Bangladesh meminta para pengambil kebijakan untuk berpikir ulang soal konflik jangka panjang Barat-Rusia yang membebani negara miskin dan berkembang. Dana industri pertahanan diusulkan untuk pembangunan negara-negara itu
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
Jakarta, Senin — Dunia internasional harus memikirkan ulang soal pertarungan jangka panjang negara-negara barat dengan Rusia di perang Ukraina. Dampak tidak langsung perang dirasakan sangat membebani negara-negara miskin dan berkembang, yang tengah berjibaku memulihkan kondisi ekonomi pascapandemi Covid-19 dan ekses perubahan iklim yang sangat membebani mereka.
“Perang menyebabkan masalah bagi kami karena meningkatkan harga minyak dunia. Kami adalah negara yang masih bergantung pada minyak dan hal itu membuat kami khawatir,” kata Menteri Luar Negeri Bangladesh AK Abdul Momen, saat bertemu Kompas di Jakarta, Sabtu (15/7/2023).
Momen mengatakan, Bangladesh tengah mengejar beberapa target, seperti pengurangan jumlah keluarga miskin hingga mengentaskan kelaparan di tahun 2030. Akan tetapi, dengan situasi global sekarang yang mengakibatkan kenaikan harga minyak dan berimbas pada kenaikan lainnya, Bangladesh membutuhkan dukungan dana lebih untuk mencapai berbagai target yang dicanangkan oleh pemerintah.
Momen menjelaskan, saat ini angka kemiskinan ekstrem mengalami penurunan, dari 25,1 persen menjadi hanya 5,6 persen dan ditargetkan pada tahun 2030 tinggal tiga persen atau lebih kecil. Dengan tingkat pertumbuhan gross domestic product (GDP) 6,4 persen selama satu dekade terakhir, neraca perdagangan global terus tumbuh menembus 60 miliar dollar AS, Pemerintah Bangladesh berharap negara mereka bisa lebih cepat mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain.
Akan tetapi, salah satu kendala yang dihadapi Bangladesh adalah permasalahan pengungsi Rohingya. Bangladesh sendiri, menurut Momen, telah menggelontorkan dana 1,9 miliar dollar AS yang diambil dari anggaran pendapatan dan belanja negara untuk para pengungsi. Pada saat yang sama, institusi internasional dan negara-negara lain, mengurangi jumlah bantuannya.
Dia menyebut Inggris, yang sempat menggelontorkan dana sebesar 126 juta dollar AS untuk membantu para pengungsi Rohingya. Akan tetapi, tahun ini, Inggris hanya menggelontorkan 5,4 juta dollar AS. “Kami “sedikit berisik” dan akhirnya mereka mengucurkan dana sedikit lebih besar, sekitar 11,76 juta dollar AS,” katanya.
Ahli Kebijakan Publik dan Ekonomi Internasional lulusan Universitas Harvard ini meminta agar para pemimpin global membangun kerja sama untuk mencari solusi konflik dengan cara damai. Menurut dia, perang dan pandemi yang baru saja berakhir, membuat semua pihak menderita.
Dia juga mengusulkan agar dana-dana yang digelontorkan oleh industri pertahanan global, sekitar 2.300 miliar dollar AS untuk mengembangkan industri pertahanan, dialihkan untuk hal yang lebih bermanfaat, yaitu untuk menangani dampak perubahan iklim atau dana bantuan bagi negara miskin-berkembang.
“Kalau saja dana itu disisihkan 20 persen, ada dana sekitar 460 miliar dollar AS untuk climate fund. Toh kalau planet bumi yang kita tinggali ini rusak, anggaran pertahanan itu akan sia-sia juga. Senjata tidak akan bisa melindungi umat manusia (dari bencana akibat perubahan iklim),” kata dia.
Kerja Sama Pakistan-ASEAN
Sementara itu, Pemerintah Pakistan ingin lebih memperdalam hubungannya dengan Indonesia dan negara-negara ASEAN.
Dalam pertemuan dengan media di sela-sela Forum Regional ASEAN (ARF), Sekretaris Menteri Luar Negeri Pakistan Asad Majeed Khan, menyatakan ketertarikannya untuk meningkatkan kerja sama dalam sejumlah bidang dengan Indonesia, seperti bidang maritim dan perikanan, teknologi hingga perdagangan dan pariwisata.
Dia mengatakan, dengan posisi negaranya yang strategis, sebagai pintu gerbang ke Asia Tengah dan Asia Barat, hal itu dinilai sebagai peluang bagi Indonesia dan ASEAN untuk melakukan hubungan bisnis dan perdagangan yang lebih baik.
Pada saat yang sama, Majeed Khan juga menyebut soal situasi di Afghanistan yang bisa berdampak pada, tidak hanya stabilitas di kawasan, tapi juga internasional. Dia mengatakan, Pakistan bersama negara-negara lain , termasuk Indonesia, menginginkan situasi yang lebih baik di negara tersebut.
Sejumlah inisiatif yang dilakukan Indonesia, seperti mengarusutamakan peluang bagi kaum perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan mendorong pertemuan ulama, adalah dua hal yang diapresiasi Pemerintah Pakistan.