Whoosh! 11 Dubes ASEAN: Kereta Api adalah Masa Depan Asia Tenggara
Kereta Api menjadi motor penggerak transportasi dan ekonomi ASEAN. Jaringan kereta api dikembangkan untuk membangun konektivitas
“Keretanya beroperasi sampai jam berapa?”
“Keceparan maksimalnya berapa? Oh, lihat! Sampai 350 kilometer per jam loh.”
“Iya, 300 kilo lebih. Goyangannya halus, ya.”
“Praktis ya. Nanti kita bisa mengadakan pertemuan di Bandung. Tidak perlu khawatir kena macet lagi.”
Celotehan-celotehan itu bukan dari para penumpang biasa uji coba Whoosh (Waktu Hemat, Operasi Optimal, dan Sistem Handal) alias Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Ucapan-ucapan itu justru keluar dari mulut para naratama, yaitu duta-duta besar untuk Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Pada hari Senin (25/9/2023), Misi China untuk ASEAN yang dipimpin oleh Duta Besar Hou Yanqi mengundang rekannya sesama duta besar untuk ASEAN dan beberapa wartawan mengikuti uji coba Whoosh. Rombongan berangkat dari Stasiun Halim Perdanakusuma di Jakarta menuju Stasiun Tegalluar di Jawa Barat.
Baca juga: Tawaran 129 Miliar Dollar AS di Sela KTT ASEAN
Di atas gerbong naratama, Hou dan Duta Besar Indonesia untuk ASEAN Derry Aman bertindak selaku tuan rumah. Mereka dengan ramah menunjukkan para penumpang tempat duduk berlapis kulit warna merah. Hou kemudian juga bertindak sebagai penerjemah ke bahasa Inggris ketika Direktur Keuangan PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Zhang Chao menyampaikannya dalam bahasa Mandarin. Tidak lama setelah itu, Hou juga aktif bertanya.
Bagi yang berbahasa Indonesia, untungnya turut hadir Direktur Aset PT KCIC, Adhi Priyanto Putro. Ia mengungkapkan, rencana harga karcis Whoosh adalah Rp 300.000. Ini sudah dibundel dengan karcis untuk kereta layang (LRT) di Jakarta ke Stasiun Halim dan kereta pengumpan dari Stasiun Tegalluar ke kota Bandung.
“Tapi, pengoperasiannya tunggu peresmian dari Pak Presiden Jokowi (Joko Widodo), ya. Waktunya masih belum bisa diumumkan,” kata Adhi.
Baca juga: AS Perlu Strategi Baru di Asia Tenggara dan Afrika
Jika hal itu terwujud, lanjutnya, per 1 Januari 2024, Whoosh siap melayani 68 kali perjalanan bolak-balik setiap hari. Menurut Adhi, PT KCIC memiliki 11 unit Whoosh. Sejauh ini, diperkirakan enam unit Whoosh bisa melayani perjalanan harian apabila kereta cepat itu sudah aktif sepenuhnya.
Salah satu tamu yang terlihat antusias dan aktif bertanya ialah Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn. Ia bersemangat sekali mendengar penjelasan teknis mengenai kinerja kereta, terutama saat berkesempatan mengunjungi bilik masinis.
“Uji coba ini penting sekali bukan hanya untuk Indonesia. Ini kereta cepat pertama di Asia Tenggara, ini hari bersejarah bagi ASEAN karena menunjukkan potensi yang bisa diperoleh dengan keterhubungan,” tuturnya.
Baca juga: IPIF dan Tegang-Kendur Konektivitas ASEAN
Kereta api
Proyek kereta cepat adalah bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) yang diprakarsai oleh China. Per Oktober nanti, proyek BRI genap berumur sepuluh tahun. Sejauh ini, berdasarkan data Bank Dunia, ada 147 negara di Asia, Eropa, Afrika, dan Amerika Latin yang terlibat di dalam BRI.
Bank Dunia pada tahun 2018 mengeluarkan laporan analisis pengaruh BRI di 71 negara. Dari kajian itu, terungkap bahwa jika semua proyek selesai dan berjalan sesuai target, waktu perjalanan di berbagai koridor perekonomian bisa berkurang 12 persen. Pada saat yang sama, perdagangan naik 2,7 hingga 9,7 persen, pendapatan negara naik berkisar 3,4 persen. Ini diharapkan bisa mengangkat 7,6 juta orang dari kemiskinan.
Baca juga: ASEAN-China : Potensi Besar, Tantangan Besar
“Khusus di Asia Tenggara, BRI dilakukan melalui perjanjian bilateral negara terkait dengan China karena kebutuhan berbeda-beda. Sekretariat ASEAN memastikan bahwa proyek-proyek ini selaras dengan misi keterhubungan dan menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan perekonomian (epicentrum of growth),” kata Kao.
Para duta besar selama perjalanan 50 menit ke Stasiun Tegalluar sibuk bercakap-cakap. Salah satu topik pembicaraan ialah mengenai infrastruktur transportasi di negara masing-masing. Dubes Filipina untuk ASEAN Hyajceelyn Quintana mengatakan bahwa uji coba ini adalah “good showmanship” dari China. Filipina juga memikirkan pembangunan kereta api sebagai sumbu angkutan publik dan logistiknya.
Baca juga: Teknologi Canggih Topang Kenyamanan di Kereta Cepat
Tren ini terlihat pula di Malaysia dan Thailand. Dubes Thailand untuk ASEAN Urawadee Sriphiromya mengatakan, Thailand sudah memiliki koneksi jalan tol dan sungai yang baik dengan Laos, Kamboja, dan Vietnam. Akan tetapi, kereta api tetap penting untuk dibangun. Thailand sedang membangun kereta api cepat Bangkok-Chiang Mai yang dimodali Jepang. Ini diperkirakan bisa menghemat waktu perjalanan dari 10 jam menjadi dua jam.
“Ini tren positif karena kereta api juga rendah emisi, apalagi dengan teknologi sekarang. Selain mengangkut penumpang, kita bisa mengangkut logistik lebih banyak dengan kereta,” kata Urawadee.
Dubes Malaysia untuk ASEAN Nur Izzah Wong Mee Choo menjelaskan bahwa Malaysia juga berambisi mengembangkan moda transportasi ini. Selain jalur utara-selatan di Semenanjung Malaysia yang diperkirakan selesai pada 2026, juga ada rencana membangun rel kereta menuju Indonesia di Kalimantan. Selain itu, juga ada rencana pembangunan rel kereta dari Singapura hingga Kunming di China. Rel ini melewati Malaysia dan Thailand.
Baca juga: Transportasi Massal yang Cepat dan Efisien
Ini sesuai dengan yang diutarakan Menteri Transportasi Malaysia Anthony Loke, dikutip oleh harian New Strait Times edisi 3 Agustus 2023. Saat ini, Negara Bagian Sabah dan Negara Bagian Sarawak dihubungkan oleh jalan tol. Menurut Loke, jika Indonesia selesai membangun ibu kota Nusantara, akan ada jalur kereta yang terhubung ke Malaysia guna memudahkan pergerakan manusia dan ekspor-impor.
Dampak positif
Pembangunan infrastruktur kereta api ini tidak lepas dari tarikan politik. Banyak pihak mengkhawatirkan kerja sama BRI bisa menyeret negara berkembang ke dalam perangkap ekonomi China. Lembaga kajian Australia, Lowy Institut, pada tahun 2019 menghitung bahwa utang Laos kepada China sebesar 45 persen dari pendapatan domestik brutonya. Ini mencemaskan apabila negara tidak bisa membayar.
Baca juga: Kereta Cepat China Melesat Sejagat
Menanggapi komentar itu, Hou Yanqi mengatakan bahwa utang merupakan hal penting untuk memastikan proyek berjalan. “Tidak ada uang, tidak ada infrastruktur. Tidak ada infrastruktur akan mengakibatkan tidak ada uang. Berutang adalah cara mendapatkan uang guna memulai proyek infrastruktur,” ujarnya.
Menurut Hou, BRI ditargetkan memberi keuntungan bagi semua pihak. Apabila semua infrastruktur hingga pengelolaan keuangan ini berjalan dengan semestinya, dalam beberapa tahun ke depan diperkirakan utang-utang negara-egara lain ke China ini bisa dilunasi.