Menakar Babak Baru Hubungan Australia-China
Australia dan China berjanji saling percaya dan saling menghormati, terlepas dari pakta pertahanan mana pun yang hendak mengucilkan China.
Kunjungan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese ke China berakhir pada Selasa (7/11/2023). Di dalam lawatan tiga hari yang penuh simbol itu, Canberra dan Beijing berusaha memulai lembaran baru hubungan keduanya yang meregang drastis sejak tahun 2016.
Meskipun begitu, Australia tetap berdiri pada dua kaki mengelola keuntungan hubungan dengan dua negara besar. Aspek ekonomi dengan China. Aspek ideologis dan berbasis keamanan dengan Amerika Serikat.
Stabilisasi. Itulah kata yang berkali-kali disebut oleh Albanese sebelum dan ketika kunjungannya ke Beijing. Pemerintahan yang dia pimpin memilih istilah itu dibandingkan dengan kata normalisasi meskipun selama tujuh tahun terakhir hubungan kedua negara bagai pasangan di ambang perceraian.
Baca juga: Setelah Xi Jinping Bertemu Albanese
Albanese mengumumkan niatnya mengunjungi China pada 21 Oktober 2023, hanya beberapa jam sebelum ia menaiki pesawat untuk terbang ke Washington, AS, menemui Presiden Joe Biden. Padahal, kunjungan dia ke China baru terwujud hampir satu bulan setelah ia ke AS, yaitu pada 4 November.
Sejumlah pengamat menafsirkan langkah ini sebagai cara Albanese menegaskan kepada China dan AS bahwa Australia mementingkan kedua negara. Akhir-akhir ini reputasi Australia lebih banyak sebagai sekutu AS.
Negara Barat di tengah selatan Bumi (global south). Walaupun tetangga terdekatnya adalah Asia Tenggara dan meskipun Australia anggota Forum Kepulauan Pasifik (PIF), Australia di mata sendiri ataupun orang lain adalah negara Barat.
Pada saat yang sama, mitra perdagangan terbesar Australia adalah China. Keretakan hubungan Beijing-Canberra berdampak pada neraca perdagangan Australia.
Semua dimulai pada 2016 ketika Pemerintah Australia yang saat itu dipimpin PM Malcolm Turnbull melarang beroperasinya sejumlah perusahaan teknologi China, antara lain Huawei dan STE dengan alasan risiko spionase, pencurian teknologi, dan peretasan data pribadi.
Setelah itu, kurva hubungan Australia-China bergulir ke bawah. China menuduh Australia menjadi kaki tangan AS mengobarkan perang dagang terhadap mereka. Sebagai balasan, China pun balas memblokir sejumlah produk Australia. Kerugian Australia per 2020, dilansir dari berbagai media arus utamanya, adalah 20 miliar dollar Australia.
Baca juga: Australia-China Selesaikan Sebagian Masalah
Hubungan semakin buruk ketika pada 2020 PM Scott Morrison meminta penyelidikan kriminal mengenai asal-usul Covid-19. Ia menuduh China sebagai penyebab dari pandemi tersebut. Di bawah Morrison pula Australia membangun pakta pertahanan baru dengan AS dan Inggris yang dinamai AUKUS.
China menuding AUKUS sebagai upaya untuk mengucilkan mereka dari kawasan Indo-Pasifik. Bahkan, China hingga kini menolak memakai istilah Indo-Pasifik dan bertahan dengan Asia Pasifik.
Ganti pemerintahan
Albanese terpilih menjadi pemimpin Australia pada 2022. Walaupun mengkritisi AUKUS, ia tetap menjalankan pakta tersebut. Dalam jumpa pers yang dikutip oleh berbagai media, salah satunya surat kabar The Courier, 22 Oktober 2023, Albanese mengatakan tetap menjalankan perjanjian pembelian kapal selam bertenaga nuklir dari AS dan Inggris seharga 368 miliar dollar Australia.
Di hari yang sama, Australia dan China menyelesaikan sengketa perdagangan mereka di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Artinya, China mengangkat pelarangan atas sejumlah komoditas Australia yang antara lain berupa minuman anggur dan tiang-tiang pembangkit listrik tenaga angin.
Dua tahun sebelumnya, seperti dilaporkan oleh media 9News edisi 29 Desember 2021, Pemerintah Australia mengatakan tidak ada risiko bahaya atas penyewaan Pelabuhan Darwin di Australia Utara kepada China. Penyewaan itu dilakukan oleh pemerintah negara bagian selama 99 tahun dengan pendapatan sebesar 506 juta dollar Australia. Setelah menuai polemik di masyarakat, Canberra menyatakan tidak apa-apa.
”Kekhawatiran publik ialah mengetahui Pemerintah China bisa memerintahkan perusahaan mereka untuk melakukan spionase atas negara asing. Semestinya pemerintah bisa memberi jaminan kepada publik bahwa tidak akan ada risiko ini,” kata dosen etika publik Universitas Charles Sturt, Clive Hamilton kepada 9 News.
Baca juga Australia-China Memulai Lembaran Baru
Dua hal itu oleh para ahli di China diartikan sebagai melunaknya sikap Australia terhadap China yang berujung pada kunjungan Albanese. Ini adalah kunjungan pertama perdana menteri Australia dalam kurun tujuh tahun. Ia disambut oleh upacara yang melibatkan 100 tentara.
Simbol hubungan
Selain itu, Albanese juga memilih 4 November sebagai hari kedatangannya ke China. Pada tanggal yang sama tahun 1973 atau 50 tahun lalu, PM Gough Whitman menginjakkan kaki di Beijing. Itu adalah pertama kali pemimpin Australia datang ke China. Simbol itu dimanfaatkan oleh Presiden China Xi Jinping untuk menggarisbawahi hubungan kemitraan strategis komprehensif kedua negara.
”Zaman sekarang, mental punya halaman sempit, tetapi dipagari sudah tidak laku lagi. Proteksionisme, de-coupling, dan upaya pengisolasian lainnya tidak sesuai dengan hukum pasar. Anda (Albanese) datang ke China dengan membawa masa lalu sambil membuka masa depan,” kata Xi ketika menerima Albanese.
Xi mengatakan bahwa China percaya pada pendekatan saling menguntungkan. China juga siap berkoordinasi secara multipihak dengan negara-negara lain demi kemakmuran di Pasifik.
Sementara itu, PM China Li Qiang mengatakan bahwa Australia dan China sepakat untuk meningkatkan dialog, terutama dalam mengelola perbedaan pandangan. China siap bekerja sama dengan Australia mengikuti aturan pasar internasional.
Beberapa aspek yang akan ditingkatkan adalah di sektor energi, pertambangan, pendidikan, pariwisata, perekonomian digital, mitigasi krisis iklim, dan inovasi teknologi. ”Ke depannya, urusan ekonomi dan perdagangan sebaiknya tidak disangkut-pautkan dengan politik ataupun keamanan,” kata Li.
Baca juga: Australia-China Terus Redakan Ketegangan
Albanese juga mengunjungi Shanghai. Di sana, ia hadir dalam acara Pameran Ekspor-Impor Internasional. Sejumlah perusahaan tambang asal Australia, yakni Rio Tinto dan BHP Biliton, turut andil dalam ajang tersebut.
Negara Bagian Queensland, misalnya, mendatangkan delegasi yang terdiri dari 100 profesional di bidang pendidikan, pertanian, energi, dan pariwisata. Neraca perdagangan China ke Queensland saja sebesar 23,7 miliar dollar Australia.
”Perdagangan internasional berarti membuka lowongan pekerjaan. Pemerintah Australia dalam setengah masa jabatan kali ini sudah berhasil membuka 500.000 lowongan pekerjaan,” tutur Albanese dalam pidatonya di Shanghai.
Kayu-kayu Australia di Melbourne, 20 April 2023, siap diekspor ke China setelah China menutup keran impor tersebut sejak 2018.
Menurut Yu Lei dari Universitas Shandong kepada surat kabar Global Times, Australia tidak akan bisa berpisah dari China karena nanti neraca perdagangan mereka terus-menerus defisit. China mengekspor produk setengah jadi ke Australia yang apabila berkurang, apalagi berhenti, membuat perindustrian Australia ambruk.
Pada saat yang sama, muncul pertanyaan mengenai komitmen dialog yang saling menghormati dan saling memercayai seperti dikemukakan oleh Li Qiang. China masih menahan Yang Hengjun, penulis berkebangsaan Australia, atas tuduhan mata-mata.
Selain itu, dalam lawatan Albanese ke Washington, Biden juga memberi nasihat yang diterbitkan di laman resmi Gedung Putih. ”Silakan Anda percaya kepada China selama bisa diverifikasi.”
Baca juga: AS-Australia Kirim Pasukan dan Persenjataan ke Filipina
Demikian pula dari pihak China yang agaknya bisa disimpulkan dari kartun di tajuk rencana Global Times edisi 3 November 2023. Seekor panda yang melambangkan China berdiri bersebelahan dengan seekor kanguru yang melambangkan Australia. Keduanya tampak hendak menjalani ruas jalan yang disebut ”kerja sama”. Bedanya, kanguru itu digambar seperti binatang kanguru pada umumnya, sementara panda itu mengenakan setelan jas dan dasi lengkap. (REUTERS)