Proses Evakuasi 143 WNI di Palestina dan Israel Dimulai
Jalur penyelamatan dirahasiakan sampai para WNI tiba di tujuan. Evakuasi berpacu dengan waktu sebelum pertempuran semakin intens.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia memulai proses evakuasi untuk warga Indonesia yang berada di Palestina dan Israel. Indonesia terus menggaungkan pesan agar gencatan senjata disegerakan dan jalur kemanusiaan dibuka. Akar permasalahan, yakni diskriminasi tersistem yang diterapkan oleh Pemerintah Israel terhadap warga Palestina, harus diurai dan diselesaikan.
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (11/10/2023), mengatakan, proses pengungsian sedang berlangsung. Sesuai dengan protokol keamanan internasional, rute penyelamatan tidak boleh disebarluaskan sampai para WNI tiba dengan selamat di tujuan.
”Secara keseluruhan ada 143 WNI di Israel dan Palestina yang kami evakuasi,” kata Judha.
Indonesia tidak memiliki perwakilan diplomatik di Israel ataupun Palestina. Oleh sebab itu, Kemenlu mengerahkan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kairo (Mesir), Amman (Jordania), dan Beirut (Lebanon) untuk membantu proses pengungsian. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi juga berkoordinasi dengan Menlu Filipina Enrique Manalo karena Manila memiliki perwakilan diplomatik di Tel Aviv. Kerja sama saling membantu untuk penyelamatan ini sudah diterapkan Indonesia dan Filipina, antara lain, di Sudan dan Suriah.
Sementara itu, Komisi I DPR mengeluarkan keterangan tertulis terkait dengan konflik antara Hamas dan Israel. Mereka mengatakan, asal-usul permasalahan ialah pendudukan Palestina oleh Israel sejak tahun 1948 yang diiringi berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap warga Palestina.
Menurut Komisi I, solusi jangka pendek ialah melakukan gencatan senjata. Negara-negara yang memberikan bantuan persenjataan ke Israel, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Perancis, India, dan Jerman, diharapkan turut menangguhkan pengiriman. Demikian pula dengan pihak-pihak yang mendukung Hamas, antara lain Iran dan Lebanon.
Secara keseluruhan ada 143 WNI di Israel dan Palestina yang kami evakuasi.
Solusi jangka panjang ialah melanjutkan perundingan untuk membentuk dua negara merdeka, Israel dan Palestina. Komisi I berpendapat, pembentukan negara Palestina berdasarkan hukum internasional dan parameternya telah disepakati secara global.
Komisi I juga melayangkan kritik kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menurut mereka, selama ini PBB cenderung tidak tegas dan bahkan abai dalam menangani masalah hak asasi manusia di Palestina. Penghentian pertempuran ini harus ditindaklanjuti dengan intensitas PBB mendampingi dan memediasi perundingan yang memartabatkan Palestina.
Korban terus bertambah
Surat kabar Haaretz mengabarkan, korban tewas telah mencapai 1.600 orang. Rinciannya, 900 orang dari Israel dan 700 orang dari Palestina. Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan, setidaknya 200 anak termasuk di dalam korban tewas tersebut.
Dokter Lintas Batas (MSF) di laman resmi mereka menyebutkan, berbagai fasilitas kesehatan menjadi sasaran serangan. Presiden Internasional MSF Christos Christou ketika berkunjung ke Kompas pada Juli menerangkan, taktik pertempuran setidaknya selama 10 tahun belakangan tidak lagi mengikuti komitmen yang diamanatkan Konvensi Geneva.
”Fasilitas kesehatan dan fasilitas umum, seperti sekolah, sekarang terang-terangan disasar,” ujarnya (Kompas.id, 26 Juli 2023).
Negara-negara lain juga mulai mengungsikan warga mereka. Menlu Kanada Melanie Joly mengumumkan melalui media sosial X bahwa pemerintah akan mengirim pesawat. Ada 1.000 warga Kanada yang meminta diungsikan. Dari negara tersebut telah jatuh dua korban jiwa akibat pertempuran. Dari Austria, Kementerian Pertahanan menyatakan segera mengirim pesawat Bundesheer ke Israel untuk mengevakuasi 150 warganya.
Evakuasi terkendala karena maskapai penerbangan komersial menghentikan operasi di Israel. Australia tengah bernegosiasi dengan maskapai Qantas dan Virgin. Akan tetapi, Menlu Australia Penny Wong meminta agar warga Australia di Israel jangan mengandalkan pesawat kiriman pemerintah.
”Jika Anda bisa memperoleh penerbangan apa pun secepatnya, segera ambil,” tuturnya, dikutip surat kabar Guardian.
Menteri Pertahanan Fiji Pio Tikoduadua mengatakan, Fiji telah mengirim pesawat Fiji Airways ke Israel. Sejumlah peziarah Australia turut diangkut bersama 200 warga Fiji yang berziarah keagamaan ke Jerusalem. Situasi di Bandara Internasional Ben Gurion dilaporkan ramai dan kacau karena semua panik.
Meskipun begitu, AS dan Inggris menyatakan tidak akan mengevakuasi warga mereka. Jika warga tersebut hendak meninggalkan Israel dan Palestina, itu murni keputusan pribadi. Sikap pemerintah kedua negara ini disambut kekecewaan dari legislatif dan publik. Sejumlah anggota DPR AS mendorong agar eksekutif mau turun tangan.
”Saya berusaha mengontak Kedutaan Besar Inggris di Tel Aviv dan Kemenlu di London. Tidak ada respons. Saya sekeluarga terdiri dari 3 dewasa dan 12 anak. Kami ingin dievakuasi, tetapi tidak tahu harus meminta kepada siapa,” kata seorang perempuan kepada BBC. (AP/Reuters)