KTT ASEAN-China, Presiden Jokowi Minta Hukum Internasional Dihormati
Presiden Joko Widodo meminta semua pihak membangun kepercayaan. Secara konkret, hukum internasional perlu dihormati
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
Jakarta, Kompas - Presiden Joko Widodo meminta semua pihak membangun kepercayaan. Hal ini bisa ditunjukkan dengan penghormatan pada hukum internasional.
Hal ini disampaikan Presiden Jokowi saat membuka KTT ASEAN-China, Rabu (6/9/2023) pagi di Jakarta Convention Center, Jakarta. Agenda ini menjadi kegiatan pertama dalam rangkaian KTT ASEAN dengan negara-negara mitra dialog.
Dalam sambutannya, Presiden menyebut China adalah satu dari empat mitra dialog ASEAN yang memiliki status mitra strategis komprehensif. Tahun ini menandai 20 tahun aksesi RRT terhadap Kesepakatan Persahabatan dan Kerja Sama (Treaty of Amity and Cooperation/TAC). Untuk itu, semua perlu dimaknai dengan kerjasama konkret dan saling menguntungkan.
Namun, menurut Presiden Jokowi, hal tersebut hanya bisa dilakukan jika semua pihak memiliki kepercayaan satu sama lain. Untuk itu, kepercayaan harus dibangun dan dipelihara oleh semua pihak. “Dan salah satunya dengan menghormati hukum internasional. Trust dan kerja sama konkret inilah yang dapat menjadi positive force bagi stabilitas dan perdamaian kawasan,” tutur Presiden Jokowi.
Secara terpisah, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjelaskan penghormatan pada hukum internasional menjadi semangat yang didorong Pemerintah Indonesia. Sebab, semua hubungan harus dibangun atas pengukuran pembangunan kepercayaan (CBM).
Presiden Jokowi, kata Moeldoko, juga sangat memahami bahwa dinamika dunia saat ini menuju perubahan geopolitik yang sangat luar biasa. Karenanya, pidato tersebut sekaligus menjadi sinyal untuk semua negara bahwa kita perlu berdamai dan membangun upaya bersama agar dunia terus menuju perdamaian. Karenanya, diharap semua pihak mampu menjaga wilayah di Laut China Selatan tetap kondusif dan menghormati hukum internasional.
“Banyak isu-isu lain yang perlu ditangani seperti ketahanan pangan, isu energi, isu pemanasan global, itu sudah menjadi pekerjaan. Jangan lagi diperburuk dengan sebuah kondisi yang menuju instabilitas,” tuturnya.
Pada jalur yang tepat
Perdana Menteri China Li Qiang dalam pidatonya mengatakan bahwa selama 10 tahun terakhir, China dan ASEAN memiliki kemajuan, saling bahu membahu, dan berkontribusi terhadap keberhasilan satu sama lain. "Menghadapi perubahan besar yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam satu abad terakhir, kita telah berada di jalur yang benar dengan mewujudkan hubungan baik yang telah lama terjalin serta kemajuan dan kesejahteraan bersama," ujarnya.
China sebagai kekuatan ekonomi kedua terbesar dan kombinasi GDP ASEAN menjadi nomor lima terbesar di dunia. karenanya, upaya bersama ini tecermin dalam empat area yakni saling memperlakukan secara tulus dan saling percaya. "Ketulusan adalah kunci yang membuka hati dan kepercayaan sebagai jembatan yang menghubungkan cara berpikir. Tidak perduli bagaimana situasi internasional berubah, China dan ASEAN terus menjaga hubungan yang dekat, terus berkomunikasi, saking menghargai jalan pembangunan masing-masing, serta mengakomodasi perhatian utama masing-masing," tutur Li Qiang.
China dan ASEAN juga memiliki kedekatan geografis serta persamaan. Selain itu, China dan ASEAN juga menyelesaikan perbedaan pendapat melalui dialog dan konsultasi serta memperdalam kerja sama praktis secara konsisten. Ini menjaga perdamaian dan ketenangan di Asia Timur di dunia yang penuh dinamika dan turbulensi.
Kerja sama saling menguntungkan juga semakin produktif. Tahun lalu, volume perdagangan ASEAN-China mencapai 970 miliar dollar AS. Ini dua kali lipat dari volume perdagangan satu dekade lalu.
"Selama kita tetap berada di jalur yang benar, apa pun badai yang mungkin terjadi, kerja sama Tiongkok-ASEAN akan tetap kokoh dan terus maju menghadapi segala rintangan serta akan mencapai perkembangan dan kemajuan yang lebih besar melalui kerja sama tersebut," tuturnya.
Secara terpisah, Guru Besar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menilai pidato Presiden Jokowi sesuai dengan kondisi saat ini. Salah satunya, klaim sepihak China di Laut China Selatan yang tidak didasarkan pada UNCLOS. Ini juga bertentangan dengan hukum internasional. (INA)