Skenario Baru Pita Menuju Perdana Menteri Thailand
Kerajaan mengumumkan jadwal pengambilan sumpah anggota parlemen terpilih dilaksanakan pada 3 Juli 2023. Jadwal ini membuat Pita dan koalisi oposisi memiliki tiga pekan untuk mengambil strategi yang tepat.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
Anggota parlemen Thailand yang baru terpilih dijadwalkan akan memulai kegiatan untuk pertama kalinya pada 3 Juli 2023. Keputusan kerajaan itu membuat Partai Bergerak Maju (MFP) dan koalisinya hanya memiliki waktu sekitar tiga pekan lagi untuk memastikan Pita Limjaroenrat menduduki kursi perdana menteri.
Dekrit yang dikeluarkan Kerajaan Thailand, Sabtu (24/6/2023), menyebutkan, pelantikan anggota parlemen baru akan dilaksanakan pada 3 Juli dan rapat perdana akan dilangsungkan sehari setelahnya. Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Pornpit Phetcharoen, dikutip dari laman The Nation, mengatakan, agenda rapat perdana parlemen adalah memilih ketua dan dua wakil ketua.
Setelah ketua dan wakil ketua DPR terpilih, agenda berikutnya adalah sidang gabungan kedua kamar, DPR dan Senat, sepuluh hari kemudian. Agenda utamanya adalah pemilihan perdana menteri. Bila segera teracapai kata sepakat antara anggota mayoritas dan Senat tentang siapa yang akan memimpin Thailand untuk lima tahun ke depan, perdana menteri (PM) Thailand yang baru dan kabinetnya akan dilantik pada Agustus.
Sejumlah sumber di kalangan pejabat keamanan, dikutip dari The Nation, menyebut mereka akan berupaya mengantisipasi situasi keamanan yang diyakini akan panas, terutama terkait penolakan sejumlah senator untuk mendukung Pita Limjaroenrat menjabat sebagai PM Thailand yang baru.
Pada saat yang sama, militer Thailand menyiagakan tiga batalion dan akan diturunkan jika polisi membutuhkan bantuan mengamankan situasi. Angkatan Darat Thailand telah menginstruksikan seluruh prajurit di barak-barak dekat DPR untuk bersiaga.
Para pejabat keamanan mengkhawatirkan massa, khususnya pendukung Pita, akan turun ke jalan-jalan di seluruh Thailand jika pemimpin mereka gagal menduduki jabatan sebagai perdana menteri meski unggul dalam pemungutan suara.
Upaya mengadang Pita untuk duduk di kursi perdana menteri, sesuai mandat yang diterima dari pemilih, tidak hanya dilakukan oleh Ruangkrai Leekitwattana, politisi Partai Palang Pracharath. Upaya ini juga dilakukan oleh anggota Senat, yang dipilih oleh Dewan Nasional Perdamaian dan Ketertiban bentukan pemerintahan PM Prayuth Chan-ocha.
Senator Seree Suwanpanont, Ketua Komite Senat untuk Pembangunan Politik dan Partisipasi Publik, dikutip dari The Bangkok Post, mengatakan, mereka telah meluncurkan penyelidikan lebih lanjut terhadap keabsahan dan kepatuhan Pita dalam mengikuti proses pemilihan.
”Komite tengh mencari informasi ke instansi terkait. Ini menyangkut masalah yang berkaitan dengan aset dan utang, terkait kualifikasinya,” kata Seree.
Selain memiliki bisnis media, keluarga Pita diketahui memiliki bisnis lain, termasuk mengelola perusahaan Oil for Life Co. Perusahaan itu, menurut sumber, memiliki utang senilai 460 juta baht dan telah mengajukan rehabiitasi ke Pengadilan Kebangkrutan. Sejumlah kreditor juga telah menempuh langkah hukum untuk memaksa perusahaan melunasi utang mereka.
Seree tidak menjelaskan aturan mana yang dilanggar oleh Pita. Berbeda dengan gugatan Ruangkrai yang mempersoalkan kepemilikan saham Pita di perusahaan media milik keluarganya dan dilarang dalam aturan kepemiluan Thailand.
Gencarnya upaya untuk menjauhkan Pita dari kursi perdana menteri membuat koalisi delapan partai oposisi harus mencari strategi yang paling tepat dalam tiga pekan ke depan. Apalagi lawan politik Pita dan barisannya adalah tidak hanya mencegah lulusan Universitas Harvard itu menjadi perdana menteri, tetapi juga bahkan sebagai anggota parlemen.
Jade Donavanik, mantan penasihat Komite Penyusun Konstitusi, menilai akan sulit bagi Pita untuk duduk di kursi perdana menteri bila melihat situasi sekarang. Bila Pita dan partainya berkeras untuk maju, Jade memperkirakan akan terjadi dead-lock dalam proses pemilihan PM.
Persoalan bagi MFP, menurut Jade, adalah bahwa partai tidak bisa mencalonkan lebih dari satu orang untuk menduduki jabatan PM dalam proses pemilihan nanti.
Sementara, menurut Phichai Ratnatilaka Na Bhuket, Program Direktur Bidang Strategi Politik dan Pembangunan NIDA, menilai, ada dua hal yang bisa dilakukan MFP dan partai koalisinya saat ini. Pertama, memastikan kursi ketua DPR berada di tangan MFP dalam pemilihan nanti.
Phichai berpendapat, posisi Ketua DPR sangat sentral dalam menentukan arah politik dalam proses pemilihan PM yang baru. Bersamaan dengan itu, tekanan dari publik yang menginginkan wajah baru dalam politik negara, khususnya Pita yang memenangi dukungan terbesar, tidak bisa diabaikan begitu saja oleh para politisi di parlemen.
Kedua, berbagi peran dengan partai koalisi lainnya, khususnya Partai Pheu Tai, yang mendapat dukungan kedua terbesar setelah MFP dalam pemilihan kemarin. Bila MFP dan Pita gagal dalam proses pemilihan, Pheu Tai bisa mengajukan calonnya untuk dipilih sebagai PM Thailand yang baru. Sementara Pita bisa mendapatkan posisi sebagai wakil PM.
Sejauh ini belum ada komentar dari Pita, politisi MFP ataupun Pheu Tai mengenai hal ini. Namun, menurut seorang sumber, opsi kedua, yaitu menyerahkan posisi PM pada calon dari Pheu Tai dan Pita mendapatkan jabatan sebagai wakil perdana menteri adalah hal yang paling memungkinkan. (REUTERS)