Kelompok Tentara Bayaran Wagner Bertempur demi Uang dan Putin
Rusia memanfaatkan tentara bayaran dalam perangnya di sejumlah negara, mulai dari Ukraina hingga Suriah dan Libya.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
Pada awal perang Ukraina tahun 2014, berbagai laporan menyebut hadirnya kelompok tentara bayaran Wagner di medan pertempuran. Hal serupa terjadi kemudian di kancah perang Suriah, medan konflik di Republik Afrika Tengah dan belakangan juga di Libya.
Kelompok tentara bayaran Wagner adalah pasukan militer bayangan beranggotakan milisi dan petempur partikelir yang kerap dihubungkan dengan perang Kremlin di Ukraina, Afrika, dan Timur Tengah.
Mereka bertempur dengan motif ekonomi, tetapi mereka juga dimanfaatkan menopang kepentingan Rusia di banyak negara.
Tiga kelompok advokasi dari Perancis, Suriah, dan Rusia, Senin (15/3/2021), mengajukan gugatan hukum di Moskwa, Rusia, terhadap Wagner terkait kasus pemenggalan kepala seorang warga Suriah tahun 2017 dan pelanggaran yang mereka yakini masuk kategori ”kejahatan perang”.
”Laporan ini penting karena kami tidak hanya mengadukan satu kejahatan. (Yang kami laporkan) ini adalah gelombang kasus-kasus impunitas,” kata Alexander Cherkasov, anggota senior Memorial, salah satu kelompok yang mengajukan gugatan hukum itu.
”Orang yang lepas dari hukuman setelah melakukan tindak-tindak kejahatan seperti ini dapat kesempatan mengulanginya di Chechenya, Ukraina timur, dan Suriah. Pada akhirnya mereka kembali ke Rusia dan berkeliaran di jalan-jalan di sekitar kita.”
Dalam perang Ukraina tahun 2014, laporan mengenai keberadaan Wagner muncul di tengah tuduhan bahwa Kremlin mendukung pemberontak separatis di wilayah timur Ukraina yang berbatasan dengan Rusia.
Kelompok itu kemudian muncul lagi di Suriah, mendukung rezim Presiden Bashar al-Assad, dan dituduh media Rusia ikut menyiksa tahanan serta mengamankan aset minyak.
Sejak itu kelompok Wagner terlihat semakin sering terlibat di kancah politik negara-negara Afrika yang bergejolak, seperti di Republik Afrika Tengah, sebagai ”instruktur” militer. Kelompok Wagner juga muncul di Libya untuk pemerintahan di bawah Khalifa Haftar.
Selain menopang operasi militer Rusia, seperti terjadi di Suriah, Wagner juga dilaporkan memainkan peran sebagai perusahaan penyedia jasa keamanan di berbagai tempat, menjaga infrastruktur atau mengawal para politisi.
Wagner diyakini didanai oleh Yevgeny Prigozhin. Pebisnis berusia 59 tahun ini dijatuhi sanksi oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat karena keterlibatannya dalam mendestabilisasi Libya dan campur tangan dalam pemilu-pemilu AS.
Prigozhin mendekam sembilan tahun di penjara terkait kasus tuduhan penipuan dan pencurian menjelang akhir era Uni Soviet. Setelah Uni Soviet bubar, ia menjadi raja katering yang mendapat kontrak dengan Kremlin. Ia dijatuhi sanksi oleh Washington. Serangan sibernya diyakini berada di balik campur tangan pemilu tahun 2016.
”Pahlawan Suriah”
Prigozhin membantah terkait dengan Wagner. Kantor berita Rusia TASS melaporkan, operasional sehari-sehari kelompok Wagner dipimpin oleh mantan perwira intelijen militer, Dmitry Utkin. Ia mendapat pujian sebagai ”pahlawan Suriah” dalam sebuah upacara pada 2016 serta berkesempatan berfoto dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Seperti semua perusahaan swasta penyedia jasa untuk perang, Wagner terlarang di Rusia. Namun, kelompok itu diyakini merekrut anggotanya dari para penegak hukum dan militer, yang dirayu dengan gaji 5-6 kali lipat dari rata-rata upah di Rusia.
Sejumlah situs media lokal Rusia melaporkan, dari pemakaman sejumlah terduga anggota Wagner bahwa anggota keluarga mereka mendapat bayaran yang besar sebagai imbalan untuk bungkam.
Lembaga Carnegie menggambarkan Wagner sebagai ”salah satu rahasia terburuk Moskwa”. Kelompok ini disebut memiliki dua tujuan utama: memberi kesempatan pada Kremlin untuk menyangkal tuduhan mereka mengerahkan pasukan di medan perang” dan menjadi ”kelompok siap pakai untuk membangun pengaruh di negara-negara penerima”.
Operasi kelompok Wagner tak lepas dari skandal. Tahun lalu, misalnya, Belarus menahan 33 anggota kelompok itu. Mereka dituduh merencanakan kerusuhan bersama oposisi menjelang pemilu.
Ke-33 orang yang ditahan itu berdalih sedang transit di Minsk, ibu kota Belarus, dalam perjalanan ke beberapa negara, seperti Venezuela, Libya, Kuba, Turki, dan Suriah. Moskwa ternyata secara diam-diam menjamin pembebasan mereka.
Di Suriah, puluhan anggota Wagner diyakini tewas terbunuh atau terluka di Provinsi Deir Ezzor, Suriah timur laut, pada 2018 dalam sebuah operasi untuk merebut fasilitas minyak yang dijaga oleh pasukan AS dan proksinya. Pada bulan Juli tahun 2018, tiga jurnalis yang melakukan investigasi operasi Wagner di Republik Afrika Tengah dibunuh dalam sebuah penyergapan. (AFP/ADH)