Menlu AS Antony Blinken akan berkunjung ke China, 18-19 Juni, bertemu dengan Menlu China Qin Gang dan juga Presiden Xi Jinping. Blinken mencoba membuka komunikasi di tengah persaingan kedua negara adidaya.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
Washington, Jumat — Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken akan melakukan lawatan ke China, akhir pekan ini, di tengah dinamika situasi hubungan kedua negara yang terus memanas. Kunjungan Blinken, pejabat pemerintah AS berpangkat tertinggi sejak Joe Biden diangkat sebagai presiden, tidak menargetkan terobosan substantif apapun kecuali menjaga saluran komunikasi antara keduanya tetap terbuka.
Blinken dijadwalkan akan tiba di China pada Sabtu (17/6/2023) dan mulai melakukan pertemuan selama dua hari, 18-19 Juni. Selain bertemu dengan koleganya, Menlu China Qin Gang, dalam kunjungan dua harinya itu, Blinken juga direncanakan bertemu langsung dengan Presiden China Xi Jinping dan menyampaikan undangan dari Presiden Biden agar hadir dalam Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC), September mendatang.
Asisten Menlu AS untuk Wilayah Asia Timur Daniel Kritenbrink kepada jurnalis mengatakan, Washington bersikap realistis dengan apa yang bisa dicapai dalam pertemuan nanti.
"Kami tidak akan pergi ke Beijing dengan maksud melakukan semacam terobosan atau transformasi. Blinken datang dengan keinginan untuk mengelola kompetisi kita dengan cara yang paling bertanggung jawab,” kata Kritenbrink. Dia menambahkan, Washington berharap perjalanan itu setidaknya akan mengurangi risiko salah perhitungan sehingga tidak mengarah ke konflik terbuka.
Hubungan AS dengan China selama setidaknya dua tahun terakhir diwarnai dengan ketegangan. Dimulai dari persaingan dagang, persaingan kedua negara adidaya ini bergeser dengan perebutan pengaruh di berbagai kawasan, mulai dari wilayah Pasifik Selatan, Asia Tenggara, Asia Timur dan yang terbaru adalah perebutan pengaruh di Timur Tengah.
Ketegangan kedua negara hampir mencapai puncaknya ketika mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS Nancy Pelosi, berkunjung ke Taiwan, awal Agustus tahun lalu. Beijing berulang kali mengingatkan Biden dan Pelosi agar tidak menjejakkan kaki di wilayah itu. Namun, Pelosi bergeming dan mendarat di Taipei usai berkunjung ke Malaysia.
Kunjungan itu membuat marah Beijing yang langsung mengumumkan pelaksanan latihan militer di sekeliling wilayah teritorial Taiwan.
Biden dan Xi bertemu di Bali, di sela-sela KTT G20 November tahun lalu dan sepakat untuk mencoba mencegah ketegangan tak terkendali, termasuk dengan mengirim Blinken ke Beijing. Akan tetapi, kunjungan Blinken tertunda setelah pada Februari terjadi insiden balon udara China yang terbang di atas wilayah AS.
Meski China membuka pintu bagi AS untuk mengembangkan hubungan atas dasar saling menghormati dan setara, China juga terus bersikap waspada terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan Gedung Putih. Bulan lalu, Xi memperingatkan kolega-koleganya bahwa China harus mempertimbangkan skenario terburuk dan ekstrem. Xi, menggunakan bahasa metafora mengatakan, China harus bersiap untuk menghadapi ujian signifikan karena angin kencang dan ombak yang tinggi hingga badai yang berbahaya.
Juru bicara Kemenlu China Wang Wenbin, Jumat (16/6/2023) mengingatkan soal kesetaraan antara kedua negara dengan menyatakan bahwa AS tidak boleh berfantasi bahwa mereka berurusan dengan China dalam posisi yang lebih kuat (hegemonik). “Ini bukan persaingan yang bertanggung jawab, akan tetapi perilaku hegemonik yang sangat tidak bertanggung jawab yang akan mendorong AS-China dalam situasi konfrontatif,” katanya.
Shi Yinhong, Direktur Institut Studi Amerika di Uninversitas Renmin China menilai kunjungan Blinken memperlihatkan bahwa kedua negara pemilik hulu ledak nuklir ini ingin mencegah terjadinya konflik militer. Akan tetapi, tidak ada satu pihak yang siap memberikan konsesi besar jangka panjang pada yang lain.
Jacob Stokes, peneliti senior di Center for A New AMerican Security mengatakan hal yang senada dengan Shi. Dia menilai perjalanan Blinken memperlihatkan tahapan baru dalam hubungan kedua negara yang tetap menjaga stabilitas meski bersaing tajam di berbagai arena.
Stokes juga mengatakan bahwa China memandang perlu untuk terus melakukan komunikasi semi reguler dengan AS di tengah kecurigaan yang tinggi terhadap Washington.
Ancaman Siber
Rencana kunjungan Biden ke China bersamaan dengan adanya serangan siber yang menargetkan lembaga pemerintah dan berbagai organisasi di 16 negara berbeda. Serangan siber terbaru terhadap ratusan organisasi dan lembaga pemerintah di 16 negara dilaporkan oleh anak perusahaan Google, Mandiant, Kamis (15/6/2023). Charles Carmakal, CTO Mandiant mengatakan, serangan kali ini adalah serangan siber terbesar yang dilakukan oleh kelompok yang disebut sebagai China-nexus sejak serangan terhadap Microsoft Exchange tahun 2021.
“Serangan ini merusak firewall komputer ratusan organisasi. Dalam beberapa kasus, serangan ini menyasar surat elektronik orang-orang terkemuka yang berurusan dengan masalah yang menarik bagi pemerintah China,” kata Carmakal.
Korban termasuk kementerian luar negeri, organisasi penelitian, dan misi perdagangan luar negeri yang berbasis di Hong Kong dan Taiwan, kata Mandiant dalam temuannya. Aktivitas spionase siber terdeteksi pada bulan Mei dan diyakini telah dimulai pada awal Oktober tahun lalu.
Temuan Mandiant itu diperkuat oleh Barracuda Networks. Lembaga ini menyebut aktivitas malware terus berlangsung dalam beberapa sistem yang telah disusupi. (AFP/Reuters)