Kelembagaan ASEAN dan Rivalitas Adidaya
ASEAN perlu dijaga agar tetap menjadi organisasi kawasan yang kokoh, gesit, dan relevan di tengah dinamika geopolitik. Penguatan ASEAN antara lain dilakukan dari desa
Persaingan geopolitik oleh sejumlah negara adidaya di Asia Tenggara dan Asia Timur akan kian keras dan berlangsung lama. Hal ini berdampak pada stabilitas dan keamanan kawasan yang berkomplikasi pada banyak sektor.
Tahun ini, Indonesia menerima estafet kepemimpinan ASEAN. Konferensi Tingkat Tinggi Ke-42 ASEAN akan digelar di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, 9-11 Mei 2023.
Bagaimana Indonesia bersama semua anggota ASEAN mengantisipasi tantangan itu? Sementara beberapa tahun terakhir, ASEAN telah menempatkan diri sebagai blok ekonomi penting dalam percaturan global. Ke depan, ASEAN berpeluang makin kuat jika mampu memelihara momentum.
Guna menggali kebijakan pemerintah, Kompas mewawancarai Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Jakarta, Jumat (28/4/2023). Berikut petikannya.
Dengan dinamika geopolitik sekarang, apakah ASEAN perlu instrumen atau protokol baru?
Tanpa protokol tambahan apa pun, dengan TAC (Treaty of Amity and Cooperation) misalnya, sudah merupakan instrumen sangat kuat untuk membentengi kita agar kawasan kita tetap stabil dan damai. Karena itu mengatur perilaku amity and cooperation (persahabatan dan kerja sama). Kita tidak mau tempat kita menjadi ajang rivalitas. Makanya, pada saat ada pernyataan terkait stabilitas dan sebagainya, pasti TAC menjadi acuan.
Jadi, satu, kita sudah punya instrumen. Kedua, kalau kita lihat dari komitmen setiap kali pertemuan, hampir semua saya kira, semua pemimpin dari ASEAN selalu mengatakan komitmen bahwa kita harus menjaga ASEAN dan kita tidak ingin Asia Tenggara menjadi ajang rivalitas. Ini terakhir disampaikan Pak Jokowi, Februari, pada saat menerima para menteri luar negeri ASEAN.
Kita pasti tahu dan semua pasti mengalami hal ini bahwa pada saat kita ikut sebuah organisasi, maka di situ kita pandai-pandai menyeimbangkan antara bagaimana memenuhi kepentingan nasional kita dan tanggung jawab kita sebagai bagian dari sebuah asosiasi atau organisasi. Itu pasti.
Kita harus betul-betul cerdas menyeimbangkannya, menavigasikannya sehingga kepentingan nasional kita tidak rusak, tetapi tanpa juga merusak prinsip-prinsip organisasi. Kalau Asia Tenggara rusak, memangnya bisa majukan kepentingan nasional? Kalau ada apa-apa dengan Asia Tenggara, memangnya kita tidak terdampak? Pasti terdampak.
Dengan beragam kepentingan dan manuver anggotanya, apakah ASEAN terpecah?
ASEAN ini, ya, sepuluh (negara anggota). Sepuluh itu memiliki pendekatan yang berbeda-beda. Namun, pada saat dihadapkan pada satu isu besar yang menjadi kepentingan semua, harapannya, dengan menjadi anggota ASEAN, kita bisa dapat bersatu.
Apakah sudah waktunya mengubah Piagam ASEAN?
Kita belum membahas sampai bicara mengutik charter, tetapi harus jujur, apakah sistem sekarang cukup agile (gesit)? Ini diskusi yang akan diteruskan. Kalau tidak cukup, apa yang harus dilakukan.
Bagaimana membuat ASEAN tetap gesit dan kokoh?
ASEAN matters (penting) itu hanya bisa kalau ASEAN diperkuat. Jadi, upayanya lebih internal.
Cara memperkuat ASEAN adalah, antara lain, memperkokoh unity (persatuan). Tanpa unity tidak akan ada centrality (sentralitas). Tanpa centrality, ASEAN will not matter anymore.
Untuk memperkuat, selain unity and centrality, kita harus meningkatkan kapasitas kita untuk mampu menghadapi tantangan masa depan.
Semua itu diturunkan dalam dokumen yang sedang dinegosiasikan untuk KTT ke-42. Satu mengenai vision post 2040. Ini yang kita sebut sebagai vision 2045. Kenapa berpikir sampai 2045? Karena ini bangun fondasi.
Jadi, tidak akan diadopsi sekarang the whole thing (semua agenda). Tetapi, bangunkan fondasinya untuk kemudian dibawa prosesnya menuju ke 2045. Ini visi jangka panjang yang dibangunkan fondasinya oleh Indonesia.
Kedua, (menyusun) dokumen khusus yang memuat bagaimana kita meningkatkan kapasitas, termasuk bagaimana ASEAN merespons secara tepat waktu situasi darurat. Juga berusaha mengembangkan atau memperkokoh institusi yang tidak saja resilient (berdaya tahan), tetapi juga agile. Agile dalam arti berselancar dalam situasi sangat cair dan dinamis.
Hal ini akan merupakan leaders document. Nanti, di dokumen, akan tugaskan ACC (Dewan Koordinasi ASEAN), para menlu. Terus ada HLTF ACV, High Level Task Force on ASEAN Community Vision. Visi (ASEAN 2045) tidak didiskusikan langsung oleh pemerintah, melainkan oleh HLTF untuk kemudian merekomendasikan ke pemerintah.
Makanya, nanti di (KTT) 42 ada interaksi leaders dan HLTF. Dari rekomendasi itu, leaders minta menlu menindaklanjuti.
Lalu, supaya agile, kuat, ini ada masalah trafficking in persons by abuse of technology (perdagangan manusia dengan menggunakan teknologi). Tak bisa berdaya tahan dan agile kalau masyarakatnya digerogoti kejahatan trafficking seperti itu.
Terakhir, dalam konteks internal ASEAN, ada persiapan road map (keanggotaan) Timor Leste (di ASEAN).
Indonesia memilih tema ”ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”. Pilar ASEAN Matters telah dipaparkan, bagaimana dengan Epicentrum of Growth?
Ini lebih kepada ketahanan ekonomi. Buat apa kita kokoh, damai, kalau ekonominya tidak tangguh? Ini muaranya juga karena stabilitas, unity, centrality ASEAN agar ASEAN mampu menjadi lokomotif stabilitas perdamaian. Ini ketangguhan terhadap geopolitik.
Untuk ekonominya, diterjemahkan pada hal konkret. Satu, mengenai health (kesehatan). Kedua, proteksi pekerja migran dalam situasi krisis, seperti di Sudan sekarang ini.
Ketiga, akan ada diskusi dan dokumen pembangunan ASEAN Village Network. Bagaimana upayakan desa kenal digitalisasi. Di ASEAN, kecuali Singapura, desa menjadi basis ekonomi. Desa harus diperkuat supaya ada resiliency ekonomi. Supaya ASEAN menjadi kuat. Berarti ini akan masuk ke UMKM dan sebagainya.
Untuk ekonomi hijau, ada pengembangan ekosistem regional EV (kendaraan listrik), pengaturan regional payment (pembayaran antarnegara kawasan). Semua akan dibahas di KTT 42.
Mengapa ASEAN perlu mengeluarkan versi sendiri untuk pandangan Indo-Pasifik?
Di Indo-Pasifik (sejumlah negara) keluarkan prinsip. Kita ingin Indo-Pasifik tidak hanya didekati dari security aspect (aspek keamanan), tetapi juga dari aspek pembangunan dan ekonomi. Kita mayoritas negara berkembang, saat berbicara dengan negara berkembang, penduduknya sangat concern (perhatian) pada ekonomi.