Lagi, Warga Indonesia Jadi Korban Sindikat Penipuan Daring
Ratusan warga negara Indonesia kembali menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Kali ini korban berada di Myanmar dan Filipina. Indonesia akan mengangkat masalah ini pada KTT ASEAN ke-42 pekan depan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
Jakarta, Kompas — Ratusan pekerja asal Indonesia saat ini tengah berurusan dengan otoritas keamanan di Myanmar dan Filipina. Mereka diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Kementerian Luar Negeri tengah berupaya untuk memulangkan mereka ke tanah air.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dalam penjelasannya kepada media di Jakarta, Jumat (5/5/2023), mengatakan, warga negara Indonesia yang diduga menjadi korban TPPO dan penipuan perusahaan daring (online scam) ini masing-masing sebanyak 20 orang di Myanmar dan sebanyak 143 orang di Filipina.
“Pagi ini saya mendapat laporan dari KBRI kita di Manila bahwa otoritas penegak hukum Filipina, bekerja sama dengan perwakilan negara asing, termasuk Indonesia, telah melakukan operasi penyelamatan korban online scams,” kata Retno.
Jumlah warga negara asing yang diduga menjadi korban TPPO di Filipina, berdasarkan data Kementerian Luar Negeri, berjumlah 1.048 orang dan berasal beberapa negara, seperti Thailand, Filipina, Vietnam, Kamboja dan Indonesia. Dari jumlah tersebut, WNI yang diduga menjadi korban TPPO di Filipina tercatat sebanyak 143 orang.
Saat ini, KBRI Manila dan Direktorat Perlindungan WNI Kemlu tengah melakukan pendalaman informasi mengenai identitas para korban. Direktur Perlindungan WNI Kemlu Judha Nugraha menyebut bahwa pihaknya telah bekerja sama dengan otoritas keamanan FIlipina, mereka tengah mendalami dan menelusuri informasi dari para korban. Mereka juga mendalami dugaan para pelaku TPPO tersebut memiliki kesamaan dengan kejadian di negara lain, atau terpisah sama sekali.
Sementara, mengenai WNI yang diduga menjadi korban TPPO di Myawaddy, Myanmar, Retno mengatakan, pemerintah tengah berusaha untuk mengeluarkan mereka dari lokasi tempat mereka dipekerjakan. Yang menjadi tantangan bagi Kemlu RI saat ini adalah bahwa Myawaddy merupakan wilayah yang tidak bisa dikontrol secara penuh oleh otoritas pusat di Naypyidaw.
“Saat ini Pemerintah terus melakukan komunikasi, baik dengan otoritas di Naypyidaw, otoritas di Thailand, otoritas lokal di Myawaddy, dan juga dengan organisasi-organisasi lain seperti IOM (organisasi migrasi internasional) dan Regional Support Office dari Bali Process yang ada di Bangkok. Kami melakukan komunikasi dengan banyak sekali pihak dengan tujuan memberikan pelindungan kepada WNI dan kemudian dapat mengeluarkan WNI dari wilayah tersebut dengan selamat,” kata Retno.
Informasi yang didapat oleh Kemlu, menurut Judha, sekitar 20 orang WNI yang menjadi korban TPPO berangkat melalui jalur tidak resmi atau ilegal. Hal ini diketahui setelah Kemlu, bekerja sama dengan otoritas keimigrasian Myanmar, yang menyebut bahwa para korban tidak tercatat dalam catatan keimigrasian resmi otoritas Myanmar.
TPPO dan Masalah Regional
Terbongkarnya kasus dugaan TPPO di Manila, Filipina, dengan korban hingga ribuan orang tenaga kerja asing dari berbagai negara di kawasan, menurut Retno, telah menjadi keprihatinan bersama negara-negara anggota ASEAN. “Angka dan apa yang disampaikan mengenai operasi di Manila ini menunjukkan besarnya magnitude dari tindakan kriminal perdagangan manusia yang korbannya adalah warga negara ASEAN,” kata Retno.
Dalam catatan Direktorat Perlindungan WNI Kemlu, dalam tiga tahun terakhir (2021- Mei 2023), jumlah korban kasus TPPO yang berkedok online scams terus meningkat. Tahun 2021 baru tercatat sekitar 100 kasus WNI menjadi korban kejahatan ini. Namun, satu tahun kemudian jumlah kasus meningkat menjadi delapan kali lipat. Kini, hingga pertengahan Mei 2023, jumlah kasus yang terakumulasi selama tiga tahun terakhir dalam catatan Kemlu mencapai 1.841 kasus.
Judha mengatakan, dalam penelusuran timnya, korban biasanya diiming-imingi gaji antara 1.000-1.500 dolar AS atau sekitar Rp 14,6 - Rp 26,4 juta per bulan. Jumlah itu diyakini cukup menggiurkan dengan kondisi perekomian global yang masih tidak menentu.
Dia juga menyebut bahwa korban memiliki kualifikasi yang cukup tinggi. Selain memiliki pengetahuan tentang internet, tidak jarang para korban adalah lulusan pendidikan strata atau jenjang S1.
Judha menyebut, sejauh ini, WNI yang menjadi korban TPPO terbanyak berasal dari beberapa provinsi, seperti Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawasi Utara dan Jawa Tengah.
Retno sendiri menyebut, pengungkapan adanya tindak pidana perdagangan orang terkait penipuan daring dengan ribuan korban yang berasal dari banyak negara di ASEAN membuat masalah ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Indonesia sebagai pemegang keketuaan ASEAN di tahun ini, sebut Retno, akan mengangkat isu ini dalam KTT ASEAN ke-42 yang akan berlangsung di Labuan Bajo, Nusa Tenggara TImur, pekan depan.