Kim Jong Un Memasuki Rusia, Diperkirakan Hendak Jual Beli Senjata dengan Putin
Korea Utara sedang dalam darurat pangan dan memerlukan teknologi pembuatan rudal canggih dari Rusia. Sementara Rusia membutuhkan suntikan amunisi dan persenjataan untuk mendukung invasi di Ukraina.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
SEOUL, SELASA — Kereta api yang membawa Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un dikabarkan telah melintasi perbatasan dengan Rusia pada Selasa (12/9/2023). Kim berencana bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Perkiraan dari berbagai pihak, terutama Amerika Serikat dan Korea Selatan, Kim dan Putin akan melakukan transaksi persenjataan beserta teknologinya.
Kantor berita Rusia, RIA Novosty, memberitakan bahwa kereta berpelat baja antipeluru yang membawa Kim beserta rombongan telah berada di wilayah Primorksy Kai di Rusia bagian timur. Sebelumnya, di kota Khasan yang terletak di sebelah perbatasan dengan Korea Utara (Korut), kereta berhenti karena para pejabat lokal memberi hormat kepada Kim.
Kereta ini semua gerbongnya antipeluru sehingga hanya bisa bergerak dengan kecepatan maksimal 50 kilometer per jam. Sebagai perbandingan, menurut data PT Kereta Api Indonesia, kereta Bekasi-Cikampek berjalan dengan kecepatan 115 kilometer per jam. Kereta yang dipakai Kim Jong Un ini sudah digunakan oleh Kim Il Sung dan Kim Jong Il. Mereka adalah kakek dan ayah dari Kim Jong Un.
Kantor berita nasional Korut, KCNA, mengabarkan, Kim meninggalkan Pyongyang pada Minggu (10/9/2023) tanpa memberi tahu detail waktunya. Ikut bersamanya antara lain Menteri Luar Negeri Korut Choe Sun Hui dan petinggi Tentara Rakyat Korut, Marsekal Ri Pyong Chol serta Marsekal Pak Jong Chon.
Pantauan dari Pemerintah Korea Selatan, dikutip kantor berita Yonhap, kereta Kim terus bergerak menuju utara. Akan tetapi, kereta itu tidak mengarah ke Vladivostok tempat Putin sedang menghadiri Forum Ekonomi Timur sampai Rabu (13/9/2023). Kereta Kim diperkirakan menuju ke arah Khabarovsk, provinsi Rusia yang berbatasan langsung dengan China. Sejauh ini, baik Pyongyang maupun Moskwa belum mengabarkan lokasi dan jadwal pasti pertemuan Kim-Putin.
”Kami terus memantau perkembangan guna memastikan jika memang ada penjualan persenjataan ataupun pertukaran teknologi,” kata Juru Bicara Kementerian Pertahanan Korsel Jeon Ha-kyu.
Pertemuan Kim dan Putin ini dicurigai berbagai pihak. Pasalnya, Kim jarang sekali bepergian ke luar negeri. Sejak ia dilantik menjadi Pemimpin Tertinggi Korut pada 2011, hanya 10 kali ia meninggalkan negaranya dan semua pada periode 2018-2019. Kim pertama kali bertemu Putin pada 25 April 2019 di Vladivostok, Rusia.
Ketika itu, mereka membahas mengenai pelucutan senjata nuklir Korut setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump gagal membujuk Kim. Sejatinya, AS meminta Korut menghentikan program pengayaan nuklir dengan imbalan mencabut sanksi ekonomi atas Pyongyang. Misi ini gagal dan Korut terus mengembangkan persenjataan nuklir, bahkan turut mengembangkan rudal balistik antarbenua.
Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS Adrienne Watson mengatakan, semua bukti perjalanan Kim ke Rusia kali ini mengarah ke jual beli senjata. Akan tetapi, dilansir dari CNN, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan tidak bisa memberi komentar atas tuduhan tersebut.
Apabila hal itu memang benar, Korut melanggar sanksi yang dijatuhkan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Rusia sebagai Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB juga meratifikasi sanksi itu. AS berjanji jika terjadi jual beli senjata, mereka akan menambah sanksi atas Korut ataupun Rusia sejak menginvasi Ukraina per 24 Februari 2022.
Kecurigaan jual beli senjata ini muncul sejak Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu berkunjung ke Pyongyang pada Juli lalu. ”Tentu ini mencurigakan karena terakhir kali menteri pertahanan dari Moskwa ke Korut pada 1991 sebelum Soviet bubar. Buat apa Rusia mengunjungi negara kecil dan terisolasi seperti Korut kalau bukan ada niat meminta senjata?” kata pengamat politik Semenanjung Korea, Kim Tae-woo.
Menurut dia, Korut dalam keadaan darurat pangan. Apalagi, negara itu baru dihajar badai yang merendam pertanian dan perkebunan sehingga gagal panen. Selain itu, Pyongyang juga memerlukan teknologi pembuatan rudal canggih dari Rusia, salah satunya rudal balistik hipersonik.
Dari pihak Rusia, mereka membutuhkan suntikan amunisi dan persenjataan lainnya. Sudah 18 bulan Moskwa menginvasi Ukraina dan hingga kini Ukraina terus bertahan berkat berbagai bantuan dari negara-negara Barat. Cadangan persenjataan Rusia menipis dan mereka mencari dari negara-negara yang turut disanksi oleh Barat, yakni Korut dan Iran. (AP/Reuters)