Rivalitas Negara Besar di Kawasan Jadi Fokus ASEAN
Indonesia dan ASEAN terus mengamati perkembangan situasi di Indo-Pasifik karena ingin menjaga Asia Tenggara sebagai pusat pertumbuhan. ASEAN menekankan pentingnya kerja sama inklusif dengan semua negara.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Negara-negara ASEAN terus mengikuti perkembangan mutakhir di kawasan, terutama semakin tajamnya persaingan negara-negara besar, khususnya di kawasan Indo-Pasifik. ASEAN, di bawah keketuaan Indonesia tahun ini, akan berupaya memperkokoh diri sebagai pusat pertumbuhan kawasan dalam menghadapi guncangan dari luar akibat rivalitas negara-negara besar.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Sidharto R Suryodipuro dalam keterangan kepada media di Jakarta, Jumat (5/5/2023). Retno mengatakan, cara pandang dan pendekatan ASEAN terhadap Indo-Pasifik sejak awal sangat konsisten, yaitu membangun kerja sama yang konkret dan inklusif dengan semua negara. Tujuannya menjadikan Indo-Pasifik secara luas dan Asia Tenggara khususnya sebagai kawasan yang damai dan sejahtera.
Keinginan untuk menjadikan Asia Tenggara kawasan yang terbuka bagi siapa pun yang ingin memajukan kehidupan dan membawa kesejahteraan bagi warga ASEAN membuat organisasi regional ini berupaya merangkul semua pihak sebagai bagian dari inklusivitas ASEAN. ”Pendekatan ASEAN sangat konsisten, ingin membangun kerja sama konkret dan inklusif dengan semua negara,” kata Retno.
Dalam kesempatan itu, dia menekankan bahwa pilar ketiga keketuaan Indonesia tahun ini, yakni implementasi ASEAN Outlook on The Indo-Pacific atau AOIP, menjadi sangat penting, terutama karena semakin tajamnya rivalitas di kawasan. ASEAN berharap agar dalam prosesnya bisa menjadi motor bagi stabilitas dan perdamaian di kawasan.
Rencana Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk membuka kantor penghubung di Tokyo, Jepang, tahun depan, telah menimbulkan gejolak baru antara negara-negara Barat dan negara-negara pesaingnya, terutama China. Pemerintah China menganggap langkah NATO membuka kantor penghubung di Tokyo adalah bagian dari rencana pakta militer Barat untuk mengembangkan sayap lebih jauh ke timur.
Rencana NATO mengembangkan sayap ke wilayah Eropa timur dengan mengajak Ukraina masuk sebagai anggota ditentang keras Rusia. Kebuntuan diplomatik di antara para pihak kini berujung pada invasi Rusia ke wilayah Ukraina yang telah berlangsung setahun terakhir dan menimbulkan kerusakan fisik dan hilangnya nyawa manusia.
Sidharto mengatakan, mereka belum bisa berkomentar lebih jauh mengenai rencana NATO tersebut karena belum mengetahui sifat dari kantor yang akan beroperasi tahun depan itu. Akan tetapi, dia mengakui bahwa hal itu sudah dibicarakan dengan Pemerintah Jepang pada awal bulan Ramadhan lalu.
Persiapan KTT ASEAN
Persiapan terus dilakukan menjelang KTT Ke-42 ASEAN yang berlangsung di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pekan depan. Meski pertemuan puncak baru diadakan pekan depan, Retno mengatakan, sejumlah pertemuan telah berlangsung agar dalam pertemuan puncak bisa menghasilkan beberapa dokumen. Ini termasuk dokumen penguatan kapasitas ASEAN, soal keanggotaan Timor Leste, penanggulangan tindak pidana perdagangan orang, perlindungan pekerja migran, hingga pernyataan ketua (chair statement).
Retno mengatakan, KTT akan dihadiri delapan pemimpin negara anggota ASEAN, Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn, dan Perdana Menteri Timor Leste Taur Matan Ruak. Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan Ocha berhalangan hadir karena tengah berkampanye menjelang pemilihan umum yang akan berlangsung pada 14 Mei. Adapun pemimpin politik Myanmar kembali tidak diundang hadir dalam pertemuan puncak para pemimpin negara-negara ASEAN.
Meski tidak diundang, upaya untuk menjembatani berbagai pihak bertikai di Myanmar terus dilakukan oleh Indonesia. Retno menjelaskan, selama empat bulan terakhir, mereka telah melakukan lebih dari 60 engagement dengan berbagai pihak di Myanmar, seperti SAC atau junta militer Myanmar, NUG atau Pemerintahan Persatuan Nasional, dan kelompok etnik bersenjata.
Selain itu, engagements juga dilakukan dengan beberapa pemerintahan negara tetangga dan negara kunci yang dipandang bisa memengaruhi dan membantu ASEAN menyelesaikan konflik di Myanmar, seperti India, China, Amerika Serikat, Jepang, Thailand, Uni Eropa, hingga PBB. ”Kami mendorong mereka untuk melakukan dialog nasional,” kata Retno. Akan tetapi, kata Retno, harus diakui bahwa perbedaan posisi di antara para pemangku kepentingan masih cukup lebar dan dalam.