MQ-9 Reaper, Siluman Mematikan, dari Qassem Soleimani hingga Pemimpin Taliban
MQ-9 Reaper didesain tak sekadar sebagai pengumpul data intelijen. Pesawat nirawak itu juga berfungsi menjadi persenjataan untuk mengeksekusi target, baik bergerak maupun tidak bergerak, dengan ketepatan yang tinggi.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
DOKUMENTASI ANGKATAN UDARA AMERIKA SERIKAT
Pesawat nirawak milik Angkatan Udara Amerika Serikat MQ-9 Reaper
Insiden antara pesawat nirawak (unmanned aerial vehicle atau UAV) milik Angkatan Udara Amerika Serikat, MQ-9 Reaper, yang tengah menjalankan misi pengintaian, dan jet tempur Rusia, Su-27, adalah insiden terbaru melibatkan alutsista milik militer dua negara adidaya yang saat ini tengah berseteru.
Amerika Serikat mengklaim, sebelum menabrak baling-baling MQ-9 Reaper, jet tempur Rusia itu diduga secara sengaja membuang bahan bakar ke arah MQ-9 Reaper dan bermanuver di depannya. Pesawat nirawak yang dikendalikan dari jauh itu terpaksa mendarat darurat dan jatuh di Laut Hitam setelah baling-balingnya dihantam jet tempur Rusia.
Klaim tersebut dibantah Rusia. Menurut Moskwa, pesawat tanpa awak itu justru bermanuver tajam dan jatuh ke air saat dicegat pesawat tempur Rusia di dekat wilayah Crimea. Rusia menganggap ini hanya upaya provokasi AS. Insiden ini merupakan konfrontasi langsung pertama AS-Rusia sejak Rusia menginvasi Ukraina tahun 2022. (Kompas.id, 15 Maret 2023)
Duta Besar Rusia untuk AS Anatoly Antonov, Rabu (15/3/2023), seperti dikutip dari kantor berita TASS, mengatakan bahwa apabila setelah insiden itu jet tempur AS melakukan tindakan atau manuver terhadap obyek militer milik Rusia, termasuk jet tempur atau pesawat nirawak yang tengah berada di wilayah udara netral, tindakan itu tidak bisa diterima.
”Serangan yang disengaja terhadap pesawat Rusia di wilayah udara netral tidak hanya kejahatan menurut hukum internasional, tetapi juga deklarasi perang terbuka melawan kekuatan nuklir terbesar. Konflik bersenjata antara Rusia dan Amerika Serikat akan sangat berbeda dengan perang proksi. Orang Amerika menyerang kita dari jarak jauh di Ukraina,” kata Antonov.
AP/PATRICK SEMANSKY
Duta Besar Rusia untuk AS Anatoly Antonov (tengah) keluar setelah bertemu dengan Wakil Menteri Luar Negeri AS Urusan Eropa Karen Donfried di kantor Departemen Luar Negeri AS di Washington, AS, Selasa (14/3/2023).
Antonov memperingatkan soal ancaman pecahnya perang nuklir skala penuh antardua negara pemilik hulu ledak nuklir terbanyak di dunia, Rusia versus AS. ”Apakah Capitol bersedia menempatkan warga Amerika dan komunitas internasional dalam risiko perang nuklir skala penuh? Beri kami jawaban,” kata Antonov.
Pengembangan
Seperti dilansir laman Angkatan Udara AS, MQ-9 Reaper, sesuai dengan keinginan Departemen Pertahanan AS atau Pentagon, adalah alat untuk mendukung operasi kontingensi AS di luar negeri. Hal inilah yang kemudian mengubahnya dari alat intai semata menjadi persenjataan yang mematikan.
MQ-9 Reaper digunakan oleh AU AS sejak tahun 2007, menggantikan MQ-1 Predator. Reaper mulai dikembangkan pada tahun 1999, hasil kerja sama pengembang Predator, yaitu General Atomics dengan NASA Armstrong Flight Center. Setelah dua tahun, prototipe Reaper yang disebut Predator B-001 mulai diuji coba
Pentagon menempelkan emblem ”M” sebagai bagian dari penamaan pesawat nirawak itu karena mereka ingin menunjukkan bahwa alat ini berfungsi ganda (multiperan). Sementara ”Q” yang digunakan dalam penamaannya memperlihatkan bahwa pesawat nirawak ini dikemudikan dari jarak jauh (remote). Adapun angka 9 atau sembilan memperlihatkan ini adalah pesawat kesembilan dalam rangkaian teknologi persenjataan yang menggunakan sistem kendali jarak jauh.
Ketika Reaper menggantikan peran Predator, seperti keinginan Pentagon, perannya tak sekadar sebagai pengumpul data intelijen. Pesawat tanpa awak itu juga berfungsi menjadi persenjataan untuk mengeksekusi target, bergerak maupun tidak bergerak, dengan ketepatan yang tinggi.
Dengan tambahan fungsi seperti itu, ditambah lagi waktu mengudara yang lama, teknologi yang dipasang adalah teknologi militer tertinggi, mulai dari jangkauan sensor yang luas, peralatan komunikasi kelas satu dan multimoda, hingga persenjataan dengan tingkat ketepatan yang tinggi. Hal itu membuat Reaper memiliki kemampuan yang unik, mulai dari pengintaian hingga dukungan udara jarak dekat, pencarian dan penyelamatan tempur, serangan presisi, sabotase hingga pengawasan konvoi dan serangan, pembersihan rute, pengembangan target, dan panduan udara terminal.
MQ-9 Reaper tak sekadar sebagai pengumpul data intelijen, tetapi juga berfungsi menjadi persenjataan untuk mengeksekusi target, baik bergerak maupun tidak bergerak, dengan ketepatan yang tinggi.
Tugas ekstra itu membuat Reaper tidak hanya disuntik teknologi UAV terbaru, tapi juga mesin yang lebih baik dibanding dengan generasi sebelumnya. Reaper ditempeli mesin bertenaga hingga 115 tenaga kuda (horsepower) yang digunakan untuk mendukung turboprop buatan Honeywell TPE331-10. Kombinasi dua teknologi ini mampu mendorong Reaper hingga dua kali kecepatan pendahulunya dan 15 kali kapasitas muatannya.
Walau tergolong ramping, seperti dikutip laman Global Security, Reaper mampu mengangkut beban hingga sekitar 1,5 ton, termasuk roket atau rudal di kedua sayapnya dan ruang senjata di dalam tubuhya, serta bahan bakar dengan berat yang sama.
Adapun sistem sensor yang digunakan adalah sistem radar penargetan multispektral, MTS-B, yang mengintegrasikan sensor inframerah, sensor warga, kamera televisi siang hari monokrom, kamera inframerah gelombang pendek hingga iluminator laser.
Unit itu juga menggabungkan laser rangefinder/designator, yang secara tepat akan menunjuk satu target untuk penggunaan amunisi yang dipandu laser, seperti Unit Bom Terpandu-12 Paveway II. Reaper dilengkapi pula dengan radar aperture sintetis.
KOMPAS
Para pejabat pertahanan Amerika Serikat dan Rusia kembali berkomunikasi selepas insiden MQ-9 Reaper di Laut Hitam.
MQ-9 Reaper juga dapat menggunakan hingga delapan rudal berpemandu laser, Air-to-Ground Missile-114 Hellfire, yang memiliki kemampuan menembus kendaraan lapis baja dan antipersonel dengan akurasi tinggi. Sistem navigasi satelit memungkinkan para pilot mengendalikan Reaper dari Pangkalau Udara Creech di Indian Springs, Nevada, AS.
Rekam jejak
Kemampuan MQ-9 Reaper yang mumpuni tidak sebatas untuk pengawasan atau intelijen, tetapi juga melancarkan serangan secara tiba-tiba. Inilah yang membuat tim pengembangan memiliki harapan yang tinggi pada Reaper. Menurut pensiunan pejabat AU AS, Mayor Jenderal Lawrence A Stutzriem, dikutip dari laman Mitchell Aerospace Power, prototipe Reaper telah digunakan dalam operasi pengawasan perbatasan AS-Meksiko.
Dalam catatan Stutzriem, sejak resmi menjadi bagian dari keluarga besar AU AS, Reaper telah dikerahkan setidaknya ke 12 negara untuk mendukung operasi-operasi militer AS, yaitu di Afghanistan, Irak, Suriah, wilayah Afrika barat dan timur, Semenanjung Arab, hingga Eropa Timur.
Di Timur Tengah, masih dalam catatan Stutzriem, Reaper selain memiliki fungsi pengintaian, UAV ini juga telah membunuh puluhan target bernilai tinggi bagi AS, seperti pemimpin NIIS-Khorasan Abu Sayed, Komandan Garda Revolusi Iran Jenderal Qassem Soleimani hingga pemimpin Taliban Mullah Mansour.
AIRMAN 1ST CLASS WILLIAM RIO ROS
Anggota Batalyon Udara 432 Angkatan Udara Amerika Serikat berfoto bersama satu unit pesawat nirawak MQ-9 Reaper di Pusat Komando Darat Pangkalan Udara Creech, Indian Springs, Nevada, AS, 19 November 2019.
Mantan pilot Reaper, Kapten Kevin Larson, seperti dikutipThe New York Times, mengatakan bahwa sepanjang kariernya sebagai pilot Reaper, tahun 2013-2018, ia melakukan sedikitnya 650 kali misi, termasuk melakukan 188 kali serangan udara. Targetnya tidak hanya orang-orang yang menjadi bagian dari kelompok organisasi teror yang harus dibunuh. Tak jarang serangan itu juga menyasar warga sipil biasa.
Meski rekam jejak Reaper diakui tidak sebatas pengawasan saja, tetapi juga untuk melancarkan serangan, ke depan AU AS menilai mereka membutuhkan pesawat nirawak sejenis yang memiliki kemampuan tempur setara dengan F-35. Tak hanya itu, kemampuan pesawat nirawak agar tidak terendus radar juga perlu diperbaiki agar kemampuan serangannya menjadi lebih baik.
Dikutip dari situs military.com, AU AS dan Departemen Pertahanan tengah mengembangkan apa yang disebut sebagai MQ-Next, proyek desain UAV baru yang lebih baik dari Reaper, terutama terkait kemampuannya menghindar dari radar lawan dan juga rudal jet tempur lawan. Belum diketahui apakah UAV baru ini akan bisa memiliki kemampuan setara pesawat pengebom AS, B-2 dan B-21, atau tidak.
Menurut rencana, jika proyek ini berhasil, UAV hasil dari proyek baru ini akan mulai mengangkasa pada tahun 2030.