Hari Ini Parlemen Thailand Memilih PM, Pita Limjaroenrat Jadi Kandidat Tunggal
Ketua Partai Bergerak Maju Pita Limjaroenrat menjadi satu-satunya kandidat PM Thailand yang dicalonkan dalam sidang parlemen. Namun, langkah Pita bakal tidak mudah. KPU Thailand merekomendasikan diskualifikasi Pita.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
BANGKOK, KAMIS — Para anggota parlemen Thailand pada hari Kamis (13/7/2023) ini bersidang, salah satu agenda utamanya adalah memilih perdana menteri baru. Ketua Partai Bergerak Maju (MFP) yang memenangi pemilu, Pita Limjaroenrat, menjadi satu-satunya kandidat yang dinominasikan.
Namun, upaya MFP dan koalisi partai oposisi untuk mengantarkan Ketua MFP Pita Limjaroenrat ke kursi PM menghadapi jalan terjal. Ini setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Thailand merekomendasikan agar status Pita sebagai anggota parlemen Thailand dicabut terkait indikasi pelanggaran konstitusi yang diduga dilanggar Pita.
”Saya akan memulai (membuka sidang parlemen) untuk membahas agenda, berupa pemungutan suara para kandidat perdana menteri,” kata Wan Muhamad Noor Matha, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Thailand.
Sidang parlemen Thailand akan diikuti oleh 500 anggota parlemen dan 250 senator. Upaya MFP dan koalisi partai oposisi Thailand untuk mendorong Pita Limjaroenrat, pemimpin MFP, sebagai perdana menteri semakin terjal. KPU Thailand menyebutkan bahwa temuan tim pencari fakta menemukan indikasi bahwa Pita melanggar Konstitusi Thailand.
Pita dan koalisi partai oposisi perlu strategi baru untuk bisa mencapai tujuan mereka, termasuk memperbaiki sistem demokrasi di Thailand.
Dalam pernyataan, Rabu (12/7/2023), KPU Thailand mengatakan, pihaknya merekomendasikan agar status Pita saat ini sebagai anggota parlemen Thailand dicabut terkait kepemilikan saham pemimpin MFP berusia 42 tahun itu di perusahaan media milik keluarga, iTV. Laman media Thailand, Bangkok Post, melaporkan bahwa Ketua KPU Thailand Ittiporn Boonpracong telah menandatangani rekomendasi pemberhentian Pita sebagai anggota parlemen dan mengirimkannya ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Keputusan final mengenai status Pita ada di tangan hakim MK. ”Komisi Pemilihan telah mempertimbangkan masalah ini dan menilai status Pita Limcharoenrat dianggap batal, menurut Konstitusi Thailand,” kata KPU Thailand dalam pernyataannya.
KPU Thailand menyatakan bahwa rekomendasi yang mereka keluarkan sudah sesuai dengan aturan kepemiluan negara tersebut. Selama tiga hari mereka meninjau temuan-temuan yang diperoleh tim pencari fakta yang dibentuk oleh lembaga itu. Dua pasal yang menjadi dasar hukum keluarnya rekomendasi pemberhentian Pita sebagai anggota parlemen adalah Pasal 98 Ayat 3 dan Pasal 101 Ayat 6 Konstitusi Thailand 2017.
MK Thailand dalam pernyataannya menyatakan bahwa mereka menerima surat yang dikirimkan oleh KPU dan segera akan bersidang. Namun, MK tidak menyebut kapan mereka akan mulai bersidang dan kapan keputusan itu akan dikeluarkan.
Beberapa jam setelah KPU Thailand mengumumkan telah menyerahkan surat rekomendasi tersebut kepada MK, MK juga menyatakan, mereka juga menerima petisi terpisah terkait janji MFP dan Pita untuk mengamendemen UU Lesse Majeste. Peraturan perundang-undangan yang dikenal sebagai Pasal 112 memerintahkan pengadilan untuk menjatuhkan hukuman penjara 3-15 tahun karena mencemarkan nama baik raja, keluarga dekatnya, atau bupati. MFP menjadikan rencana mengamandemen Pasal 112 ini sebagai bahan kampanye pada pemilu lalu.
Petisi terakhir diajukan oleh seorang pengacara, Therrayut Suwannakaysorn. Menurut laporan Bangkok Post, Therrayut sebelumnya pernah menjadi kuasa hukum Phra Buddha Isara, seorang biksu yang menjadi agitator utama Shutdown Bangkok 2014. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai posisi Therrayut dalam petisi tersebut.
Namun, rakyat Thailand sudah sangat paham bahwa kelompok pendukung monarki atau yang disebut kelompok royalis menolak semua upaya untuk mengubah Pasal 112. Militer dan pengadilan, dalam pandangan kelompok prodemokrasi, menganggap diri mereka sebagai pembela monarki. Hal serupa juga menjadi klaim anggota Senat, yang sebagian anggotanya ditunjuk oleh militer hasil kudeta tahun 2014.
Prinya Thaewanarumitkul, asisten profesor hukum di Universitas Thammasat, mempertanyakan keputusan KPU untuk mengumumkan hal itu menjelang pemilihan PM di Senat. Dia menilai keputusan itu terburu-buru.
”Saya hanya bisa memikirkan satu alasan, tindakan ini dimaksudkan untuk memengaruhi hasil pemungutan suara besok (Kamis),” katanya. Dia menambahkan, seharusnya KPU mendengarkan semua pihak sebelum mengeluarkan rekomendasi, terutama terlapor.
Terus atau pemilu ulang
Rekomendasi KPU soal pencopotan Pita sebagai anggota parlemen membuat suasana menjadi gaduh, terutama karena hal ini diumumkan jelang pencalonan Pita sebagai perdana menteri dalam persidangan Senat Thailand, Kamis (13/7/2023).
Sekretaris Jenderal MFP Chaithawat Tulathon mengatakan, partai masih menginginkan pemungutan suara di Senat dilanjutkan. ”Besok adalah hari persimpangan jalan untuk melihat apakah kita akan terus mengabaikan politik rakyat atau kembali ke demokrasi normal dan memajukan Thailand,” katanya, Selasa.
Dia menambahkan, jika Senat mengabaikan suara politik rakyat, pintu demokrasi di Thailand benar-benar tertutup dan rakyat tidak akan pernah memercayai para politisi (Senator) lagi.
Desakan yang sama disampaikan oleh Anon Numpa, tokoh aktivis prodemokrasi dan pengacara hak asasi manusia. ”Jika rakyat dikhianati, kesempatan kita untuk memimpin pemerintahan mayoritas terpilih akan tertutup,” katanya.
Sambil mengacungkan tiga jari, simbol gerakan prodemokrasi Thailand, Anon mengatakan bahwa akan ada peningkatan gerakan massa pekan depan jika hal itu terjadi.
Dugaan untuk mencoba menjegal Pita dari pencalonannya sebagai PM pada sidang Senat, Kamis ini, menguat setelah Wakil Perdana Menteri Thailand Wissanu Krea-ngam menyebut rekomendasi KPU untuk mencopot Pita sebagai anggota parlemen bisa berujung pada pemilu ulang.
Namun, upaya untuk melakukan pemilu ulang memiliki kemungkinan kecil karena Senat sendiri telah memberikan lampu hijau bagi Pita untuk dicalonkan sebagai PM dalam sidang, Kamis ini. Khammnoon Sitthisamarn, juru bicara sementara Senat, mengatakan bahwa Senat memandang bahwa status Pita sebagai anggota parlemen tetap melekat sampai ada keputusan yang mengikat secara hukum dari MK Thailand.
”Permohonan yang meminta pengadilan mendiskualifikasi Pita sebagai anggota parlemen hanya pendapat KPU,” kata Khamnoon, seperti dikutip media Thailand, The Nation. (AP/AFP/REUTERS)