ASEAN dan Jepang harus membangun relasi bertukar gagasan demi melahirkan inovasi.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·5 menit baca
Hubungan antara Jepang dan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN di tahun 2023 memasuki usia 50 tahun. Perkembangannya dinamis dan strategis. Jepang yang awalnya berperan sebagai pendukung berbagai program pembangunan di negara-negara ASEAN kini melihat entitas tersebut sebagai mitra yang setara, sepadan, dan berkesinambungan.
Menjelaskan lebih lanjut perkembangan dan substansi hubungan ini adalah Masahiko Kiya, Duta Besar Misi Jepang untuk ASEAN. Wawancara eksklusif ini ia lakukan dengan Kompas pada Selasa (6/6/2023) di kantor Misi Jepang untuk ASEAN. ”Sekarang, Jepang dan ASEAN ada pada tataran yang sama (same level playing field). Melalui hubungan yang berlandaskan saling menghormati dan memercayai ini, kedua belah pihak bekerja sama membangun masa depan,” tuturnya.
Ia menjelaskan, kerja sama Jepang-ASEAN dimulai pada tahun 1950-an sebagai kompensasi dari kerugian Perang Dunia II. Ketika itu, semua pihak di dalam kesulitan ekonomi. Selama dua dekade berikutnya, Jepang bekerja keras membangun ekonomi dalam negerinya. Pada saat yang sama, Jepang juga mulai mengucurkan dana untuk memberi ganti rugi kepada negara-negara di Asia Tenggara.
Jepang sangat peduli dengan citra mereka di hadapan Asia Tenggara. Terlepas dari berbagai bantuan dan proyek kerja sama, sentimen negatif ini tetap ada. Salah satu contohnya ialah Peristiwa Malari 1975. Menanggapi hal itu, Jepang berprinsip bahwa komunikasi denan Asia Tenggara harus didasari dengan memahami perasaan dan keinginan Asia Tenggara. Oleh sebab itu, hubungan antarmasyarakat juga diperkuat dengan berbagai kerja sama pendidikan dan kesenian. Puncak dari kerja sama ekonomi dan pembangunan ini ialah tahun 1990-an hingga pertengahan 2000-an.
Sekarang, Jepang menyadari bahwa investor terbesar di ASEAN adalah China dan Korea Selatan. Menurut Kiya, ini karena efek dari Jepang. Kemajuan perekonomian dan perindustrian Jepang memengaruhi kemajuan di negara-negara tetangganya. Jepang telah melewati masa puncak dan kedua negara ini sekarang dalam proses menuju masa itu.
ASEAN juga mengalami kemajuan yang relatif pesat. Singapura, misalnya, di tahun 1990-an belum apa-apa. Namun, Singapura sekarang dari segi pendapatan per kapita telah melebihi Jepang. Negara-negara lain di Asia Tenggara juga menunjukkan prospek yang baik sehingga negara-negara maju tetap dan kian tertarik untuk menanam modal di kawasan ini.
”Prinsip kerja sama sekarang adalah belajar dari kesuksesan masa lampau untuk membuat inovasi. Industri manufaktur di ASEAN saling terkait dan bisa dipertukarkan. Ini menghasilkan rantai pasok yang bernilai tambah. Seperti inilah dukungan berkelanjutan yang diberi oleh Jepang,” ujar Kiya.
Jepang kini berperan memfasilitasi negara-negara Asia Tenggara untuk bekerja sama, terutama di proyek pengurangan karbon dan pembangunan sektor digital. Kiya mengatakan, ASEAN memiliki jumlah penduduk besar dan perkembangan ekonomi yang cepat sebagai kekuatannya. Adapun Jepang memiliki pengalaman dan teknlogi sehingga bisa berbagi ilmu. Jepang telah mengalami dampak industrialisasi bagi lingkungan dan sekarang bisa membantu berbagi rancangan pembangunan yang berkelanjutan.
Pendidikan menjadi jalan masuk prinsip tersebut. Kalangan generasi muda yang menempuh pendidikan di Jepang diharapkan mengalami pertukaran ide tingkat lanjut. Menurut Kiya, selain menjadi jalur transfer teknologi dan pengetahuan, gagasan-gagasan dari para pemuda ASEAN ini juga membuat Jepang semakin beragam dan bisa memicu kelahiran gagasan serta inovasi segar.
Ia menekankan bahwa masa depan perekonomian ada di Asia Tenggara. Oleh karena itu, ekspansi ide dan kerja sama antarperusahaan harus dilakukan. Selain itu, juga ada kerja sama yang lebih substantif daripada membangun infrastruktur, yaitu membangun pemberdayaan dan kesiapan masyarakat Asia Tenggara untuk berkiprah di abad ke-21. Wujudnya antara lain ialah digitalisasi, penanganan krisis iklim, penanganan isu kelautan, isu sampah plastik, mitigasi bencana, ketahanan pangan, dan pemberdayaan penduduk menuju usia senja.
Kendaraan listrik
Salah satu proyek yang diminati oleh Jepang di Asia Tenggara ialah kendaraan listrik. Ada dua perusahaan yang telah memiliki proyek, yaitu Honda untuk pembuatan sepeda motor listrik dan Mitsubishi untuk produksi kendaraan serta baterai. Pada dasarnya, Jepang mengamati ada keragaman kebutuhan di kawasan.
Pedekatan pengurangan karbon hingga menuju target nihil karbon tidak bisa memakai metode yang seragam. Ada berbagai cara yang bisa diambil tanpa perlu mengorbankan lingkungan dan pertumbuhan ekonomi. Selain kendaraan listrik, pilihannya adalah kendaraan hibrida dan yang berbahan bakar hidrogen. Dalam dua hal ini, Jepang merupakan pakarnya.
”Hidrogen lebih efisien dan bisa disimpan dalam jangka waktu lama. Ini modal yang baik untuk transportasi,” kata Kiya.
Indo-Pasifik
Guna menjamin kelancaran penerapan cita-cita dan proyek-proyek itu, diperlukan kawasan yang aman dan stabil. Jepang mendukung Pandangan Indo-Pasifik ASEAN (AOIP). Apalagi, Jepang berhadapan sendiri dengan berbagai risiko keamanan dan ketidakstabilan seperti yang terjadi di kawasan Asia Timur. Latihan militer China di Selat Taiwan, uji coba rudal Korea Utara, dan juga relasi Jepang-Rusia terkait perbatasan negara merupakan hal-hal panas yang harus dimanuveri dengan saksama.
Awal Juni, Pemerintah Jepang mengumumkan per 2024 akan membuka kantor penghubung Pakta Atlantik Utara (NATO) di Tokyo. Adapun Jepang sendiri tidak berniat untuk bergabung dengan NATO. Keputusan ini dikritik oleh China yang mengatakan bahwa langkah tersebut berisiko menyulut konflik yang lebih panas, bahkan bisa pecah di Asia Timur.
”Makanya, Jepang sangat mengharapkan keteguhan AOIP memastikan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka berdasarkan peraturan-peraturan internasional. Dua tahun belakangan ini tantangan besar bagi prinsip internasional yang bebas dan terbuka ini,” kata Kiya.
Ia menekankan bahwa kestabilan hanya bisa dicapai dengan kerja sama global. Apabila peraturan internasional tidak diterapkan, tidak ada jaminan bagi semua pihak kedamaian, kestabilan, dan keamanan tercapai. ASEAN mengedepankan prinsip daripada memikirkan keseimbangan kekuatan negara adidaya atau organisasi kuat akan terus mendominasi, lebih baik kedepankan saling menghormati dan memercayai.
”ASEAN ini ada di garis depan pembentukan opini global. Posisinya penting sekali. Apabila ASEAN jatuh karena tidak aman, dunia akan jatuh,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, situasi krisis politik dan keamanan di Myanmar telah berdampak pada kerja sama ekonomi dengan Jepang. Sejumlah ekspatriat Jepang dan perusahaan Jepang memang tetap bertahan di Myanmar. Namun, bisnis dan industri pada dasarnya berhenti. Ini merugikan Tokyo dan Naypyidaw.
”Kepemimpinan Indonesia memastikan Lima Poin Konsensus diterapkan di Myanmar sangat penting bagi kami,” ujarnya.