Geliat Koloni Inggris Ingin Melepaskan Diri dari Monarki
Negara-negara bekas jajahan Inggris apatis dengan penobatan Raja Charles III. Tuntutan mereka tetap sama: Inggris harus memberikan ganti rugi kepada daerah-daerah yang pernah dijajahnya.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
Dalam penobatan Raja Inggris Charles III, Sabtu (6/5/2023), bendera kenegaraan Bahama, Afrika Selatan, Tuvalu, dan sekitarnya akan dibawa bersama pasukan Inggris dalam parade militer untuk menghormati raja. Bagi sebagian orang, pemandangan itu akan menegaskan ikatan yang kuat antara Inggris dan daerah-daerah bekas jajahannya. Namun, banyak orang di Persemakmuran—sekelompok negara yang mayoritas terdiri dari daerah yang pernah diklaim Kerajaan Inggris—menanggapi penobatan Charles III dengan apatis.
Di negara-negara itu, penobatan raja kali ini menjadi kesempatan untuk merenungkan penindasan dan masa lalu kolonialisme yang berdarah-darah seiring dengan seruan di wilayah Karibia untuk memutuskan hubungan dengan monarki. ”Minat pada keluarga Kerajaan Inggris berkurang sejak semakin banyak orang Jamaika menyadari para penyintas kolonialisme dan holocaust perbudakan belum mendapatkan keadilan dan ganti rugi,” kata Pendeta Sean Major-Campbell, Pendeta Anglikan di Kingston, ibu kota Jamaika, Kamis (4/5/2023).
Sebagai penguasa Inggris Raya, Raja Charles III juga menjadi kepala negara dari 14 negara lain meskipun perannya sebagian besar hanya bersifat seremonial. Negara-negara ini antara lain Australia, Kanada, Jamaika, Papua Niugini, dan Selandia Baru. Mereka mewakili sebagian kecil dari negara Persemakmuran yang sebagian besar dari 56 anggotanya adalah republik. Meski republik, beberapa di antaranya masih menggunakan Union Jack atau bendera kesatuan Inggris di bendera kenegaraan mereka.
Barbados menjadi negara Persemakmuran terbaru yang mencopot monarki Inggris sebagai kepala negaranya, mengganti Ratu Elizabeth II dengan presiden terpilih pada 2021. Keputusan itu memicu gerakan republik serupa di Jamaika, Bahama, dan Belize.
Tahun lalu, ketika menyambut Pangeran William dan istrinya, Kate Middleton, selama tur kerajaan di Karibia, Perdana Menteri Jamaika Andrew Holness mengumumkan, negaranya berniat merdeka sepenuhnya dan Inggris didesak untuk membayar ganti rugi perbudakan.
William, ahli waris takhta Inggris, memahami perkembangan hubungan monarki dan Karibia. ”Keluarga kerajaan akan mendukung dengan bangga dan menghormati keputusan Anda tentang masa depan Anda,” kata William dalam sebuah resepsi di Bahama.
Surat dari 12 negara
Dua hari menjelang penobatan Raja Charles III, juru kampanye dari 12 negara Persemakmuran menulis surat kepada raja yang mendesaknya untuk meminta maaf atas warisan kolonialisme Inggris. Di antara para penanda tangan ada Lidia Thorpe, Senator Australia. Ia mengatakan, Charles harus memulai proses memperbaiki kerusakan kolonisasi, termasuk mengembalikan kekayaan curian yang diambil dari rakyat jajahannya.
Istana Buckingham bulan lalu menyebut, Charles mendukung penelitian tentang hubungan sejarah antara monarki Inggris dan perdagangan budak Trans-Atlantik. ”Raja menganggap masalah ini sangat serius dan para akademisi bakal diberi akses ke koleksi dan arsip kerajaan,” sebut Istana.
India yang memperoleh kemerdekaan pada 1947 juga telah bergerak melepaskan sisa-sisa imperialisme Inggris. Patung Raja George V yang dulu berdiri di dekat monumen Gerbang India di New Delhi, India, dipindahkan pada 1960-an ke Coronation Park. Dulunya tempat perayaan untuk menghormati Ratu Victoria, Raja Edward VII, dan George V, taman itu kini menjadi tempat penyimpanan representasi mantan raja dan pejabat Kerajaan Inggris di India.
Perdana Menteri India Narendra Modi memulai gerakan merebut kembali masa lalu India dan menghapus simbol perbudakan dari zaman kolonialisme. Pemerintahannya sudah menghapus nama jalan era kolonial, sejumlah undang-undang, dan simbol bendera.
Di Nairobi, Kenya, tukang ojek Grahmat Luvisia juga tak mau menonton prosesi penobatan Raja Charles III di televisi. ”Saya tidak tertarik menonton berita atau apa pun yang terjadi di sana karena kami dianiaya para penjajah itu,” ujarnya.
Analis politik dan Guru Besar Jurnalisme di Universitas Nairobi, Herman Manyora, mengatakan, ingatan tentang perlakuan keras Inggris terhadap pemberontakan Mau-Mau pada 1950-an masih membekas. Banyak warga Kenya tidak akan menonton penobatan karena penyiksaan, penindasan, pembunuhan, dan pengasingan tanah yang dialami selama penjajahan.
Namun, tak semua menolak monarki. Di Uganda, analis politik Asuman Bisiika menilai, budaya Inggris memberikan pengaruh kuat pada anak muda di Uganda, terutama mereka yang mengikuti sepak bola Inggris. Menurut Bisiika, menjaga hubungan dengan monarki itu bukan berarti merawat monarki, melainkan lebih pada menjaga hubungan baik saja.
Para ahli menilai, terlepas dari kekurangan dan warisan sejarah yang menyakitkan, Persemakmuran masih memiliki daya tarik, terutama bagi negara-negara miskin. Gabon dan Togo, bekas jajahan Perancis yang tidak memiliki hubungan kolonial dengan Inggris, menjadi anggota terbaru Persemakmuran pada tahun lalu. Sebagian besar pengamat percaya negara-negara, seperti Jamaika, yang menginginkan memiliki kepala negara terpilih cenderung mempertahankan keanggotaan mereka.
”Negara-negara itu, apakah mereka diuntungkan atau tidak, merasa perlu memiliki kedekatan dengan Inggris sebagai entitas ekonomi. Charles memang tidak sepopuler ibunya, tetapi ini bukan masalah loyal padanya, melainkan hanya masalah ekonomi,” kata Kehinde Andrews, Guru Besar Studi Kulit Hitam di Universitas Kota Birmingham, Inggris. (AP)