Gandum Ukraina Cegah Kelaparan Dunia selama 60 Hari
Aliran gandum dari Ukraina ke negara-negara di Afrika, Timur Tengah, dan Asia masih akan lancar selama 60 hari ke depan. Rusia tak setuju sampai 120 hari karena urusan ekspor pupuknya belum beres ditangani oleh PBB.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
KOMPAS/HARRY SUSILO
Ivan Oleksandrovich, menunjukkan sisa-sisa bom Rusia yang ditembakkan ke ladang gandum perusahaannya, di Desa Mala Rohan, Provinsi Kharkiv, Ukraina, Selasa (5/7/2022). Darah Mala Rohan sempat diduduki Rusia pada awal-awal perang dan banyak menjadi sasaran artileri. Saat ini, banyak bahan peledak maupun ranjau yang masih tersebar di ladang pertanian.
Ankara, Sabtu - Kesepakatan Laut Hitam, dikenal dengan Black Sea Grain Initiative, perjanjian ekspor gandum dari Ukraina kembali diperpanjang setidaknya untuk 60 hari. Inisiatif itu disepakati untuk mengatasi krisis pangan global. Sejak perang di Ukraina meletus, nasib sebagian besar negara-negara Afrika, Timur Tengah, dan Asia yang menggantungkan suplai biji-bijian dari Ukraina dan Rusia tersendat. Harga pangan meningkat dan menyeret lebih banyak orang ke dalam ancaman kelaparan dan jurang kemiskinan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Turki, dan Ukraina mendorong perpanjangan inisiatif itu untuk 120 hari, sementara Rusia hanya bersedia menyetujui 60 hari. Selanjutnya, belum ada kepastian akan kembali diperpanjang hingga berapa lama. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan perpanjangan itu, Sabtu (18/3/2023).
Kesepakatan Laut Hitam ditandatangani PBB, Turki, Rusia, dan Ukraina di Istanbul, Turki, pada 22 Juli 2022. Perjanjian itu menciptakan prosedur untuk mengekspor biji-bijian dengan aman dari pelabuhan tertentu guna mengatasi krisis pangan global. Menteri Pertanian Ukraina, Mykola Solsky, mengatakan Ukraina telah memasok hampir 500.000 ton gandum untuk program bantuan PBB. Oleh karena itu, kesepakatan ini harus diperpanjang lebih lama untuk membantu mereka yang membutuhkan dan menyelamatkan dunia dari kelaparan.
Wakil Perdana Menteri Ukraina Oleksandr Kubrakov mengunggah pernyataan di twitter dengan mengatakan kesepakatan itu akan tetap berlaku untuk periode empat bulan. Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengatakan kepada kantor berita Rusia Tass bahwa Moskwa menyetujui untuk memperpanjang kesepakatan selama 60 hari. “Setiap klaim untuk perpanjangan selama lebih dari 60 hari itu hanya angan-angan atau manipulasi,” kata Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Polyansky.
AP PHOTO/OZAN KOSE
Foto udara yang diambil pada Senin (31/10/2022), memperlihatkan situasi di bagian selatan Selat Bosphorus yang menjadi bagian dari koridor keselamatan kapal-kapal pengangkut gandum dan biji-bijian Ukraina di bawah Kesepakatan Laut Hitam. Rusia sempat menangguhkan keikutsertaannya dalam kesepakatan itu setelah mengklaim pesawat nirawak Ukraina menyerang Armada Laut Hitam Rusia.
Ukraina dan Rusia sama-sama pemasok gandum utama di dunia. Begitu pula dengan jelai, minyak bunga matahari, dan produk makanan terjangkau lainnya yang selama ini menjadi andalan negara-negara berkembang. Menurut data PBB, ada dua kapal bermuatan lebih dari 96.000 metrik ton jagung yang meninggalkan pelabuhan Ukraina pada Sabtu menuju China dan Tunisia.
Kesepakatan perpanjangan ini sudah yang kedua kalinya setelah pengiriman biji-bijian dari Ukraina mandeg gara-gara Rusia menginvasi Ukraina, 24 Februari 2022. Alasan Rusia hanya menyetujui 60 hari itu karena perjanjian terpisah dengan PBB untuk mengatasi hambatan pengiriman pupuknya yang merupakan bagian dari kesepakatan itu belum membuahkan hasil.
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB, Jumat lalu, bahwa PBB harus mengakui pihaknya “tidak memiliki pengaruh untuk mengecualikan operasi ekspor pertanian Rusia dari sanksi Barat”. Oleh karena itu, Rusia hanya akan memperpanjang kesepakatan itu hingga 18 Mei mendatang.
“Jika Brussel, Washington, dan London benar-benar mau melanjutkan ekspor makanan dari Ukraina melalui koridor kemanusiaan maritim, mereka memiliki waktu dua bulan untuk membebaskan seluruh rantai operasi yang menyertai sektor pertanian Rusia dari sanksi mereka. JIka tidak, kesepakatan ini tidak akan bisa berjalan,” ujarnya.
AFP/ ANDREY BORODULIN
Dalam foto udara yang diambil pada 14 Juli 2022, prajurit Rusia berjaga di ladang saat petani memanen gandum di dekat Melitopol, wilayah Zaporizhzhia, di tengah aksi militer Rusia yang sedang berlangsung di Ukraina.
Karena menginvasi Ukraina, Rusia dijatuhi sanksi keras dari negara-negara Barat. Meski ekspor makanan dan pupuknya tidak dikenai sanksi, Rusia mengeluhkan pembatasan pembayaran, logistik, dan sektor asuransi menjadi penghalang pengiriman ekspornya. Nebenzia menegaskan pembatasan pada asuransi dan akses ke pelabuhan untuk kapal dan kargo Rusia harus dicabut. Begitu pula dengan penutupan saluran pipa yang mengirimkan amonia Rusia ke pelabuhan Laut Hitam Ukraina dan pembukaan akun serta aktivitas keuangan perusahaan pupuk Rusia yang diblokir. PBB masih mengupayakan memfasilitasi ekspor pertanian Rusia tetapi masih ada hambatan di urusan sistem pembayarannya.
Komite Penyelamatan Internasional kecewa dengan kesepakatan 60 hari itu karena negara-negara di Afrika Timur dilanda kekeringan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan di ambang kelaparan. Kawasan itu menerima lebih dari 90 persen biji-bijian dari Ukraina. Stéphane Dujarric, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, menyebutkan 25 juta metrik ton (sekitar 28 juta ton) biji-bijian dan bahan makanan sudah dikirimkan ke 45 negara melalui kesepakatan itu. Pengiriman itu terbukti berhasil membantu menurunkan harga pangan dunia dan menstabilkan pasar.
“Kami tetap berkomitmen kuat pada kedua perjanjian dan mendesak semua pihak melipatgandakan upaya mereka untuk mengimplementasikannya sepenuhnya,” ujarnya.
AP PHOTO/AMR NABIL
Seorang perajin roti di Mesir tengah mempersiapkan penganan tradisional yang disebut baladi di sebuah lokasi di Kairo Lama di Kota Kairo, Mesir, 8 September 2022. Mesir menjadi salah satu konsumen utama gandum Ukraina. Meningkatnya harga gandum karena perang di Ukraina membuat tekanan bagi perekonomian Mesir dan juga khususnya para perajin roti di negara itu.
Perang di Ukraina membuat harga pangan melonjak ke rekor tertinggi pada tahun lalu dan berkontribusi pada krisis pangan global yang juga terkait dengan efek pandemi COVID-19 serta faktor iklim seperti kekeringan. Gangguan pengiriman biji-bijian yang dibutuhkan untuk makanan pokok di tempat-tempat seperti Mesir, Lebanon, dan Nigeria memperburuk tantangan ekonomi dan menyeret jutaan orang lagi ke dalam kemiskinan atau kerawanan pangan.
Penduduk di negara berkembang menghabiskan lebih banyak uang mereka untuk kebutuhan pokok seperti makanan. Program Pangan Dunia PBB menyebutkan konflik ini menyebabkan sekitar 345 juta orang menghadapi kerawanan pangan. Sebelum konflik ini terjadi pun harga makanan sudah mahal karena kekeringan. Negara-negara miskin bergantung pada makanan impor yang dijual dengan dollar AS sehingga ini pun menekan negara miskin karena mata uang mereka melemah.
Kesepakatan itu pernah mandeg karena ditengahi Amerika Serikat dan Turki. Rusia sempat menarik diri pada November lalu sebelum akhirnya bersedia memperpanjang kesepakatan itu. Dalam beberapa bulan terakhir, pemeriksaan untuk memastikan kapal hanya membawa biji-bijian dan bukan senjata melambat. Karena pemeriksaan yang lambat, kapal menumpuk menunggu di perairan Turki. Ukraina dan AS menyalahkan Rusia karena kelambatan itu tetapi Rusia membantah. (REUTERS/AP)