ASEAN berusaha merangkul sebanyak mungkin mitra untuk menjaga kedamaian dan keamanan kawasan. Para mitra menyatakan dukungan pada langkah ASEAN. Sayangnya, para mitra belum mewujudkannya dalam tindakan nyata.
Oleh
KRIS MADA, LUKI AULIA, LARASWATI ARIADNE ANWAR
·6 menit baca
Hubungan apa pun dalam bahaya jika para pihak berhenti berbicara satu sama lain. Walakin, hubungan pun tidak baik-baik saja kalau pembicaraan berlangsung tanpa makna dan tidak ada tindakan nyata selain hanya berbicara. ASEAN tengah dalam kondisi itu.
Jika ukurannya adalah kesediaan hadir dan berbicara, rangkaian Pertemuan Menteri Luar Negeri (AMM) pada 11-15 Juli 2023 jelas sukses. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkap, 27 koleganya hadir dalam rangkaian AMM dan pertemuan terkait di Jakarta. ”Ini tingkat kehadiran yang sangat tinggi di tengah jadwal pertemuan internasional yang padat dan dinamika tinggi yang terjadi di dunia,” ujarnya pada Jumat (14/7/2023) malam di Jakarta.
Para menlu atau pejabat dengan fungsi setara itu mengikuti 239 pertemuan bilateral selama di Jakarta. Selain itu, ada juga berbagai pertemuan multilateral yang saling menyusul dari satu pertemuan ke pertemuan lain. ”Seluruh rangkaian pertemuan berjalan dengan baik. Diskusi sangat terbuka dan sangat dinamis,” kata Retno.
Tidak hanya di antara sekutu dan mitra, pertemuan juga berlangsung di antara seteru. Rangkaian pertemuan itu menjadi bukti nyata polarisasi global dan kawasan pun merambah Indonesia. Meski demikian, para pihak masih menunjukkan kesediaan berdialog dan bisa jadi juga bekerja sama.
Indonesia dan ASEAN berusaha menyediakan pelantar dialog itu. ”Peran ASEAN di sini cukup penting untuk menjaga agar dinamika yang tinggi ini tidak menjadi konflik yang dapat merugikan kawasan,” ujar Retno.
Semua forum itu bagian dari upaya ASEAN merangkul sebanyak mungkin mitra untuk menjaga kestabilan dan keamanan kawasan. Di dalam forum dan di luar forum, para mitra ASEAN menyatakan dukungan pada upaya ASEAN menjaga keamanan dan kestabilan kawasan. Mereka juga menawarkan gagasan dan bantuan untuk meningkatkan hubungan dengan ASEAN. Menurut mereka, hubungan dengan ASEAN adalah agenda prioritas di kawasan. ”Kami tidak hadir di sini untuk mendominasi,” kata Menlu Australia Penny Wong.
Pengajar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, Nur Rachmat Yuliantoro, mengatakan, ada poin keberhasilan dari berbagai upaya ASEAN. ”Jika ukurannya adalah tidak adanya konflik terbuka di kawasan, sementara ada peningkatan kerja sama di sektor ekonomi, boleh dikatakan, sejauh ini ASEAN Plus Tiga cukup menunjukkan manfaatnya,” ujarnya.
Adapun pengamat hubungan internasional dan pendiri Synergy Policies, Dinna Prapto Raharja, mengatakan, Indonesia masih berkutat pada prosedur. ”Maka, ketika menangani masalah yang sangat dinamis, penanganannya tidak luar biasa,” ujarnya.
Jaga keamanan
Dinamika geopolitik kini tengah dihadapi Asia Tenggara dan kawasan sekitarnya. ASEAN dan mitranya, dengan tafsiran dan tawaran masing-masing, setuju bahwa keamanan dan kestabilan kawasan harus dijaga. Dengan tafsiran dan tawaran itu, mereka sepakat pada pentingnya menjaga keamanan dan kestabilan kawasan.
Persoalannya, butuh tindakan nyata untuk menjaga kestabilan dan keamanan. Dalam konteks ASEAN-China, tindakan nyata itu belum benar-benar terlihat. ”ASEAN-China terus mengulang kesepakatan untuk melanjutkan perundingan soal Panduan Perilaku (CoC) Laut China Selatan,” kata peneliti senior pada S Rajaratnam School of International Relations Singapura, Collin Koh.
ASEAN dan China setuju untuk mempercepat perundingan yang sudah berlangsung 21 tahun itu. Koh memandang, kesepakatan itu tidak menunjukkan keseriusan untuk menyelesaikan salah satu ganjalan dalam hubungan ASEAN-China.
Terlebih, persetujuan percepatan perundingan disampaikan kala China terus menambah armada kapal patrolinya di Laut China Selatan. Kapal-kapal itu mengusir kapal negara lain dan menegaskan klaim sepihak China di sana.
”Kami terus memperhatikan peningkatan militerisasi. Sengketa harus diselesaikan secara damai dan sesuai Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional. Kami mendorong kemajuan yang dipimpin ASEAN soal CoC yang efektif dan mengikat,” kata Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell.
Senjata nuklir
Sayangnya, Eropa dan AS sama seperti China untuk urusan komitmen pada keamanan. Dalam rangkaian forum AMM, ASEAN dengan jelas mengajak para pemilik senjata nuklir meneken protokol Traktat Asia Tenggara sebagai Kawasan Bebas Nuklir (SEANWFZ). Sayangnya, mitra ASEAN yang memiliki senjata nuklir masih terus menolak meneken protokol itu.
Padahal, Retno dengan jelas mengatakan bahwa Asia Tenggara dan kawasan lain tidak pernah aman selama senjata nuklir dibiarkan. Apalagi, kini potensi penggunaan senjata nuklir semakin meningkat.
Menlu AS Antony Blinken hanya menyatakan, AS siap terus berbicara dengan ASEAN soal isu itu. Wong juga mengatakan hal senada. Sementara dari Inggris dan China tidak ada pernyataan soal SEANWFZ.
Bukan hanya tidak mau meneken SEANWFZ, AS-Inggris malah mengekspor teknologi nuklirnya ke Australia. Saat Blinken di Jakarta, Senat AS mengesahkan aturan untuk mengirimkan dua kapal selam kelas Virginia ke Australia. Senat juga setuju salah satu kapal selam bertenaga nuklir itu dijual ke Australia. Persetujuan itu tindak lanjut dari aliansi militer Australia-Inggris-AS (AUKUS).
Wong mengatakan, Australia tetap dalam posisi tidak membeli senjata nuklir. Canberra hanya membeli kapal selam bertenaga nuklir.
Kebuntuan Myanmar
Isu lain yang membuat ASEAN terlihat tidak berdaya adalah soal Myanmar. Hingga hampir 2,5 tahun sejak kudeta militer, kondisi Myanmar tidak kunjung membaik. Bahkan, upaya ASEAN mencari solusi masalah itu pun seperti disabotase dari dalam.
ASEAN sampai harus menegur Thailand atas manuvernya terkait Myanmar. Menlu Malaysia Zambry Abdul Kadir menegaskan, ASEAN tidak hanya harus berpegang pada Konsensus Lima Poin soal Myanmar. ASEAN juga perlu memercayakan penanganan Myanmar pada ketua yang kini sedang dijabat Indonesia. ”Semua upaya terkait Myanmar harus berpegang pada Konsensus Lima Poin dan dikoordinasikan dengan semua. Tidak boleh ada yang jalan sendiri tanpa terkoordinasi,” katanya.
Pendekatan ke Myanmar pun harus dilakukan ke semua pihak. Pendekatan tidak bisa dilakukan ke salah satu pemangku kepentingan saja. Pernyataan Zambry disampaikan setelah Bangkok membenarkan Menlu Thailand Don Pramudwinai bertandang ke Myanmar pada Minggu (9/7/2023).
Kemenlu Thailand menyatakan, Don bertemu Aung Sang Suu Kyi, pemimpin Myanmar yang digulingkan dalam kudeta militer dan tengah dipenjara. Menurut Don, Suu Kyi sehat jiwa dan raga. Saat rangkaian AMM, Don memaparkan informasi itu dan sejumlah hal lain dari hasil lawatannya ke Thailand.
”Pertemuan ini (Don dan Suu Kyi) melemahkan sentralitas ASEAN dan usaha ASEAN untuk menyelesaikan krisis,” kata peneliti Politik dan Kebijakan Luar Negeri Asia Tenggara pada International Institute of Strategic Studies (IISS), Aaron Connelly.
Manuver Don, menurut Connelly, merusak kepercayaan di antara Thailand dan anggota lain di ASEAN. Bangkok dan junta Myanmar, menurut Connelly, tidak puas pada serangkaian keputusan ketua ASEAN soal pengucilan Myanmar. Karena itu, Bangkok membuat forum sendiri yang melibatkan junta. Thailand berusaha mengubah diplomasi dari terpusat pada upaya ASEAN menjadi terpusat pada upaya Bangkok.
Junta Myanmar tampak mengabaikan ASEAN. Salah satu isi Konsensus Lima Poin adalah pertemuan utusan khusus ketua ASEAN dengan Suu Kyi dan pihak lain di Myanmar. Sejauh ini, junta menolak mengizinkan utusan khusus ketua ASEAN bertemu Suu Kyi dan berbagai pihak lain. Sebaiknya, junta telah mengizinkan utusan Thailand bertemu Suu Kyi.
---------
KOREKSI:
Artikel ini telah diperbarui pada paragraf ke-8 mengenai posisi Dinna Prapto Raharja sebagai pengamat hubungan internasional dan pendiri Synergy Policies, mengoreksi versi sebelumnya yang menyebutkan dia sebagai pengajar Universitas Paramadina. -- Redaksi