Menlu AS: Perbatasan Rafah Akan Dibuka untuk Bantuan Kemanusiaan
Pemerintah Amerika Serikat menyebut pintu gerbang perbatasan Mesir-Palestina di Rafah akan segera dibuka. Namun, Mesir belum berkomentar setelah menolak pembukaan sebelumnya.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
KAIRO, SENIN — Pemerintah Mesir berencana membuka gerbang perbatasan Rafah yang menghubungkan Jalur Gaza dan Mesir. Pembukaan gerbang ini diutamakan untuk pelintasan barang bantuan kemanusiaan, bukan untuk pelintasan para pengungsi.
Pengumuman pembukaan kembali gerbang Rafah disampaikan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken seusai bertemu Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi di Kairo, Mesir, Minggu (15/10/2023). ”Rafah akan dibuka kembali. Kami bersama-sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Mesir, Israel, dan negara-negara lain sedang menyusun mekanisme untuk menyalurkan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan,” kata Blinken.
Blinken tidak memberikan waktu spesifik kapan penyeberangan tersebut dibuka kembali. Diplomat veteran AS, David Satterfield yang ditunjuk sebagai utusan khusus untuk masalah kemanusiaan Timur Tengah, akan tiba di Mesir pada Senin untuk membicarakan rinciannya.
NBC News, mengutip seorang pejabat Palestina, melaporkan, penyeberangan perbatasan Rafah akan dibuka pada pukul 09.00 pada Senin (16/10/2023) waktu setempat atau pukul 13.00 waktu Indonesia. Mengutip sumber keamanan, ABC News menyebut, penyeberangan akan dibuka selama beberapa jam pada Senin, tanpa memberikan rincian. Kantor berita Reuters tidak dapat segera mengonfirmasi laporan tersebut.
Pada Jumat (13/10/2023), Israel meminta penduduk Gaza utara mengosongkan wilayah itu karena mereka berencana melakukan pembumihangusan bagian kota yang disebut-sebut sebagai kantong terbesar kelompok Hamas tersebut. Ultimatum dari militer Israel membuat 1,1 juta warga Gaza yang tinggal di utara mulai bergerak ke selatan. Wilayah tersebut dijanjikan sebagai ”zona aman” oleh Israel. Dengan tambahan 1,1 juta warga, Gaza selatan semakin sesak.
Krisis kemanusiaan yang sudah terjadi di Gaza sebelum perang teranyar meletus membuat kondisi di wilayah ini semakin mengenaskan. Kekurangan air, kekurangan bahan pangan, ketiadaan listrik, hingga kekurangan pasokan obat-obatan semakin menjadi-jadi di tengah pertempuran yang masih berlangsung.
”Bencana kemanusiaan yang tidak pernah terjadi sebelumnya sedang terjadi di depan mata kita,” kata Philippe Lazzarini, Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).
Dia mengatakan, lembaganya tidak lagi mampu memberikan bantuan kemanusiaan. Jumlah orang yang mencari perlindungan di sekolah dan fasilitas lain di Gaza selatan melebihi kapasitas.
Cadangan bahan bakar di semua rumah sakit di Jalur Gaza diperkirakan hanya bertahan sekitar 24 jam lagi sehingga membahayakan ribuan pasien, kata Kantor Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA). Hingga Minggu malam, berdasarkan data otoritas di Gaza, jumlah warga yang tewas telah mencapai 2.670 orang akibat serangan balasan Israel, seperempat di antaranya anak-anak. Hampir 10.000 orang terluka dan ribuan orang lainnya hilang atau diyakini berada di bawah reruntuhan bangunan.
Di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, ruang perawatan intensif dipenuhi pasien yang terluka. Sebagian besar dari mereka adalah anak-anak berusia di bawah 3 tahun. Mohammad Qandeel, dokter jaga di ruang gawat darurat, menuturkan, ratusan orang yang menderita luka parah kini tengah menjalani perawatan. Di ruang unit perawatan intensif (ICU), 35 pasien membutuhkan ventilator dan 60 lainnya membutuhkan tindakan dialisis.
”Jika bahan bakar habis, seluruh sistem kesehatan akan terhenti. Semua pasien ini berada dalam bahaya kematian jika listrik padam,” katanya. Di belakangnya, terdengar suara anak-anak kecil menangis, mengerang kesakitan.
Hussam Abu Safiya, Kepala Bangsal Perawatan Anak Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza utara, mengatakan, fasilitas tersebut tidak dikosongkan meskipun ada perintah Israel. Ada tujuh bayi baru lahir di ICU yang dipasang ventilator. ”Evakuasi akan berarti kematian bagi mereka dan pasien lain yang kami rawat,” katanya.
Ahmed Al-Mandhari, Direktur Regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengatakan, rumah sakit dapat memindahkan beberapa pasien yang berpindah-pindah ke luar wilayah utara. Akan tetapi, sebagian besar tidak mungkin dievakuasi.
Rumah Sakit Shifa di Kota Gaza, yang terbesar di wilayah tersebut, mengatakan akan menguburkan 100 jenazah di kuburan massal sebagai tindakan darurat setelah kamar mayatnya membeludak. Puluhan ribu orang yang mencari keselamatan berkumpul di kompleks rumah sakit.
Tarik ulur terjadi terhadap rencana pembukaan gerbang Rafah. Sejak awal, Pemerintah Mesir enggan membuka gerbang tersebut karena mereka sudah menampung banyak pengungsi di wilayahnya. Isu pembukaan gerbang Rafah sendiri sudah berembus setidaknya dua hari terakhir, tetapi langsung dibantah Presiden El-Sisi dan Kementerian Luar Negeri Mesir.
El-Sisi mengatakan, mereka bersimpati terhadap penderitaan warga Gaza dan Palestina. Akan tetapi, mereka tidak akan membuka pintu gerbang perbatasannya dengan Palestina di Rafah.
”Tentu saja kami bersimpati. Tetapi, hati-hati, meski kita bersimpati, kita harus selalu menggunakan pikiran kita untuk mencapai perdamaian dan keamanan dengan cara yang tidak memakan banyak biaya,” katanya, dikutip dari laman CNN.
Pengumuman terbaru soal gerbang Rafah dilakukan oleh Blinken dan pemerintahannya yang mendukung Israel. Hingga berita ini ditulis, tidak ada pernyataan resmi Kairo soal ini.
Persiapan serangan darat
Dalam rapat persiapan serangan ke Gaza, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengulangi kembali seruannya untuk memusnahkan kelompok Hamas. ”Hamas mengira kami akan dibongkar. Kamilah yang akan menghancurkan Hamas,” katanya.
Angkatan Darat Israel telah menempatkan ribuan tank di perbatasan Israel dengan Gaza sejak beberapa hari lalu. Sementara, Angkatan Udara, sebut Times of Israel, telah melakukan beberapa kali serangan udara terhadap Gaza yang disebut sebagai upaya ”membiasakan” mereka dengan kondisi di wilayah yang ditargetkan. Selain itu, pembiasaan tersebut juga dimaksudkan untuk memberi gambaran pada pilot jet tempur tentang wilayah-wilayah utama yang akan menjadi sasaran serta manuver mereka nantinya.
”Kita akan melakukan sesuatu yang besar, penting, untuk mengubah situasi dalam jangka waktu yang sangat lama. Ini sebuah misi besar, sebuah hak istimewa yang besar. Lakukan dengan sebaik-baikya,” kata Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel Letnan Jenderal Herzi Halevi, dalam pengarahan pada militer Israel, Minggu. (AP/REUTERS)