Sepak Terjang Wagner, Serdadu Bayangan Rusia
Sesudah skandal Executive Outcomes dan Black Water yang membuat Inggris dan Amerika Serikat kehilangan muka, kini PMC Wagner menjadi catatan baru, tingkah paramiliter yang tidak bisa dikendalikan.
Tentara bayaran atau mercenaries adalah bagian dari kontroversi dalam konflik dan peperangan di dunia. Inggris dan Amerika Serikat dikenal dengan sepak terjang serdadu bayaran dalam organisasi Executive Outcome yang berpusat di Afrika Selatan dan Black Water yang berpusat di AS sebagai private military contractor (PMC) yang menghimpun mantan–mantan serdadu untuk melayani klien swasta ataupun negara.
Keberadaan PMC dalam berbagai arena konflik di dunia ”membantu” negara yang terlibat sehingga tidak terkena dampak sesuai hukum internasional. Sebab, PMC bukanlah aktor resmi dari negara ataupun pihak yang membiayai aktivitas mereka di dalam dan luar negeri.
Keberhasilan PMC negara–negara Barat turut diikuti pihak Rusia sebagai salah satu negara produsen persenjataan dunia meski jauh berada di bawah skala military industrial complex (MIC) AS. Teman dekat Presiden Rusia Vladimir Putin, yakni Yevgeni Prigozhin, yang dijuluki ”Juru Masak Putin” mengacu pada bisnis kulinernya semula yang melayani jasa boga bagi Kremlin.
Baca juga: Rusia Terguncang Kudeta Wagner
Prigozhin sejak tahun 2014 mengoperasikan PMC Wagner yang berkiprah di berbagai belahan dunia, terutama di Afrika dan Suriah. Aksi PMC Wagner terbaru adalah keterlibatan dalam Perang di Ukraina sejak tahun 2022. Mereka hadir sebagai ”bayangan” karena sering kali aksinya tidak diakui tetapi hadir di mana–mana.
Sepintas lalu sepak terjang PMC hari ini mirip misi rahasia militer Uni Soviet membantu Indonesia merebut Irian Barat dari tangan Belanda di tahun 1962-1963. Dalam tesis Matthijs Ooms di Universitas Amsterdam tahun 2012 berjudul Het Nieuw Guneaconflict in nieuw perspectief, Hoe in 1962 actieve militaire Sovjetsteun aan Indonesie leidde tot het verlies van onze laatste kolonie in de Oost, diungkapkan operasi rahasia Uni Soviet dalam membantu TNI merebut Irian Barat dalam operasi tertutup yang tidak diakui keberadaannya oleh negara.
Matthijs Ooms mencatat keterlibatan rahasia orang Rusia sebagai pengawak armada kapal selam ALRI dan satuan bomber AURI dalam Operasi Trikora merebut Irian Barat.
Setelah Uni Soviet
Keberadaan PMC Wagner mengemuka sejak tahun 2014 setelah Rusia melakukan konsolidasi pasca-keruntuhan Uni Soviet yang membuat Rusia lemah dan kehilangan arah pada kurun 1990–2010. Organisasi militer NATO terus meluas ke Eropa Timur sehingga membahayakan kelangsungan hidup bangsa Rusia. Rusia diserbu balatentara Mongol pada tahun 1200-an, kemudian serbuan Perancis di bawah Napoleon Bonaparte tahun 1812, dan serbuan Jerman Nazi di bawah Hitler tahun 1942 yang berkolaborasi dengan kelompok ultra nasionalis di Eropa Timur termasuk di Ukraina (kelompok Nazi Ukraina di bawah Stefan Bandera).
Salah satu operasi yang fenomenal adalah sepak terjang PMC Wagner di Afrika Tengah (CAR) yang bergejolak puluhan tahun dan nyaris hancur. PMC Wagner hadir sebagai ”instruktur” dan terlibat dalam beberapa konflik tetapi berhasil menciptakan stabilitas negara yang terkoyak perseteruan antaretnis dan kelompok keagamaan itu.
Baca juga: Hikayat Tentara Bayaran
Operasi PMC Wagner diangkat dalam film Tourist (produksi tahun 2021). Matthew Campbell di koran Inggris, The Times, terbitan 5 Maret 2022, menyebutkan film itu sebagai sarana propaganda PMC Wagner yang efektif. Blok Barat, terutama Perancis sebagai negara bekas penjajah, tentu terganggu karena pengaruhnya semakin terkikis di Afrika (bank sentral Perancis menjadi tempat menyimpan cadangan devisa negara–negara Afrika Franco Phone hingga kini).
Operasi PMC Wagner diangkat dalam film Tourist (produksi tahun 2021).
Keberhasilan Rusia melalui PMC Wagner mendatangkan stabilitas di Republik Afrika Tengah dengan merangkul berbagai faksi yang berperang menjadi terobosan di negara tersebut. Di sisi lain, pebisnis Rusia juga terlibat dalam aktivitas ekonomi, terutama pertambangan, sebagai imbal balik atas upaya mereka menciptakan keamanan di Afrika Tengah.
Salah satu sepak terjang PMC Wagner lainnya adalah di Suriah melawan kelompok teroris NIIS yang menguasai sebagian wilayah Suriah. Suriah dalam sejarahnya memiliki perjanjian kerja sama militer dengan Uni Soviet dan kini dilanjutkan Rusia. Ada pangkalan militer Rusia di Khmeimim, Provinsi Latakia.
The Wall Street Journal pada 18 Desember 2015 melaporkan keberadaan PMC Wagner di Suriah tetapi dibantah oleh pihak Kementerian Pertahanan Rusia pada awalnya. Belakangan pihak Rusia mengakui operasional PMC Wagner di Suriah di bawah pengawasan GRU–intelijen militer atau BAIS-nya (Badan Intelijen Strategis) Rusia.
Baca juga: Kelompok Tentara Bayaran Wagner Bertempur demi Uang dan Putin
PMC Wagner berhasil merebut situs peradaban dunia versi UNESCO di Palmyra tahun 2017 dan pertempuran di Deir ez Zor. Tercatat ada 51 penerbangan mengangkut prajurit PMC Wagner dari pangkalan di Rosto on Don di Rusia ke Suriah sepanjang Januari 2017-Maret 2018. Sebagai tentara bayaran, tentu biaya operasional diperoleh dari berbagai sumber.
The New York Times tanggal 5 Juli 2017 melaporkan, Kremlin memberikan konsesi tambang minyak dan gas dari lokasi yang berhasil direbut dari NIIS. Tercatat satu dari dua perusahaan Rusia yang mendapatkan konsesi pertambangan tersebut, mempekerjakan PMC Wagner untuk merebut lokasi tersebut dari tangan militan NIIS. Kini sebagian ladang minyak dan gas di Suriah masih dalam penguasaan pihak Barat meski PMC Wagner pernah beroperasi di sana.
Baca juga: Para Tentara Bayaran asal Rusia Ikut Mewarnai Konflik di Suriah
Dalam laporan The Daily Beast tanggal 2 Januari 2018, total personel PMC Wagner di Suriah mencapai 5.000 orang dari Rusia, Chechnya, hingga Ingushetia. PMC Wagner juga terlibat dalam mengamankan wilayah sekitar ibu kota Damaskus dari pemberontak. Reuters.com tanggal 23 Maret 2018 melaporkan PMC Wagner mengawal kepulangan warga Suriah dari wilayah pemberontak ke daerah kekuasaan Pemerintah Suriah di Ghouta yang mencapai 79.072 jiwa. Setelah kota Ghouta dibebaskan pasukan Suriah, ada 120.000 jiwa rakyat yang bertahan dan memilih tinggal di bawah kekuasaan pemerintah resmi.
PMC Wagner juga berperan dalam pertempuran merebut Deir es Zor dan Provinsi Hama salah satu kantong kekuatan NIIS di Suriah. Dalam siaran Radio Free Europe dan akun sosial medianya tanggal 7 Maret 2018 diberitakan, ada unit PMC Wagner bernama Karpatia yang anggotanya mayoritas adalah orang Ukraina. Selanjutnya unit tersebut terlibat dalam pengintaian dan operasi militer terbatas di Ukraina dalam Perang Rusia-Ukraina.
Keberadaan PMC Wagner juga disebut dalam berbagai wilayah bergejolak seperti Sudan, Sudan Selatan, Libya, Mali, Madagaskar, Venezuela, hingga Angola. Mereka bertindak sebagai kombatan ataupun menjadi instruktur atau penasihat bagi otoritas militer setempat.
Baca juga: Musim Tentara Bayaran di Libya
Serdadu bayaran atau PMC asal Rusia menjadi alternatif dari ”jasa” sejenis yang disediakan negara–negara Blok Barat. Selain itu, ada juga organisasi militer resmi seperti Legiun Asing Perancis dan Legiun Spanyol yang bisa menghimpun warga dari berbagai kebangsaan dalam dinas militer. Lembaga–lembaga ini juga terkait erat dengan jasa konsultan keamanan dan strategis.
Penulis berinteraksi dengan para mantan militer, polisi, dan operator intelijen yang menyediakan jasa keamanan dan mitigasi resiko yang berbasis di salah satu negara bekas jajahan Inggris di ASEAN. Mereka memiliki berbagai latar belakang, seperti Commando, Royal Marines, Scotland Yard, hingga MI6, dinas intelijen luar negeri Inggris.
Kudeta dan "quo vadis"
Masuk tahun 2022, perang Rusia-Ukraina pecah setelah sejak tahun 2014 terjadi kekerasan kultural terhadap masyarakat etnis Rusia di wilayah timur Ukraina. Disebutkan kekuatan PMC Wagner mencapai 50.000 orang yang mendukung serangan militer Rusia di sebelah timur Ukraina di daerah–daerah berpenduduk etnis Rusia yang menuntut kemerdekaan dan pernah mengajukan referendum. Jumlah itu berlipat ganda dari 250 personel awal PMC Wagner ketika didirikan tahun 2014.
Dalam laporan Bussines Insider tanggal 5 Mei 2023 disebutkan, PMC Wagner mendapat tugas untuk menghabisi petinggi Ukraina. Sementara laporan laman The Daily Beast tanggal 8 Juni 2022 disebutkan ribuan narapidana direkrut menjadi serdadu Wagner.
Harian Inggris, The Telegraph, tanggal 7 Mei 2022 menulis, personel Wagner mendapat keringanan hukuman dan juga bayaran besar 100.000-200.000 rubel (sekitar Rp 17,5 juta-Rp 35 juta) per bulan. Mereka mendapat uang duka Rp 875 juta jika gugur dalam pertempuran yang diberikan kepada keluarga dekat. Diperkirakan puluhan ribu orang PMC Wagner menjadi korban dalam pertempuran di Ukraina.
Baca juga: Tentara Bayaran di Balik Matinya Presiden Haiti
PMC Wagner terlibat dalam pertempuran dahsyat merebut kota Bakhmut yang berlangsung lebih dari setengah tahun sejak 2022. Bulan madu Wagner dengan Pemerintah Rusia berakhir kemarin. Tiba-tiba Yevgeni Prigozhnin mengerahkan puluhan ribu prajuritnya menguasai Rostov-on-Don lalu mengancam bergerak ke arah ibu kota Moskwa.
Krisis tersebut tidak berlangsung lama. Presiden Vladimir Putin mengambil alih situasi dan mengizinkan Prigozhnin pergi ke Minsk, Belarus, dan tidak melakukan tindakan hukum terhadap Prigozhnin dan personel Wagner yang memberontak. Sementara bagi personel Wagner yang tidak ikut dalam upaya makar, mereka diberi kesempatan bergabung dalam angkatan bersenjata Rusia.
Sesudah skandal Executive Outcomes dan Black Water yang membuat Inggris dan Amerika Serikat kehilangan muka, kini PMC Wagner menjadi catatan baru, tingkah paramiliter yang tidak bisa dikendalikan. Indonesia pernah mengalami peristiwa serupa semasa Perang Kemerdekaan Republik Indonesia (1945-1949), para militer berupa berbagai laskar membuat ulah dan akhirnya dilucuti dan masih menimbulkan gangguan keamanan.
Baca juga: Intelijen AS Sudah Deteksi Rencana Pemberontakan Pasukan Wagner di Rusia
Sejarawan Australia, Robert Cribb, dalam buku Gangster and Revolutionaries, The Jakarta People Militia and The Indonesian Revolution 1945-1949 menceritakan berbagai tindakan liar yang dilakukan berbagai laskar yang menyulitkan diplomasi Pemerintah Republik Indonesia di luar negeri. Bahkan, ada laskar di sektor Karawang–Bekasi yang bermain dua kaki menjadi serdadu bantuan Belanda dalam unit bernama HAMOT.
Ketika perang kemerdekaan berakhir, Pemerintah Republik Indonesia mengalami kesulitan mereorganisasi dan membubarkan kelompok–kelompok paramiliter tersebut. Bahkan, petinggi TNI, AH Nasution, yang diberi tugas membenahi dan membubarkan kelompok-kelompok bersenjata tersebut dijuluki sebagai ”Tukang Lucut”. Tidak hanya di luar Jakarta dan luar pulau, di pinggiran Jakarta situasi pun tidak aman karena perilaku mantan paramiliter tersebut.
Keberadaan serdadu bayaran dan paramiliter menjadi bagian dari sejarah konflik umat manusia. Kasus Black Water di Irak dan Afghanistan hingga upaya kudeta PMC Wagner menjadi pelajaran bagi dunia tentang potensi dan ancaman kontraktor militer swasta.
Baca juga: Wagner Group, Tentara Bayaran yang Melawan Tuannya