Regenerasi talenta akan menjadi hal paling krusial. Ini seiring keberadaan industri 4.0 yang telah mengubah pola permintaan akan pekerjaan dan keterampilan masa depan.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·3 menit baca
KOMPAS/LUKI AULIA
Presiden China, Xi Jinping, mendorong investasi asing dan berkomitmen membuka diri pada dunia. Ini disampaikan Xi ketika berpidato pada pembukaan China International Import Expo (CIIE), Jumat (4/11/2022), di Shanghai, China.
Perekonomian negara-negara Asia Pasifik bersinar karena akan menjadi tujuan investasi bagi korporasi global yang kini lebih sarat dengan pemakaian teknologi informasi. Ada lima belas negara di dunia sebagai sasaran utama relokasi investasi global, dan Indonesia termasuk di dalamnya. Empat faktor menjadi penarik penting bagi masuknya korporasi global.
Demikian pengumuman yang dilakukan perusahaan konsultan manajemen global, Kearney, Selasa (8/8/2023), Singapura. Kearney menyusun daftar bertajuk “Kearney’s Global Services Location Index” (GLSI) dengan memajang negara-negara yang menjadi tujuan utama investasi korporasi global.
Di dalam daftar ini, dominasi delapan Asia Pasifik terlihat sebagai tujuan utama investasi global. Dari 15 negara yang menjadi tujuan utama investasi korporasi global itu dan terletak di Asia itu adalah India (menempati urutan 1 di dunia), China (2), Malaysia (3), Indonesia (6), Vietnam (7), Thailand (9), Filipina (12), Singapura (14).
Inilah negara-negara di Asia Pasifik yang paling menarik sebagai sasaran investasi yang masuk dalam urutan 15 besar dunia. Indeks ini disusun berdasarkan daya tarik negara-negara dengan melihat ketertarikannya dari sisi keuangan, ketersediaan pekerja terampil, iklim bisnis, dan perkembangan digital.
Di luar Asia, dalam daftar 15 besar itu terdapat negara seperti Brazil (4), Inggris (5), AS (8), Meksiko (10), Kolombia (11), Polandia (13), dan Portugal (15).
“Faktor geopolitik, ekonomi dan kekuatan teknologi telah menyebabkan perubahan signifikan dalam permintaan di pasar ketenagakerjaan global. Kemampuan negara-negara dalam melatih dan mengerahkan angkatan kerja agar mampu merespons tuntutan pasar dan disrupsi teknologi menjadi kunci untuk meningkatkan daya tariknya sebagai tujuan investasi,” demikian Arjun Sethi, Global Vice Chair of Digital Transformation Kearney, yang juga menjabat sebagai Regional Head and Chairman Kearney untuk kawasan Asia Pasifik.
“Regenerasi talenta akan menjadi hal paling krusial. Ini seiring keberadaan industri 4.0 yang telah mengubah pola permintaan akan pekerjaan dan keterampilan masa depan,” katanya.
Industri 4.0 merujuk pada sistem produksi global yang terkoneksi dan berbasis kecerdasan buatan. Sistem ini dirancang untuk bisa merasakan, memprediksi dan berinteraksi dengan dunia nyata, sehingga bisa membuat keputusan yang mendukung produksi real-time.
Tentang Indonesia
Indonesia berada dalam urutan ke-6 GSLI. Alasannya, Indonesia memiliki 135 juta Angkatan kerja tetapi masih relatif langka soal keberadaan para pekerja terampil. Hanya 40 persen angkatan kerja Indonesia yang mampu bekerja di lingkungan perusahaan dengan kandungan teknologi tinggi. Hal inilah yang membuat Indonesia berada di urutan ke-6.
Fokus Indonesia dengan mendorong kemampuan digital telah menolong negara ini berada di urutan enam besar dunia. Untuk itu Indonesia meminta bantuan Jepang dan AS agar negara ini mampu menjadi sasaran relokasi perusahaan global berbasis teknologi.
Sekarang ini adalah era perubahan lanskap bisnis global, jasa bisnis berbasis teknologi informasi, outsourcing proses bisnis, dan rekayasa. Perubahan pola permintaan tenaga kerja sekarang ini terjadi karena perusahaan-perusahaan global ingin menekan biaya, memaksimalkan talenta, dan meningkatkan efisiensi produksi dengan memanfaatkan basis talenta global.
Di titik inilah pasar Asia bersinar sebagai tujuan jasa offshore global. Dalam konteks ini India, China dan Malaysia bertahan di urutan tiga besar dunia. Tiga besar dunia yang terletak di Asia ini tertolong dengan daya saing dari sisi biaya, ketersediaan talenta, dan keterampilan kuat.