Pita Gagal Menjadi Perdana Menteri dalam Pemungutan Suara Pertama
Pita Limjaroenrat, pemimpin MFP, satu-satunya kandidat perdana menteri Thailand. Namun, dia gagal memperoleh cukup dukungan parlemen dalam pemungutan suara putaran pertama.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
BANGKOK, KAMIS — Pita Limjaroenrat, satu-satunya kandidat perdana menteri Thailand yang dinominasikan dari Partai Bergerak Maju, gagal terpilih sebagai perdana menteri pada pemungutan suara pertama di parlemen Thailand, Kamis (13/7/2023). Dia gagal memperoleh dukungan yang cukup dari anggota parlemen untuk menjadi perdana menteri.
Hasil penghitungan suara, dikutip dari laman The Nation Thailand, Pita mendapatkan dukungan 323 suara dari total 375 suara yang dibutuhkannya untuk bisa menduduki jabatan sebagai PM. Pada saat yang sama, hampir 200 anggota parlemen menyatakan abstain pada proses pemungutan suara tersebut.
Menurut rencana, pemungutan suara untuk menentukan PM Thailand akan digelar kembali minggu depan. Belum ada keputusan dari delapan partai koalisi yang mendukung Pita, apakah akan mengajukan calon yang sama atau calon tunggal atau memilih mengusung nama yang lain.
”Saya akan memulai (membuka sidang parlemen) untuk membahas agenda pemungutan suara para kandidat perdana menteri,” kata Wan Muhamad Noor Matha, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Thailand. Sidang diikuti 500 anggota parlemen dan 250 senator.
Upaya Partai Bergerak Maju (MFP) dan koalisi partai oposisi untuk mengantarkan Pita ke kursi PM menghadapi jalan terjal. Ini setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Thailand merekomendasikan agar status Pita sebagai anggota parlemen Thailand dicabut terkait dengan indikasi pelanggaran konstitusi. Pita dan koalisinya perlu strategi baru untuk bisa mencapai tujuan mereka, termasuk memperbaiki sistem demokrasi di Thailand.
Dalam pernyataan, Rabu (12/7/2023), KPU Thailand merekomendasikan agar status Pita sebagai anggota parlemen dicabut terkait dengan kepemilikan saham di perusahaan media milik keluarga, iTV. Laman media Thailand, Bangkok Post, melaporkan, Ketua KPU Thailand Ittiporn Boonpracong telah menandatangani rekomendasi pemberhentian Pita sebagai anggota parlemen dan mengirimkannya ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Keputusan final mengenai status Pita ada di tangan hakim MK. ”Komisi Pemilihan telah mempertimbangkan masalah ini dan menilai status Pita Limjaroenrat dianggap batal, menurut Konstitusi Thailand,” kata KPU Thailand dalam pernyataannya.
KPU Thailand menyatakan, rekomendasi yang mereka keluarkan sudah sesuai dengan aturan pemilu negara tersebut. Selama tiga hari mereka meninjau temuan-temuan yang diperoleh tim pencari fakta yang dibentuk oleh lembaga itu. Dua pasal yang menjadi dasar hukum keluarnya rekomendasi pemberhentian Pita sebagai anggota parlemen adalah Pasal 98 Ayat 3 dan Pasal 101 Ayat 6 Konstitusi Thailand 2017.
MK Thailand dalam pernyataan menyebut telah menerima surat yang dikirimkan KPU dan segera akan bersidang. Namun, MK tidak menyebut kapan akan mulai bersidang dan kapan keputusan akan dikeluarkan.
Beberapa jam setelah KPU Thailand mengumumkan telah menyerahkan surat rekomendasi, MK juga menyatakan menerima petisi terpisah terkait dengan janji MFP dan Pita untuk mengamendemen UU Lesse Majeste. Peraturan perundang-undangan yang dikenal sebagai Pasal 112 memerintahkan pengadilan untuk menjatuhkan hukuman penjara 3-15 tahun karena mencemarkan nama baik raja, keluarga dekatnya, atau bupati. MFP menjadikan rencana mengamandemen Pasal 112 ini sebagai bahan kampanye pada pemilu lalu.
Petisi terakhir diajukan oleh seorang pengacara, Therrayut Suwannakaysorn. Menurut laporan Bangkok Post, Therrayut sebelumnya pernah menjadi kuasa hukum Phra Buddha Isara, seorang biksu yang menjadi agitator utama Shutdown Bangkok 2014. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai posisi Therrayut dalam petisi tersebut.
Namun, rakyat Thailand sudah sangat paham bahwa kelompok pendukung monarki atau yang disebut royalis menolak semua upaya untuk mengubah Pasal 112. Militer dan pengadilan, dalam pandangan kelompok prodemokrasi, menganggap diri mereka sebagai pembela monarki. Hal serupa menjadi klaim anggota Senat, yang sebagian anggotanya ditunjuk oleh militer hasil kudeta tahun 2014.
Prinya Thaewanarumitkul, asisten profesor hukum di Universitas Thammasat, mempertanyakan keputusan KPU yang mengumumkan hal itu menjelang pemilihan PM di parlemen. Dia menilai, keputusan itu terburu-buru.
”Saya hanya bisa memikirkan satu alasan, tindakan ini dimaksudkan untuk memengaruhi hasil pemungutan suara besok (Kamis),” katanya. Dia menambahkan, seharusnya KPU mendengarkan semua pihak sebelum mengeluarkan rekomendasi, terutama terlapor.
Terus atau pemilu ulang
Rekomendasi KPU soal pencopotan Pita sebagai anggota parlemen membuat suasana menjadi gaduh, terutama karena diumumkan jelang pencalonan Pita sebagai perdana menteri dalam persidangan Senat Thailand, Kamis (13/7/2023).
Sekretaris Jenderal MFP Chaithawat Tulathon mengatakan, partai masih menginginkan pemungutan suara di parlemen dilanjutkan. ”Besok adalah hari persimpangan jalan untuk melihat apakah kita akan terus mengabaikan politik rakyat atau kembali ke demokrasi normal dan memajukan Thailand,” katanya, Selasa.
Dia menambahkan, jika parlemen mengabaikan suara politik rakyat, pintu demokrasi di Thailand benar-benar tertutup dan rakyat tidak akan pernah memercayai para politisi (senator) lagi.
Desakan yang sama disampaikan oleh Anon Numpa, tokoh aktivis prodemokrasi dan pengacara hak asasi manusia. ”Jika rakyat dikhianati, kesempatan kita untuk memimpin pemerintahan mayoritas terpilih akan tertutup,” katanya.
Sambil mengacungkan tiga jari, simbol gerakan prodemokrasi Thailand, Anon menyatakan akan ada peningkatan gerakan massa pekan depan jika hal itu terjadi. Dugaan untuk mencoba menjegal Pita dari pencalonannya sebagai PM pada sidang parlemen, Kamis ini, menguat setelah Wakil Perdana Menteri Thailand Wissanu Krea-ngam menyebut rekomendasi KPU untuk mencopot Pita sebagai anggota parlemen bisa berujung pada pemilu ulang.
Namun, upaya untuk melakukan pemilu ulang memiliki kemungkinan kecil karena parlemen sendiri telah memberikan lampu hijau bagi Pita untuk dicalonkan sebagai PM dalam sidang, Kamis ini. Khammnoon Sitthisamarn, juru bicara sementara Senat, mengatakan bahwa Senat memandang status Pita sebagai anggota parlemen tetap melekat sampai ada keputusan yang mengikat secara hukum dari MK Thailand.
”Permohonan yang meminta pengadilan mendiskualifikasi Pita sebagai anggota parlemen hanya pendapat KPU,” kata Khamnoon, seperti dikutip media Thailand, The Nation. (AP/AFP/REUTERS)
Catatan editor: Berita ini merupakan pembaruan dari berita sebelumnya, ”Hari Ini Parlemen Thailand Memilih PM, Pita Limjaroenrat Jadi Kandidat Tunggal”.