingga serangan senjata kimia. Fasilitas tersebut dapat memproses kebutuhan darah di tengah gempuran pertempuran.
Baca juga : Dukungan untuk Palestina, dari Mobilisasi Dana hingga Gerakan Boikot
Shinar mengatakan, bank darah tersebut sudah menyiapkan puluhan ribu labu darah dari berbagai golongan darah sejak tanggal 7 Oktober 2023. ”Kami bekerja sangat keras untuk memastikan ketersediaan pasokan darah. Banyak warga terluka dan kami harus melayani mereka,” kata Shinar.
Bank darah Israel yang dibangun tahun 1980-an sudah tidak mampu menangani kebutuhan darurat Israel, terlebih di masa darurat perang. Sesudah perang ketiga Israel-Hamas tahun 2014, ketika serangan roket-roket Hamas bisa menjangkau Tel Aviv dan kota-kota besar, Israel merancang pembangunan bank-bank darah yang lebih aman dan modern.
Baca juga : Anak-anak, Korban Terbesar Konflik Israel dan Hamas di Gaza
Bank darah bawah tanah tersebut dapat menyimpan lebih dari setengah juta labu darah, sedangkan fasilitas lama hanya mampu menyimpan 270.000 labu darah. Fasilitas tersebut juga terus memproses darah yang diterima untuk berbagai keperluan.
Moshe Noyovich, insinyur proyek dan perwakilan lembaga Sahabat Amerika dari Magen David Adom, mengatakan bahwa berbagai bangunan di Israel, termasuk bank darah, bisa menjadi sasaran serangan.
Pada masa lalu, bank darah harus mengungsikan semua perlengkapan jika ada serangan roket. Kini mereka dapat terus bekerja meski ada serangan datang. Bank darah bawah tanah itu dibangun dengan rangka beton tebal dan lapisan baja di area seluas 51.000 kaki persegi atau 15.544,8 meter persegi.
Bangunan tersebut dilengkapi sistem transportasi, laboratorium molekuler, dan penyaring udara yang memungkinkan anggota staf bekerja meski di tengah serangan senjata kimia dan biologi. Selain itu, disediakan ruangan aman seluas 3.200 kaki persegi atau 975 meter persegi untuk perlindungan dari serangan peluru kendali.
Begitulah salah satu wajah kontras perang Hamas-Israel. Warga Gaza bertahan hidup seadanya dengan harapan yang tersisa. Sementara Israel bertahan hidup dengan fasilitas lengkap. (AP)