Mengungkap Rahasia Houthi Menjatuhkan Pesawat Canggih Amerika Serikat
Dengan pasokan teknologi Rusia, China, dan Iran, Houthi menjatuhkan puluhan pesawat buatan Amerika Serikat. F-16, F-15, hingga MQ-9 Reaper dijatuhkan dengan persenjataan hasil modifikasi rudal berumur puluhan tahun.
Oleh
IWAN SANTOSA
·5 menit baca
Berperang sejak 2014, milisi Houthi di Yaman semakin canggih senjatanya dan semakin mahir bertempur. Bahkan, kelompok pemberontak itu berulang kali menjatuhkan pesawat nirawak Amerika Serikat.
Rabu (8/11/2023), AS mengakui salah satu pesawat MQ-9 Reaper yang beroperasi dekat Yaman dijatuhkan Houthi. Sampai Jumat (10/11/2023), belum ada kejelasan di mana pastinya pesawat berharga 32 juta dollar AS itu ditembak lalu jatuh. Sebelumnya pada 2017 dan 2019, Houthi juga menjatuhkan pesawat sejenis milik AS.
Apakah rahasia kesuksesan Houthi itu?
Menurut The Washtington Institute, awalnya Houthi hanya mengandalkan rudal darat ke udara (SAM) dan aneka meriam penangkis serangan udara. Seluruh arhanud dan rudal itu buatan Uni Soviet dan dikirimkan ke Yaman lebih dari 30 tahun lalu. Aneka arsenal itu sebenarnya milik angkatan bersenjata Yaman.
Dulu, sebagian Yaman dikuasai kelompok sosialis yang dekat dengan Moskwa. Uni Soviet, antara lain, memberikan 600 unit SAM ke Yaman. Sanaa, antara lain, punya rudal SA-2, SA-3, SA-6, SA-9, dan beberapa jenis rudal panggul buatan Uni Soviet.
Di Yaman, sebagian besar rudal SA-2 diubah menjadi senjata jarak pendek udara ke udara. Rudal itu dinamai Qaher-1 dan Qaher-2. Rudal-rudal itu jadi andalan Houthi di awal perang saudara Yaman yang meletus sejak 2014.
Milisi itu juga memodifikasi rudal AA-10 Alamo-B, AA-11, dan kemungkinan AA-8 dan AA-7 buatan Rusia yang menggunakan penjejak panas untuk menghantam sasaran. Houthi juga memodifikasi rel peluncur P-12 kala menyerang F-15 Arab Saudi. Milisi itu memodifikasi rudal udara ke udara dengan hanya ditenagai oleh alat catu daya APU-60.
Rudal lama
Dengan rudal-rudal lama itu, Houthi antara lain menjatuhkan sejumlah jet F-16 dan F-16 buatan AS di awal perang saudara Yaman. Jet-jet itu dipakai Bahrain dan Maroko yang bergabung dalam koalisi pimpinan Arab Saudi untuk menyerang Houthi.
Rudal-rudal Houthi juga menjatuhkan sejumlah helikopter serbu Apache milik Arab Saudi. Mereka juga menjatuhkan belasan pesawat nirawak yang diluncurkan koalisi Arab Saudi.
Di 2016, arhanud dan rudal-rudal Houthi kehilangan kedigdayaan. Hanya satu pesawat nirawak dan satu helikopter koalisi Arab Saudi dijatuhkan Houthi. Memang, Houthi mengklaim menjatuhkan lebih banyak lagi. Walakin, tidak ada buktinya seperti pada 2015.
Pada 2017-2018, jumlah aneka aset udara koalisi Saudi yang dijatuhkan Houthi bertambah. Kunci suksesnya antara lain taktik SAMbushes. Cara kerja taktik itu menjebak dengan menembakkan rudal dalam serangan jarak dekat ke pesawat koalisi Arab Saudi. Mereka tidak menggunakan atau mengaktifkan penjejak radar.
Houthi menggunakan pengindera panas dengan sensor inframerah untuk menghantam jet tempur dan pesawat nirawak musuh dari ketinggian pegunungan di Yaman. Taktik itu mirip dengan yang dipakai Mujahidin Afghanistan kala mengusir Uni Soviet. Para gerilyawan Afghanistan bersembunyi di pegunungan sembari membawa rudal panggul Stinger. Jika ada pesawat atau helikopter musuh dalam jarak dekat, rudal ditembakkan.
Cara itu membuat Houthi meningkatkan jumlah kesuksesan menjatuhkan aneka aset udara koalisi Arab Saudi pada 2017-2018. Pada awal 2017, Arab Saudi antara lain mengumumkan Houthi memodifikasi SAM AA-10. Milisi Houthi membuat rudal itu bisa ditaruh di mobil yang diubah jadi alat peluncur. Dengan mobil kecil, rudal bisa diangkut lebih mudah ke pelosok.
Hanya berselang beberapa jam setelah pengumuman Arab Saudi, dua F-16 Jordania ditembak jatuh di Najran, Arab Saudi. Amman mengaku ada masalah teknis pada kedua jet itu. Sementara Houthi mengklaim menembak kedua jet itu.
Beberapa bulan setelah itu, Houthi mengklaim menembak F-15 milik Arab Saudi. Setelah itu, beberapa pesawat sejenis disebut ditembak dengan AA-10 hasil modifikasi Houthi. Adapun pada Maret 2018, dua F-16 Uni Emirat Arab nyaris ditembak dua rudal yang ditembakkan dari daerah yang dikendalikan Houthi di Yaman.
Pasokan lain
Beberapa tahun mengandalkan arsenal Uni Soviet, Houthi mendapat kiriman dari Iran. Dalam laporan The Washington Institute disebutkan, Koalisi Arab Saudi mengklaim Iran memasok Houthi dengan rudal Sayyad-2C SAM.
Rudal itu tersedia dalam tiga varian. Rudal jarak menengah Sayyad-1 bisa menjangkau sasaran hingga 120 kilometer dan bisa terbang pada ketinggian 27 km. Sayyad-1 disebut tiruan HQ-1 buatan China. Adapun HQ disebut hasil modifikasi Beijing atas SA-2 Uni Soviet.
Sementara Sayyad-2 diduga dikembangkan dari rudal RIM-66 SM-1 AS. Selama hampir tiga dekade sampai Revolusi Iran meletus, hubungan Washington-Teheran memang mesra. AS mengirimkan berbagai senjata ke Iran.
Sebagian persenjataan itu dikuasai pemerintahan hasil revolusi. Bahkan, Iran disebutkan mengembangkan tiruan senjata-senjata. Wujudnya, antara lain, rudal Sayyad-2 dan Sayyad-3.
Dikenalkan pada 2017, Teheran menyebut Sayyad-3C mampu menggunakan radar inframerah berikut kemampuan homing (menemukan dan menjejak sasaran) aktif dan semiaktif dalam pengendalian.
Selama perang Yaman, Iran diduga mengembangkan Sayyad-2C. Salah satu rudal itu dirampas pasukan koalisi Saudi. Rudal lain yang dipasok Iran ke Houthi adalah Qiam-1. Dengan Qiam-1, Houthi praktis bisa menyerang Riyadh.
Teheran juga disebut memasok radar virtual. Perusahaan Iran, Behine Pardazan Rizmojsanat (BP-RMS), membuat sistem itu. Sistem itu menyadap data sinyal kendali lalu lintas udara. Pesawat sipil maupun militer bisa dilacak oleh sistem itu.
Sistem itu membuat Houthi bisa memantau pergerakan pesawat di sekitar wilayah kekuasaannya. Jangkauan sistem itu sampai 250 km.
Dengan informasi itu, Houthi bisa memilah sasaran tanpa harus memancarkan sinyal radio untuk menjejak pesawat dan aneka benda lain yang terbang. Selama ini, sinyal itu jadi tanda untuk mengetahui apakah ada pemantauan pihak lain atau tidak. Tanpa keberadaan sinyal itu, pelacakan atau pemantauan pihak lain tidak diketahui.
Dengan aneka sistem dan persenjataan itu, Houthi bisa tiba-tiba menembak aset udara lawan tanpa lawan sempat menduganya. Dimulai dengan menyadap data lalu lintas udara, memantau posisi sasaran, lalu rudal ditembakkan dalam jarak dekat.
Rudal-rudal Houthi diketahui tidak menggunakan inframerah sampai benar-benar dekat ke sasaran. Hal itu menyulitkan awak pesawat dan helikopter lawan mengetahui sedang dalam kejaran rudal Houthi.
Dalam sistem pertahanan pesawat dan helikopter, pemantauan inframerah salah satu perangkat deteksi dini serangan. Tanpa ada deteksi dini, amat sulit mengelak serangan rudal lawan. Karena itu, beberapa MQ-9 Reaper AS dan aneka jet tempur buatan AS bisa dijatuhkan Houthi. (AP/REUTERS)