Eropa membuka keran impor gandum Ukraina, tetapi sejumlah anggotanya menolak keras demi melindungi pasar domestik.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
KYIV, SELASA - Pemerintah Ukraina melayangkan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO. Para tergugat adalah Polandia, Slowakia, dan Hongaria, tiga anggota Uni Eropa yang mengeluarkan kebijakan sepihak melarang impor biji-bijian dari Ukraina. Keputusan ketiga negara ini mengakibatkan keretakan di dalam blok ekonomi Eropa yang beranggotakan 27 negara.
Gugatan diberikan oleh Ukraina melalui Wakil Menteri Perekonomian Taras Kachka, di Kyiv, Selasa (19/9/2023). ”Tidak bisa ada negara anggota blok yang bersikap seenaknya. Padahal, keputusan resmi lembaga adalah mendukung impor produk-produk pertanian Ukraina,” katanya, dikutip oleh kantor berita Ukrinform.
Ukraina dan Rusia merupakan produsen 40 persen gandum dunia. Selain itu, mereka juga memproduksi biji bunga matahari, jagung, rapa (rapeseed/Brassicus napa), dan amonia untuk pembuatan pupuk. Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022, dunia dilanda krisis pangan karena komoditas ini tidak bisa diekspor.
Pemerintah Turki dan Perserikatan Bangsa-Bangsa kemudian mengupayakan dibukanya Koridor Laut Hitam, yaitu pengiriman biji-bijian ini melalui berbagai pelabuhan Ukraina di tepi Laut Hitam sejak Juli 2022. Tujuannya adalah ke negara-negara di Afrika dan Timur Tengah yang mengandalkan biji-bijian dari Ukraina sebagai bahan baku pangan. Uni Eropa (UE) tidak menjadi konsumen ekspor tersebut.
Pada Jumat (15/9/2023), Komisi Eropa mengeluarkan keputusan bahwa UE membuka keran impor biji-bijian Ukraina. Beberapa jam kemudian, Polandia, Slowakia, dan Hongaria mengumumkan keputusan bersama bahwa mereka menolak. Biji-bijian dari Ukraina tak boleh masuk ke negara-negara itu. UE terbelah antara anggota dari Eropa Barat dengan anggota dari Eropa Tengah dan Eropa Timur. Jerman mengkritik ketiga negara tersebut memilih-milih dalam bersikap setia kawan.
Keputusan sepihak ketiga negara langsung dibalas dengan gugatan Kyiv ke WTO. Akan tetapi, tak lama kemudian, Kroasia juga mengumumkan bahwa mereka menolak mengimpor komoditas pertanian dari Ukraina. Kroasia hanya berkomitmen sebagai tempat transit dari biji-bijian tersebut.
”Harga biji-bijian dari Ukraina terlalu murah sehingga petani kami akan kalah. Perekonomian dalam negeri akan kacau balau,” kata Perdana Menteri Kroasia Andrej Plenkovic saat diwawancara oleh media lokal HINA.
Dilansir dari EU Observer, di Bulgaria yang menyetujui pembukaan keran impor, para petani berunjuk rasa. Mereka memblokade jalan dengan traktor dan menuntut agar pemerintah mengubah keputusan.
Kian dalam
Perbedaan pendapat di UE semakin mendalam karena pekan ini UE akan membahas mengenai penerimaan Ukraina sebagai anggota terbaru. Hal ini memancing perdebatan yang lebih keras ketimbang persoalan impor produk pertanian. Pasalnya, jika Ukraina menjadi anggota, segala sumber daya dan dana UE akan dicurahkan untuk menstabilkan dan membangun kembali negara yang diporakporandakan perang itu. Mayoritas subsidi pertanian dan industri UE juga akan diserap oleh Ukraina, sehingga ada beberapa anggota yang berpendapat belum saatnya Ukraina untuk masuk blok.
Dosen hukum internasional Universitas Vienna, Austria, Holger Hestermeyer, menjelaskan, masalah ini menjadi tantangan berat bagi UE. ”Secara prinsip, blok tidak bisa membiarkan para anggota membuat peraturan sendiri karena dasar dari UE adalah satu pasar dan satu aturan. Akan tetapi, kepentingan domestik setiap anggota tidak memungkinkan mereka bertindak murah hati, saat kondisi di dalam negeri tak beres,” tuturnya.
Pada Selasa (19/9), satu kapal bermuatan 3.000 ton gandum bertolak dari Pelabuhan Chornomorsk di Ukraina. Wakil Perdana Menteri Ukraina Oleksandr Kubrakov mengatakan melalui akun pribadinya di Facebook bahwa kapal bernama ”Resilient Africa” adalah salah satu dari dua kapal yang memasuki pelabuhan Ukraina di Laut Hitam. Kapal kedua, ”Aroyat”, dijadwalkan bertolak ke Mesir mengangkut gandum.
Koridor Laut Hitam
Mereka berlayar di dalam jalur kemanusiaan yang dibuka oleh Ukraina, tetapi tidak bisa dipastikan bisa bertahan berapa lama. Hal ini karena Laut Hitam masih menjadi medan pertempuran antara pasukan Ukraina dan Rusia. Koridor Laut Hitam yang digagas Turki dan PBB pada Juli 2022 hanya bertahan selama satu tahun. Pada Juli 2023, Rusia memutuskan keluar dari koridor ini.
Alasan Moskwa adalah karena komoditas pertanian Rusia yang semestinya tercakup di dalam jalur ekspor itu diblokir oleh negara-negara barat. Demikian pula dengan sejumlah sanksi ekonomi yang dijanjikan Barat akan diangkat ternyata tidak dilakukan.
Di dalam Koridor Laut Hitam, produk-produk itu diberangkatkan dari Pelabuhan Odesa, Chornomorsk, dan Pivdennyi yang semua terletak di Ukraina. Menurut data UE yang dikutip oleh surat kabar The Guardian, per Juli 2023, ada 33 juta ton biji-bijian yang sudah diekspor dari koridor ini dan 65 persen adalah gandum. Adapun 61 persen biji-bijian itu dikirim ke Afrika dan Timur Tengah. Berkat dibukanya koridor itu, harga gandum yang melonjak menjadi 1.360 dollar Amerika Serikat per ton bisa distabilkan menjadi 800 dollar AS per ton.
Dilansir dari kantor berita Anadolu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan hendak bertemu dengan Sekretaris Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jan Stoltenberg mengenai pembukaan kembali koridor ini. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres di akhir pekan ini dijadwalkan berbicara dengan Erdogan. Selain itu, juga akan ada pembicaraan secara individual dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov. (Reuters)