Indonesia Dorong ASEAN Tuntaskan Perjanjian Ekstradisi
ASEAN didorong segera menangani kasus perdagangan orang dengan menyelesaikan perjanjian ekstradisi yang sudah lama tertunda. Indonesia mencatat sudah 2.761 kasus perdagangan orang yang ditangani dalam 3 tahun terakhir.
JAKARTA, SENIN — ASEAN perlu mengedepankan pendekatan yang lebih komprehensif terhadap kasus perdagangan orang, termasuk dengan menyelesaikan Perjanjian Ekstradisi ASEAN yang sudah lama tertunda. Khusus untuk Indonesia, Pemerintah Indonesia sudah menangani 2.761 kasus perdagangan orang yang melibatkan penipuan secara daring selama tiga tahun terakhir.
Dari laporan Komisi Polisi Kriminalitas Internasional atau Interpol, total kerugian bersih akibat kejahatan dunia maya meningkat 15 persen setiap tahun hingga 2025. ASEAN harus mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi isu ini.
”Langkah konkret harus dilakukan antara lain dengan memperkuat pengelolaan perbatasan, kerja sama keamanan siber regional, dan bantuan hukum timbal balik yang efektif dan efisien,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam pertemuan Dewan Politik dan Keamanan ASEAN, Senin (4/9/2023), di Sekretariat ASEAN, Jakarta.
Baca Juga: Myanmar dan Ketegangan Geopolitik Hambat Penindakan Perdagangan Orang ASEAN
Mengatasi isu perdagangan orang, menurut Retno, merupakan bagian dari penegakan hak asasi manusia (HAM). Oleh karena itu, ia mendorong kemajuan HAM regional. ASEAN harus mengikuti tantangan HAM yang terus berkembang agar bisa lebih memajukan dan melindungi HAM.
Kuncinya, Retno menambahkan, adalah dengan terlibat dalam dialog inklusif. Inilah alasan mengapa Indonesia mengupayakan Deklarasi Pemimpin tentang Dialog HAM ASEAN.
”Pada tahun ini, Indonesia akan menjadi tuan rumah Dialog HAM ASEAN ke-5. Kami mohon dukungan Anda agar platform ini bisa menanamkan demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik dengan lebih baik, termasuk mengadakan dialog ini setiap tahun,” kata Retno.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Mahfud MD dalam kesempatan yang sama menyinggung soal adopsi Deklarasi Pemberantasan Perdagangan Manusia yang Disebabkan Penyalahgunaan Teknologi oleh para pemimpin ASEAN pada KTT Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Mei 2023. Kini saatnya mendorong penerapannya oleh badan-badan sektoral terkait, seperti memastikan pencegahan, penuntutan pelaku, dan perlindungan terhadap korban.
Ini tidak hanya berlaku untuk tindak pidana perdagangan orang, tetapi juga untuk meningkatnya ancaman kejahatan terorganisir transnasional lainnya. Pencucian uang, obat-obatan terlarang, dan terorisme juga hanya bisa diatasi dengan kerja sama lintas batas yang lebih kuat.
”Mari bekerja sama meningkatkan kerja sama regional dalam pengelolaan perbatasan, bantuan hukum lintas batas, dan pertukaran informasi,” kata Mahfud.
Rivalitas adidaya
Mahfud juga mengingatkan bahwa ketegangan geopolitik dan rivalitas antarnegara kian meningkat. Situasi ini bisa berkembang menjadi konflik terbuka yang terpaksa dihadapi ASEAN.
”Sejumlah dampak kemanusiaan dan sosial-ekonomi pada perang antara Rusia dan Ukraina harus menjadi peringatan. Kita tidak boleh membiarkan situasi yang sama terjadi di kawasan kita dan merusak kemajuan yang telah dicapai ASEAN sejak 1967. Jika tidak bertindak untuk mengatasi permasalahan tersebut, ASEAN bisa tergerus relevansinya,” kata Mahfud.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam konteks tantangan eksternal ASEAN dalam membangun salah satu pilarnya, yakni Komunitas Keamanan ASEAN. Bersama dua pilar lainnya, Komunitas Ekonomi ASEAN dan Komunitas Sosio-Kultural ASEAN, ASEAN bercita-cita mewujudkan kerja sama dinamis di antara negara-negara Asia Tenggara secara damai, stabil, dan sejahtera.
Adapun tantangan internalnya, menurut Mahfud, adalah soal Myanmar. Krisis di Myanmar yang tak kunjung mengalami perkembangan berarti meninggalkan tanda negatif pada ASEAN.
”Pencapaian kita dalam mengimplementasikan APSC (ASEAN Political Security Community) Blueprint 2025 dibayang-bayangi oleh kurangnya perkembangan penyelesaian isu Myanmar,” katanya.
Baca Juga: ASEAN Perkuat Rantai Pasok Regional
Tantangan lain yang disinggung Mahfud adalah pencucian uang, obat-obatan terlarang, terorisme, dan perdagangan orang. Semua ini hanya dapat diatasi dengan kerja sama lintas batas yang lebih kuat.
”Oleh karena itu, mari kita bekerja sama dalam meningkatkan kerja sama regional pengelolaan perbatasan, bantuan hukum lintas batas, dan pertukaran informasi,” katanya.
Mari kita bekerja sama dalam meningkatkan kerja sama regional pengelolaan perbatasan, bantuan hukum lintas batas, dan pertukaran informasi.
Menjelang akhir Cetak Biru APSC 2025, Mahfud menambahkan, ASEAN perlu mendorong keterlibatan yang lebih besar dari masyarakat ASEAN dalam pengembangan cetak biru tersebut. Saat ini, satuan tugas tingkat tinggi dalam mempersiapkan Visi Komunitas ASEAN sudah mencapai kemajuan.
”Ke depan, mari kita pastikan Visi Komunitas ASEAN 2045 dan dokumen kehadiran atau rencana strategisnya sesuai tantangan saat ini dan masa depan,” kata Mahfud.
Dari situs Kementerian Luar Negeri RI disebutkan, komunitas politik keamanan ASEAN dibentuk untuk mempercepat kerja sama politik keamanan di ASEAN demi mewujudkan perdamaian di kawasan, termasuk dengan masyarakat internasional. APSC ini bersifat terbuka dan menggunakan pendekatan keamanan komprehensif dan tidak ditujukan untuk membentuk pakta pertahanan atau militer ataupun kebijakan luar negeri bersama.
Pada pertemuan APSC itu, Retno juga mengingatkan perlunya peningkatan kerja sama maritim. Kawasan Indo-Pasifik yang luas menyimpan potensi strategis. Namun, kepentingan negara-negara besar di dunia dapat membahayakan perdamaian dan stabilitas regional.
Baca Juga: ASEAN Melaju Apabila Isu Myanmar Tuntas
Ke depan, ASEAN harus lebih konsisten menerapkan hukum internasional, termasuk Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan perjanjian regional, seperti Kawasan yang Damai Bebas dan Netral (ZOPFAN) dan Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ); serta pakta kerja sama dan nonagresi antara negara-negara ASEAN dan para mitranya (TAC) dan Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik (AOIP).
Kerja sama ASEAN harus fokus pada penanganan kejahatan transnasional terorganisir, seperti penangkapan ikan ilegal. Karena ASEAN telah menerbitkan ASEAN Maritime Outlook (AMO) yang pertama, ASEAN harus memanfaatkan kesepakatan ini untuk meningkatkan kerja sama maritim di bidang-bidang yang penting bagi ASEAN.
”Mari kita pastikan dalam 20 tahun ke depan ASEAN tetap relevan bagi masyarakat,” kata Retno.