Berkembangnya Dunia Wisata di Pulau Sengketa Laut China Selatan
Negara-negara yang bersengketa terkait kepemilikan wilayah di Laut China Selatan sedang mengembangkan wisata di sana. Filipina, China, Vietnam, dan Malaysia mengembangkan aneka paket wisata.
Oleh
IWAN SANTOSA
·4 menit baca
AFP/TED ALJIBE
Nelayan Filipina beraktivitas di sekitar Karang Scarborough di Laut China Selatan, Kamis (21/9/2023). Karang itu dikendalikan China sejak 2012.
Banyak cara dipakai untuk menunjukkan klaim atas Laut China Selatan. Salah satu caranya adalah dengan membuat paket wisata ke perairan yang disengketakan sejumlah negara di Asia itu.
Pemerintah Kota Puerto Princessa, Filipina, membuat paket wisata ke Kepulauan Kalayaan atau Spratly. Dengan biaya 2.400 dollar AS atau 120.000 peso, pelancong diajak berlayar sepekan ke Spratly.
Dalam laporan Nikkei Asia pada Mei 2023 disebut, program itu dinamai Great Kalayaan Expedition. Pengunjung diajak berlayar hampir 1.000 kilometer pergi-pulang. Sebab, Kalayaan terletak 475 kilometer dari Puerto Princessa.
Selama pelayaran, pelancong menyaksikan pantai-pantai berpasir putih dan laut biru cerah. Pelancong juga bisa melihat pepohonan hijau permai di pulau-pulau.
Salah satu pulau di Kalayaan hanya berjarak 22 kilometer dari daratan buatan hasil reklamasi oleh China. Di daratan buatan itu ada berbagai fasilitas sipil dan militer.
Manajer Wisata Great Kalayaan Expedition Ken Hupanda mengatakan, tujuan paket wisata tersebut untuk menjaga keutuhan wilayah dengan soft diplomacy. ”Puerto Princessa sudah ditetapkan sebagai kota maritim yang membawahkan Kepulauan Kalayaan. Hukum Filipina memberi kami hak untuk bertindak untuk masa depan wilayah kami,” ujarnya.
Dalam pelayaran perdana pada Maret 2023, pelancong menumpang kapal penjaga pantai Filipina. Mereka menyambangi tiga pulau yang dikendalikan Manila di Spratly. Selain melihat pemandangan, pelancong bisa memancing dan menyelam. ”Kami seperti disambut burung-burung,” kata salah seorang peserta program, Rads Roxas.
Pelancong lain, Clarence Factor, mengaku seperti berlayar di surga. Sebab, perairannya amat jernih dan pasirnya amat bersih.
AFP/TED ALJIBE
Perahu nelayan Filipina dan kapal China berlayar di sekitar Karang Scarborough di Laut China Selatan pada Rabu (20/9/2023). Karang itu dikendalikan China sejak 2012.
Ken Hupanda berharap area jelajah program wisata tersebut bisa diperluas. Cara itu lebih baik daripada senantiasa terjadi konflik antara nelayan Filipina dan milisi maritim China.
Untuk program wisata selanjutnya, Hupanda berencana menyewa kapal pesiar pribadi. ”Daripada berseteru politik, lebih baik kita kembangkan bisnis wisata,” katanya.
Klaim negara lain
Bukan hanya Filipina yang mengklaim Laut China Selatan. China mengklaim hampir seluruh perairan itu. Sementara Vietnam, juga Malaysia dan Brunei Darussalam, mengklaim sebagian perairan itu.
Jika Filipina memilih Kalayaan, Vietnam memilih Truong Sa sebagai nama untuk wilayah Spratly yang diklaimnya. Tidak hanya memberi nama, seperti China, Vietnam menunjukkan klaim lewat jangkauan layanan operator telepon seluler.
Ponsel di Spratly bisa menampilkan pesan ”Selamat Datang di China” atau ”Selamat Datang di Vietnam”. Pesan yang ditampilkan bergantung pada sinyal operator mana yang ditangkap ponsel.
Sementara China, lewat Pemerintah Kota Sanya, juga menunjukkan klaim di Kepulauan Paracel lewat paket wisata. Kepulauan yang oleh Beijing disebut sebagai Xi Sha itu terdiri atas gugusan 130 pulau kecil dan karang.
Badan Pusat Intelijen (CIA) Amerika Serikat menyebut, China mengendalikan Xi Sha sejak 1974. Karena perairan jernih dan pasir pantai yang putih, sebagian Xi Sha kerap disebut sebagai Maldives di Laut China Selatan. Maldives adalah negara tujuan wisata tropis di Samudra Hindia.
Sanya menawarkan paket pesiar empat hari ke Xi Sha. Sasaran utamanya adalah pelancong berusia lanjut. ”Paket wisata tersebut menggabungkan kesenangan dan tugas patriotik,” kata Ian Rowen, asisten profesor bidang geografi di Nanyang Technological University, Singapura.
Ada juga pelancong muda, seperti Yang Huang (30). Dosen pada Griffith University, Australia, itu sudah dua kali pesiar di Xi Sha. Ia naik kapal Nan Hai Dream pada 2018 dan Putri Chang Le pada 2019.
Dari ratusan pulau di Xi Sha, Beijing hanya membuka dua pulau bagi pelancong. Di kedua pulau itu, pengunjung bisa ikut upacara bendera, menyanyikan lagu kebangsaan China, juga jalan-jalan.
Beijing mengizinkan pelancong ke Yinyu atau Observation Bank dan Quanfu. Luas Yinyu hanya 1.000 meter persegi. Di sana ada kampung nelayan. Pengunjung, menurut Yang Huang, dapat bertetirah di kampung nelayan, makan–minum, dan berbelanja. Paket tambahan adalah berwisata di laut, seperti menyelam dan berenang di tepi pantai.
Adapun Vietnam menyediakan paket wisata ke Con Dao. Jarak terdekat kepulauan itu dari daratan Vietnam adalah 200 kilometer. Pulau itu pernah jadi lokasi pertempuran Inggris dengan kelompok pasukan Bugis pada abad ke-18.
Dulu, waktu Vietnam dijajah Perancis, pulau itu jadi tempat pembuangan tahanan politik dan bandit. Sementara AS pernah menjadikan pulau itu sebagai tempat pemantauan cuaca.
Berbeda dengan China dan Filipina, Vietnam memilih pesawat sebagai angkutan ke dan dari Con Dao. Tersedia penerbangan rutin dari Ho Chi Minh City ke Con Dao dengan pesawat kecil bermesin ganda, seperti ATR 72 dan Embraer 190. Jarak dari Ho Chi Minh ke Con Dao 230 kilometer. Vietnam Airlines dan Bamboo Airlines menyediakan layanan dengan pesawat berkapasitas 70 penumpang.
Adapun Malaysia memilih paket wisata ke Pulau Layang-layang atau lebih dikenal sebagai Swallow Reef. Pulau kecil itu berjarak 265 kilometer dari Kinabalu di Sabah. Seperti Vietnam, Malaysia memilih pesawat sebagai angkutan ke Pulau Layang-layang. Tawaran utama wisata ke sana adalah menyelam.
Nasib berbeda dialami Anambas dan Natuna di Indonesia. Kabupaten terdepan Indonesia di Laut China Selatan itu juga punya sejumlah lokasi wisata. Sayangnya, Indonesia belum serius mengembangkan pariwisata ke sana.
Padahal, belajar dari Malaysia hingga Vietnam, klaim di Laut China Selatan bisa ditunjukkan lewat paket wisata. Uang dapat, pelancong senang, negara menang.