Di Tengah Gejolak, Zelenskyy Harapkan Pertolongan Komunitas Politik Eropa
Bantuan untuk Ukraina menghadapi sejumlah persoalan. Amerika Serikat menghadapi gejolak internal, begitu pula Uni Eropa.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
GRANADA, JUMAT — Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy tiba di kota Granada, Spanyol, untuk mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi Komunitas Politik Eropa. Sejumlah negara akhir-akhir ini menunjukkan kecenderungan menyurutkan bantuan bagi Ukraina sehingga menghambat perjuangan Kyiv melawan invasi Rusia.
Zelenskyy tiba di Granada pada Kamis (5/10/2023). Komunitas Politik Eropa adalah organisasi baru yang terdiri dari 47 negara. Mereka terbentuk pada Oktober 2022 setelah Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022. Selain 27 negara anggota Uni Eropa, Komunitas Politik Eropa ini juga mengikutsertakan negara-negara di Eropa Timur dan Asia Tengah. Ukraina, Norwegia, Inggris, Armenia, Azerbaijan, Makedonia Utara, Bosnia, Kosovo, dan Eslandia merupakan sebagian dari anggota organisasi ini.
Komunitas Politik Eropa adalah buah pikir Presiden Perancis Emmanuel Macron. Ia menginginkan adanya komunitas yang terdiri dari berbagai negara, tetapi memiliki visi demokrasi dan norma politik yang serupa dengan Eropa. Tujuan pembentukan Komunitas Politik Eropa, dirunut dari KTT pertamanya di Chisinau, Moldova pada Maret 2023 adalah mengamankan transisi energi dan ketahanan energi serta menjaga keamanan siber. Menurut Macron, ini persoalan-persoalan besar yang tidak bisa ditangani sendiri oleh UE maupun Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Akan ada banyak pertemuan bilateral selain rapat-rapat membahas isu terkini.
Zelenskyy ketika tiba di Granada hanya memberi komentar singkat. ”Akan ada banyak pertemuan bilateral selain rapat-rapat membahas isu terkini,” katanya.
Di media sosial X, Zelenskyy mengunggah bahwa Ukraina membawa isu Koridor Biji-bijian Laut Hitam untuk dibahas di KTT tersebut. Ukraina ingin berpatrisipasi secara aktif menjaga ketahanan pangan global dan kemanan serta kebebasan bernavigasi.
Jalur ini digagas oleh Turki dan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Juli 2022 guna mengamankan ekspor gandum dan biji-bijian Ukraina yang sempat tersendat akibat Laut Hitam menjadi salah satu medan pertempuran. Rusia yang awalnya menyetujui jalur tersebut memutuskan keluar dari perjanjian pada Juli 2023 karena komoditas pertanian mereka yang turut diekspor dari Laut Hitam diblokir oleh negara-negara Barat.
Pada pertengahan September, UE resmi membuka keran impor gandum Ukraina. Akan tetapi, enam anggota UE antara lain Polandia, Hongaria, dan Slowakia menetapkan peraturan sepihak menolak impor tersebut. Alasan mereka, harga gandum Ukraina jauh lebih murah daripada gandum produksi dalam negeri sehingga akan merugikan para petani. Ukraina membalas pemblokiran itu dengan menggugat negara-negara tersebut ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Zelenskyy juga mengungkapkan, dirinya ingin membahas mengenai bantuan persenjataan, khususnya pertahanan udara di tengah musim dingin yang kian mendekat. Ia meyakini kunci dari kemenangan Ukraina atas Rusia adalah persenjataan yang memungkinkan pertahanan serta penyerangan di udara.
Bantuan untuk Ukraina menghadapi sejumlah persoalan. Amerika Serikat yang merupakan penyumbang terbesar bantuan persenjataan dan kemanusiaan untuk Ukraina tengah menghadapi gejolak di DPR. Permintaan Presiden AS Joe Biden agar DPR mengegolkan dana 24 miliar dollar AS untuk Ukraina ditolak.
UE juga mengalami gejolak internal. Polandia akan melangsungkan pemilihan umum dalam beberapa bulan ke depan. Kelompok ekstrem kanan menuduh oposisi mereka, kelompok liberal, sebagai perpanjangan tangan Jerman. Ini mengakibatkan hubungan kedua negara yang bersebelahan tersebut renggang. Beberapa pengamat kawasan bahkan mengkhawatirkan ketegangan politik tersebut akan menggagalkan rencana bersama Jerman dan Polandia untuk membentuk bengkel perbaikan tank Leopard yang dipakai Ukraina.
Terjadi pula konflik terbuka di antara negara-negara anggota Komunitas Politik Eropa. Azerbaijan dan Armenia tengah bersitegang akibat penyerangan militer Azerbaijan ke wilayah Nagorno-Karabakh. Wilayah ini sejatinya masuk Azerbaijan, tetapi warganya beretnis dan berbahasa Armenia. Akibat penyerangan itu, keseluruhan 120.000 warga Nagorno-Karabakh mengungsi ke Armenia.
Selain itu, ada pula ketegangan antara Kosovo dan Serbia. Pada September lalu terjadi konflik bersenjata di antara anggota militer dan polisi keduanya. ”Kami ingin agar negara-negara Eropa bersatu mengecam perbuatan Serbia,” kata Presiden Kosovo Vjosa Osmani-Sadriu. (AP/AFP/Reuters)