Air dan Listrik di Gaza Tinggal Sehari, Gerbang Rafah Belum Dibuka
Semestinya, Gerbang Rafah dibuka pada Senin pukul 09.00, tetapi tidak jadi. Bantuan kemanusiaan tidak bisa menjangkau Gaza. Warga dari Gaza pun tidak bisa keluar.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
RAFAH, SENIN — Ratusan warga asing menunggu di Gaza bagian selatan agar bisa menyeberang ke Mesir, Senin (16/10/2023). Ratusan warga Palestina yang memiliki dua kewarganegaraan juga mengantre. Di sisi Mesir, ratusan truk pengangkut bantuan sosial mengantre, siap memasuki Gaza demi menolong warga Palestina.
Akan tetapi, Gerbang Rafah yang semestinya menjadi jalur kemanusiaan masih tertutup. Israel dan Hamas belum mencapai kesepakatan untuk pengiriman bantuan kemanusiaan.
Padahal, menurut Direktur Regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Ahmed al-Mandhari, Jalur Gaza ”tinggal memiliki stok air, listrik, dan bahan bakar minyak (BBM) untuk 24 jam”.
Dalam wawancara dengan kantor berita AFP, Senin (16/10/2023), Mandhari mengatakan bahwa, jika bantuan tak kunjung diberi akses masuk ke Gaza, para dokter harus ”menyiapkan surat kematian bagi para pasien mereka”.
Sementara di gerbang perbatasan Rafah, warga menanti dalam ketidakpastian. ”Kami menunggu di sini sejak subuh. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengabarkan bahwa Gerbang Rafah seharusnya dibuka pukul 09.00, tetapi lewat jam itu kami menerima pesan singkat bahwa belum diketahui waktu gerbang benar-benar dibuka,” kata Jason Shawa (55), warga AS keturunan Palestina di Gaza selatan kepada media NBC, Senin (16/10/2023) pagi waktu setempat atau sore waktu Indonesia.
Shawa bekerja sebagai penerjemah bahasa Inggris di Gaza. Ia memboyong istri dan kedua anaknya mengungsi dari Gaza bagian utara ke selatan pada Sabtu (14/10/2023) setelah militer Israel mengumumkan warga sipil hanya diberi waktu 24 jam untuk meninggalkan wilayah itu. Padahal, ada 1,1 juta orang yang tinggal di Gaza utara.
Pada Minggu (15/10/2023), Pemerintah Mesir mengumumkan bahwa mereka selama beberapa hari belakangan berusaha memediasi perundingan antara Israel dan Hamas untuk membuka jalur kemanusiaan. Kabar awal menyebutkan, Gerbang Rafah akan dibuka pada Senin pukul 10.00 hingga 16.00.
Rafah adalah kota di Mesir yang berbatasan langsung dengan Gaza dan Israel. Mesir juga memiliki dua perbatasan lain, yaitu Taba dan Karam Abu Salem, tetapi keduanya ditutup.
Menurut surat kabar Mesir, Al Ahram, sedikitnya ada 100 truk dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berbagai organisasi kemanusiaan mengantre di Rafah. Mereka siap memasuki Gaza begitu gerbang dibuka.
Pada saat yang sama, dari Karam Abu Salem, sejumlah truk meninggalkan Gaza menuju Mesir. Ini adalah truk-truk yang sejak beberapa hari lalu mengangkut BBM ke Gaza. Begitu kendaraan-kendaraan tersebut keluar dari Gaza, Gerbang Karam Abu Salem ditutup.
”Kami sama sekali tidak tahu ada perundingan gencatan senjata dan pembukaan gerbang Rafah,” kata salah satu pejabat Hamas, Izzat El Reshiq.
Pernyataan serupa juga dikeluarkan oleh Kantor Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu. Keterangan tertulis itu mengatakan, Israel sama sekali belum menyetujui adanya gencatan senjata dan pembukaan jalur kemanusiaan yang dibarter dengan pembebasan sandera oleh Hamas. Tel Aviv mencatat ada 150 warga Israel dan warga asing yang diculik Hamas.
Pertempuran Hamas-Israel
Pertempuran masih berlangsung. Hamas menembak roket ke dua kota Israel, yakni Askelon dan Ashdoud. Adapun militer Israel melancarkan serangan udara ke Gaza bagian utara.
Surat kabar Israel, Haaretz, melaporkan warga di 28 permukiman di sepanjang perbatasan Israel dengan Lebanon diungsikan. Tel Aviv mengkhawatirkan serangan lebih besar dari kelompok Hezbollah di Lebanon. Sehari sebelumnya, Hezbollah menembakkan roket yang menewaskan satu warga Israel dan melukai empat orang.
Per Senin malam, jumlah korban tewas dari pihak Palestina berjumlah 2.450 orang, sedangkan dari pihak Israel 1.300 orang. Anak-anak, warga lansia, dan perempuan termasuk di antara para korban terbunuh.
Departemen Luar Negeri AS melalui akun mereka di X mencuit bahwa mereka belum bisa memastikan jadwal Gerbang Rafah dibuka. Warga AS yang ada di Gaza selatan diminta untuk bersabar dan terus memantau media sosial ataupun laman resmi Deplu AS untuk melihat perkembangan situasi.
”Situasi di Rafah sangat cair dan sukar menentukan waktu pasti evakuasi bisa dilakukan,” demikian kutipan pernyataan Deplu AS.
Situasi di Rafah sangat cair dan sukar menentukan waktu pasti evakuasi bisa dilakukan.
Padahal, Senin (15/10/2023), Menlu AS Antony Blinken yang sedang berada di Kairo, Mesir, mengatakan optimistis Rafah dibuka pada Senin pagi. AS menunjuk diplomat senior, David Satterfield, sebagai utusan khusus pembawa bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Kepada NBC, warga AS di Gaza mengeluhkan perbedaan perlakuan yang mereka terima dengan warga AS di Israel. Di Israel, warga AS diungsikan ke Jerman, Yunani, dan Siprus. Mereka diangkut menggunakan pesawat dan kapal laut. Sebaliknya, warga AS di Gaza terlunta-lunta.
Di Kairo, Menlu Mesir Sameh Shoukry menerima kunjungan Menlu Perancis Catherine Colonna di Kairo, Senin. Melalui pernyataan pers masing-masing, keduanya mendorong agar Israel dan Hamas menyegerakan perundingan gencatan senjata. Setidaknya untuk memungkinkan truk-truk pengangkut bantuan memasuki Gaza. Warga Gaza utara yang terluka diungsikan secara terburu-buru ke selatan.
Diwawancara oleh CNN, Perwakilan Dana Penduduk PBB (UNFPA) Palestina Dominic Allen mengatakan, ada 50.000 perempuan hamil di Gaza yang tidak bisa mengakses layanan dasar. Sebanyak 5.500 orang di antaranya akan melahirkan di bulan ini. Tanpa bantuan sosial, mereka menghadapi risiko berlapis. (AFP/REUTERS)
Editor:
MUHAMMAD SAMSUL HADI, BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO