Indonesia Bersiap Evakuasi WNI Sekaligus Dorong Jalur Kemanusiaan
Indonesia mendorong penghentian konflik. Negara-negara Barat mendukung Israel, tetapi juga mendukung aspirasi rakyat Palestina.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertempuran militer Israel dengan Hamas beserta kelompok bersenjata lain dari Palestina belum kunjung usai. Setelah Pemerintah Thailand mengupayakan evakuasi untuk 1.099 warga mereka yang berada di Israel, Pemerintah Indonesia kini turut serta menyelamatkan warga negara Indonesia baik di Israel maupun di Palestina.
Pernyataan mengenai tindakan Indonesia ini disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal di Jakarta, Selasa (10/10/2023). Rencana kontingensi ini disusun bersama kedutaan besar Indonesia di Mesir, Lebanon, dan Jordania. Indonesia tidak memiliki perwakilan diplomatik di Palestina ataupun Israel sehingga harus mengerahkan perwakilan di negara-negara tetangga.
Selain itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga berkoordinasi dengan Menlu Filipina Enrique Manalo serta Palang Merah Internasional (ICRC) mengenai perkiraan pemakaian pesawat untuk mengangkut WNI keluar dari Palestina dan Israel. Hal ini karena Filipina mempunyai kedutaan besar di Tel Aviv. ”Indonesia mendorong ICRC agar membuka jalur kemanusiaan di Gaza sehingga pertempuran bisa dihentikan,” kata Iqbal.
Ia menjelaskan, Indonesia mengajak semua pihak meningkatkan seruan penghentian kekerasan agar jumlah korban sipil tidak terus berjatuhan. Indonesia turut membahas ini secara spesifik dengan Brasil yang sedang memegang jabatan Presiden Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga diajak oleh Indonesia. Sebab, OKI berpengaruh besar di Timur Tengah.
Penangguhan bantuan
Di Eropa, negara-negaranya memiliki sikap berbeda menanggapi konflik tersebut. Austria dan Jerman memilih membekukan dana bantuan mereka untuk Palestina dengan alasan hendak mengkaji ulang peruntukannya di tengah pecahnya konflik ini. Oliver Varhelyi, Komisioner Uni Eropa untuk Kawasan dan Perluasan, mengatakan, dana bantuan 691 juta euro dari blok tersebut ditangguhkan.
Meskipun demikian, sejumlah anggota UE menolak keputusan tersebut, di antaranya Perancis dan Spanyol. Kementerian Luar Negeri Perancis mengeluarkan keterangan bahwa pada tahun 2022, negara ini menyumbang 95 juta euro ke Palestina.
Dana itu disalurkan melalui PBB dan bertujuan untuk membantu masyarakat Palestina, terutama pada penyediaan air bersih, layanan kesehatan, pendidikan, dan pangan. ”Kami langsung menyasar rakyat Palestina yang memang memerlukan uluran tangan,” demikian bunyi keterangan Kemenlu Perancis.
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Pelaksana Jabatan Menlu Spanyol Jose Manuel Albares ketika diwawancarai radio Cadena SER. Ia menekankan bahwa Spanyol terus membantu rakyat Palestina sesuai dengan komitmen mereka selama ini. Justru, rakyat Palestina semakin membutuhkan bantuan dunia pascaperang karena tempat tinggal mereka luluh lantak.
”Kita tidak boleh menyamakan rakyat sipil dengan kelompok Hamas yang dianggap sebagai teroris oleh Uni Eropa. Rakyat adalah rakyat dan mereka tidak boleh ditinggalkan,” tutur Albares.
Pada saat yang sama, Perancis juga mengecam serangan Hamas ke Israel. Kecaman itu dikeluarkan melalui pernyataan bersama oleh Gedung Putih, Amerika Serikat.
Isinya mengatakan bahwa Presiden Perancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Olaf Scholz, Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, dan Presiden AS Joe Biden mengecam tindakan terorisme Hamas. Mereka juga menyatakan dukungan terhadap Pemerintah Israel.
Pernyataan itu mengatakan bahwa tidak ada tempat bagi teror dan terorisme di dunia. Tindakan Hamas menyerang festival musik, menginvasi rumah warga sipil, dan melakukan penculikan tidak dapat diterima. Oleh sebab itu, negara-negara Barat tersebut mendukung Israel dalam membela kedaulatan dan keamanannya.
Di sisi lain, mereka menegaskan dukungan pada aspirasi rakyat Palestina. ”Kami mengakui legitimasi aspirasi rakyat Palestina. Kami mendukung kemerdekaan dan kesetaraan untuk warga Israel ataupun Palestina. Akan tetapi, kami menekankan bahwa Hamas tidak mewakili aspirasi rakyat Palestina. Hamas tidak akan memberi apa pun kepada Palestina selain teror dan pertumpahan darah,” demikian bunyi pernyataan bersama mereka.
Hari keempat
Perang di Gaza antara Israel dan Hamas serta kelompok bersenjata Palestina memasuki hari keempat. Surat kabar Haaretz mengabarkan bahwa 900 warga Israel tewas dan 2.400 orang terluka. Israel menuduh Hamas menculik setidaknya 100 warganya. Adapun menurut Kementerian Kesehatan Palestina, 704 warga Palestina tewas akibat serangan udara Israel.
Militer Israel (IDF) mengumumkan bahwa mereka menahan 1.500 jenazah ”teroris”. Mereka juga menyuruh warga Palestina di Gaza untuk mengevakuasi diri ke Mesir. Akan tetapi, dilansir dari media Asharq Al-Awsat, Juru Bicara IDF Letnan Kolonel Richard Hecht meralat ucapannya. ”Gerbang Rafah ke Mesir kemarin dibuka, tetapi sekarang ditutup,” ujarnya.
Militer Mesir mengatakan bahwa situasi di Rafah tidak memungkinkan untuk membuka akses karena ada gangguan keamanan yang disebabkan oleh serangan udara Israel. Artinya, 2,2 juta warga Gaza tetap tidak bisa ke mana-mana.
Sementara lembaga hak asasi manusia Israel, B’Tselem, yang memperjuangkan penghapusan sistem apartheid terhadap Palestina mengeluarkan statistik terbaru. Berdasarkan data sejak intifada September 2000 hingga konflik sekarang, ada 10.555 warga Palestina yang terbunuh oleh aparat Israel dan 96 warga Palestina tewas di tangan warga sipil Israel.
Dalam periode yang sama, B’Tselem mencatat ada 881 warga sipil Israel yang tewas di tangan Palestina dan 144 aparat Israel yang tewas oleh warga Palestina. Organisasi ini menekankan, hanya dengan mengakhiri rezim apartheid Israel, kedamaian dan kestabilan bisa dinikmati baik oleh warga Palestina maupun Israel. (AFP/REUTERS)