Asisten Rumah Tangga di Malaysia Alami Kerja Paksa
Eksploitasi asisten rumah tangga migran masih terus berlangsung. Dalam kondisi kerja paksa, mereka yang mayoritas buruh migran Indonesia itu bekerja dengan durasi waktu yang berlebihan dan upah rendah.
KUALA LUMPUR, KAMIS — Hampir sepertiga pekerja migran asisten rumah tangga di Malaysia bekerja dalam kondisi kerja paksa. Mereka bekerja dengan jam kerja berlebihan, harus kerja lembur tanpa upah, gaji rendah, pergerakan terbatas, dan tidak bisa berhenti dari pekerjaannya. Situasi serupa juga dialami asisten rumah tangga di Singapura dan Thailand.
Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO mendesak Malaysia, Singapura, dan Thailand untuk segera meratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang pekerja rumah tangga dan kerja paksa. Ini penting untuk menghargai keterampilan pekerjaan rumah tangga dan memastikan jalur migrasi yang tidak mengikat pekerja migran dengan orang yang mempekerjakan mereka.
Baca juga: G20 Perlu Perhatikan Perlindungan Perempuan Pekerja Informal
ILO mempublikasikan hasil surveinya, Kamis (15/6/2023), hasil wawancara dengan 1.201 asisten rumah tangga (ART) dan 610 pemberi kerja di Asia Tenggara antara Juli dan September 2022. Sebanyak 29 persen ART di Malaysia mengalami kondisi kerja paksa.
Di Singapura, 7 persen ART mengalami kerja paksa. Kondisi serupa dialami oleh 4 persen ART di Thailand. ”Pekerjaan rumah tangga adalah salah satu tugas terpenting dalam masyarakat kita, tetapi upaya perlindungannya justru paling sedikit. Ini tidak bisa dibiarkan saja,” kata Kepala Penasihat Teknis Program ILO Anna Engblom.
Pemerintah Malaysia tidak memberikan tanggapan atas hasil survei ini. ILO menyebutkan bahwa di ketiga negara itu ART responden bekerja dengan jam kerja lebih banyak dari yang diatur undang-undang ketenagakerjaan. Semua menerima gaji di bawah standar upah minimum.
Sementara juru bicara Kementerian Tenaga Kerja Thailand, Wannarat Srisuksai, mengatakan, perlakuan terhadap ART di Thailand sudah membaik setelah undang-undang perlindungan ART mulai berlaku per 2012. Kementerian Tenaga Kerja Singapura (MOM) mengatakan, sebagian besar ART merasa puas dengan bekerja dan tinggal di Singapura.
Alasannya, ART mendapat jaminan perlindungan, termasuk pembayaran gaji tepat waktu, istirahat harian yang cukup, makanan dan akomodasi yang layak, dan pemeriksaan kesehatan rutin.
Baca juga: Mengapa Perlu UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga?
Rumah tangga di Asia sering mempekerjakan ART untuk melakukan tugas rumah tangga, seperti memasak, bersih-bersih, mengasuh anak, dan berkebun. ART tersebut umumnya perempuan dari negara-negara berkembang, seperti Indonesia, Myanmar, dan Filipina.
Malaysia kerap menjadi sasaran kritik tajam karena perlakuannya terhadap ART, terutama yang berasal dari Indonesia. Dalam catatan ILO, ART asal Indonesia mencapai 80 persen dari seluruh ART di Malaysia. Tahun lalu, Indonesia dan Malaysia menandatangani kesepakatan untuk meningkatkan perlindungan bagi ART.
Masih merujuk laporan ILO, harian The Strait Times, Jumat (16/6/2023), menyebutkan, ART di Singapura bekerja lebih lama dibandingkan ART di Malaysia dan Thailand. Rata-rata 12,8 jam per hari dan 81 jam per minggu. Ini hampir dua kali lipat dari standar nasional, yakni 44 jam maksimum per minggu untuk bidang pekerjaan yang lain.
Gaji mereka rata-rata 480 dollar AS per bulan. Memperhitungkan jam kerja, artinya ART mendapatkan gaji di bawah upah minimum yang diterapkan negara asal mereka sendiri. Dibandingkan dengan ART migran di Malaysia dan Thailand, ART di Singapura juga membayar biaya migrasi tertinggi. Jumlahnya bisa lebih dari tiga bulan gaji.
Mereka harus membayar semua biaya ini melalui tabungan, pemotongan gaji, dan pinjaman dari saudara dan teman. Kementerian Tenaga Kerja Singapura menyebutkan, per Desember 2022 terdapat 268.500 ART migran.
Mereka harus membayar semua biaya ini melalui tabungan, pemotongan gaji, dan pinjaman dari saudara dan teman.
Laporan ILO menyebutkan segala persoalan terkait ART muncul karena ada persepsi bahwa ART tidak dianggap sebagai pekerjaan yang membutuhkan keterampilan. Untuk meningkatkan perlindungan bagi ART, ILO mendesak Singapura untuk memperluas Skema Layanan Rumah Tangga yang pertama kali diujicobakan pada 2017.
Skema ini memungkinkan pekerja migran yang disewa perusahaan untuk menyediakan layanan rumah tangga paruh waktu dan memiliki pengaturan tinggal di luar. ILO juga mendesak Pemerintah Singapura untuk mengatur jam kerja dan upah PRT. Salah satu rujukannya adalah sistem yang diterapkan pada petugas kebersihan. Dengan demikian, pekerjaan ini bisa dilindungi oleh hak-hak buruh dan perlindungan upah.
MOM menyebutkan, ART migran sudah dilindungi UU Ketenagakerjaan Asing dan UU Agen Tenaga Kerja. Ini mengatur pekerjaan ART migran dan kesejahteraan mereka, termasuk perlindungan komprehensif untuk pembayaran gaji tepat waktu, penyediaan makanan dan akomodasi yang layak, dan istirahat harian yang memadai.
“Lebih dari 99 persen ART migran puas dengan bekerja dan tinggal di Singapura dan akan merekomendasikan keluarga atau teman mereka untuk bekerja di sini. Mereka juga melaporkan tingkat kepuasan yang tinggi di berbagai bidang kesejahteraan, termasuk dukungan emosional yang diterima, yang meningkat dari 93 persen pada 2015 menjadi 99 persen pada 2021,” ujar MOM.
Baca juga: Anwar Janjikan Perbaikan Martabat Pekerja Migran Indonesia
Majikan juga diwajibkan memberi ART migran hari libur mingguan atau kompensasi sebagai pengganti dan setidaknya satu hari istirahat setiap bulan yang tidak dapat dikompensasi. Ini memungkinkan ART migran untuk beristirahat dan memulihkan diri dari pekerjaan, dan membentuk jaringan di luar rumah tangga majikan.
MOM juga menyebutkan ada pemeriksaan pascapenempatan oleh agen tenaga kerja, kunjungan rumah ke rumah tangga yang dipilih secara acak, dan wawancara dengan ART migran yang baru pertama kali bekerja dalam enam sampai 12 bulan pertama mereka bekerja. ”Majikan juga diharuskan mengirim ART migran mereka untuk pemeriksaan kesehatan enam bulanan, memastikan ART migran mendapatkan akses ke layanan medis,” sebut MOM.
ART migran yang lebih bahagia dan cukup istirahat akan bisa membantu kita lebih banyak.
Mengomentari temuan ILO, Terence Ho, asisten profesor di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew, Singapura, mengingatkan pentingnya meningkatkan kesejahteraan dan kondisi kerja ART migran karena perannya penting membantu rumah tangga, terutama dengan populasi Singapura yang menua.
”ART migran yang lebih bahagia dan cukup istirahat akan bisa membantu kita lebih banyak. Akan lebih banyak manfaat jika hubungan majikan dan karyawannya lebih baik,” ujarnya. (REUTERS)